Sesampai di terminal Lebak Bulus, Aria dijemput oleh bapaknya Ririn. Di rumahnya Ririn yang super mewah, Aria dan kakak temannya ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon sampai berbusa-busa.
Tak terasa hari telah sore, jarum jam menunjukan angka 3. Artinya mereka harus balik pulang kalau tidak mau kemalaman di Sukabumi.
Saat pamit pulang, Ririn menahan mereka, Â "Eh pulangnya nanti saja. Ririn khan masih kangen. Masih ingin ditemani. Nginep saja di sini." Â Sejam dua jam berlalu, Aria terus saja pamitan. Tapi selalu ditahan Ririn.
"Kenapa sih, Ririn khan sudah bukan pocong lagi. Kalau abangnya (kakak temannya Aria) mau pulang, pulang saja dulu.." pinta Ririn serius.
Dan benar, kakak temannya Aria pun cabut pulang ke Sukabumi meninggalkan Aria sendirian. Â Swemproel bener si kakak. Anak yang masih polos umur 17 tahun itu ditinggal sendirian di Jakarta, hutan belantara metropolitan.
Ya sudahlah, pikir Aria. Dia juga menikmati kemewahan yang ada di depannya. Sofanya nyaman, tivinya gede banget (itu tivi apa layar tancep), dan tempatnya luas. Serasa jadi bos pengedar narkoba di film-film India.
Malam itu Aria yang belum tidur, nonton tivi sendirian di ruang tamu. Ndilalah ada telpon masuk di henponnya. Ternyata dari teman ceweknya Ririn.
"Ini bener Aria ada di Jakarta nginep di rumahnya Ririn? " kata si cewek di seberang sana.
"Iya bener. Kenapa?" tanya Aria.
"Sebenarnya aku ingin sekali nemani Ririn. Tapi takut, karena Ririn kalau pas tengah malam berubah jadi pocong... " kata si cewek lagi.
Tentu saja Aria nggak percaya begitu saja, walau takut juga, "Swemproel, jangan nakut-nakuti aku dong.."