Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Antara Rezeki, Perang Ojol, dan Teflon

23 Desember 2019   16:52 Diperbarui: 25 Desember 2019   17:13 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia bisnis itu memang keras. Hukum rimba berlaku. Siapa yang lemah dilibas. Apalagi orang sekarang itu diam-diam nggak percaya kalau Tuhan itu Maha Pemberi rezeki. Rezeki disamakan dengan ilmu eksak, kalau dua ditambah dua hasilnya pasti empat.

Aku tidak sedang membahas atau mengajari bisnis pada Anda semua. Aku nggak paham bisnis. Aku wonge gak isoan. 

Capek-capek nggambar nggak dibayar, manut saja. Padahal ada perjanjian bisnis di awal. Aku nggak masalah, aku nothing to lose saja. Lha wong masalahnya nggak sama aku, tapi sama yang di atas.

Tapi memang lebih baik jangan meremehkan janji. Aku gak meden-medeni rek. Karena sengsaranya saat di akhirat. 

Waktu akan masuk surga distop oleh malaikat, " Sik Ndes, raimu kok rembes yo...Woala lha awakmu duwe tanggungan utang sing durung kok bayar. Ayo adus nang neroko disik, rong taon.." Dan kamu pun lemes, "Benci aku!"

Sekarang ini bisnis ojek online sedang berjaya. Ini karena sifat dasar manusia itu pemalas. Inginnya apa-apa dilayani tanpa repot beranjak dari tempat tidur. 

Ingin ini itu tinggal pencet henpon. Aku gak ngenyek lho rek, soale aku dewe yo ngono. Memang sudah zamannya, wis wayahe.

Screen culture sedang melanda dunia. Sekarang ini 80% hidup manusia ada di depan layar henpon. Makanya kebutuhan manusia sekarang itu sandang, pangan, papan, dan pulsa. Nggak ada pulsa stres, misuh-misuh, menyalahkan Jokowi.

Manusia sekarang itu males, bagaimana caranya mengerjakan apa pun tanpa berkeringat. Memerah susu sapi sekarang pun pakai mesin. Tinggal colok, ember pun penuh susu segar. 

Bahayanya kalau alat ini sampai ke tangan orang yang otaknya mesum. Bakalan dipakai onani. Alat pemerah susu ini otomatis, mesinnya nggak akan mati kalau belum dapat lima liter. Lemes jaya. 

Adza adza ajza dwech ach.

Ngomong soal bisnis ojek online. Jadi ingat kejadian kemarin, saat Gojek dan Grab protes sama Maxim. Karena mematok harga rendah yang dianggap mateni pasar. Kantornya digeruduk dan disegel.

Oala Xim Ximm, koen iku loh kok apes tenan. Baru kemarin buka lapak, sudah kena masalah.

Gojek dan Grab protes karena takut konsumennya lari ke Maxim. Ketakutan yang wajar, nggak bisa disalahkan. Karena cara berpikir orang modern itu sangat realistis. Bahwa yang laris itu yang lebih murah. Padahal nggak selalu begitu.

Aku tidak membela atau menyalahkan siapa-siapa. Semua bisa salah dan bisa benar. Kebenaran itu relatif. Tergantung sudut pandang, jarak pandang, cara pandang dan pandang pandang yang lain.

Sebenarnya wajar kalau Maxim lebih murah, karena masih masa promosi. Walau itu menyalahi aturan soal tarif minimum yang sudah ditetapkan pemerintah. Harusnya dikasih tenggat waktu untuk promosi (sudah ya? aku gak eruh). 

Kalau baru buka harganya sama dengan ojol lain yang sudah punya nama, yo merongos. Maxim belum populer. Maxim what? bukan teflon khan?

Embuh rek, aku nggak paham-paham amat soal harga. Aku awam soal ngono iku. Aku juga meragukan "persaingan sehat" dalam dunia bisnis. Yang kulihat persaingan sehat di dunia bisnis sudah lama sekarat.

Tapi tenang ae, harga murah tidak berarti membuat konsumen ojol lain berduyun-duyun ke Maxim. Orang biasanya lebih percaya pada yang pioner, sudah punya nama besar dan terpercaya.

Aku sendiri masih setia pada Gojek. Nggak ada aplikasi Maxim di henponku (sori yo mas). Karena memori henpon sudah penuh. Mungkin kapan-kapan aku donlot. Kalau ingat.

Harus diakui Gojek memang yang terdepan. Yang paling kreatif memang Gojek. Sebut saja Goride, Gocar, Gofood, Gopay, Gobox dan Gosend. Gondes nggak termasuk.

Aku punya pengalaman saat makai jasa Gocar. Saat itu aku bawa beras duapuluhlima kilo. Kupikir driver-nya akan sigap membantu ngangkat beras, seperti jamaknya sopir taksi yang langsung ikut membantu ketika tahu penumpangnya bawa bawaan berat.

Ternyata perkiraanku meleset. Si sopir sama sekali nggak ada inisiatif ikut membantu. Dia hanya buka bagasi dan menutupnya kembali setelah aku ngos-ngosan ngangkat beras.

Tapi no problem. Memang membantu ngangkat barang penumpang nggak ada di dalam job deskripsi. Itu cuman soal "roso". Membantu disyukuri, nggak membantu yo ojok diprenguti.

Itu perbedaan antara sopir "beneran" dengan sopir yang sekedar sambilan. Sikap dan mentalnya beda.

Sopir mobil online memang kebanyakan srata sosialnya sudah lumayan. Mereka kebetulan punya mobil nganggur di rumah. Ya akhirnya dikaryakan, lumayan dapat tambahan. 

Jadi secara mental memang beda dengan sopir taksi atau angkutan lain yang kerjaan utamanya memang sopir.

Sori ojok tersinggung yo. Tapi aku percaya driver Gocar yang seperti itu cuman oknum. Banyak driver Gocar yang njawani. Selalu ramah, asyik diajak ngobrol dan nggak pura-pura nggak ada kembalian saat dikasih uang gede.

Ngomong soal rezeki, orang modern memang nggak yakin-yakin amat kalau rezeki itu tidak ditentukan oleh murah atau mahalnya harga, sedikit atau banyaknya saingan. 

Makanya ada oknum tukang tambal ban yang menyebarkan paku di jalanan. Takut kalah saingan. Wedi gak kumanan.

Rezeki itu soal ghaib. Tuhan Maha Tanggung Jawab. Selama kamu ubet dengan kerjaanmu, pasti diberi rezeki. Rezeki tidak akan tertukar. Kabeh keduman. 

Tukang tambal ban tidak perlu mendoakan pengendara motor bannya bocor. Tapi selalu saja ada orang yang mampir, menambal ban motornya yang bocor.

Dokter tidak mendoakan orang sakit, tapi selalu saja ada orang sakit. Tukang gali kubur pun tidak mendoakan orang mati. Juga pembuat peti mati. 

Masak pembuat peti mati doanya begini, "Ya Tuhan semoga besok banyak job membuat peti mati, lagi butuh duit, anak sulung mau masuk kuliah."

Urip iku sawang sinawang. Jangan gampang terpengaruh dan minder kalau kamu masih buruh pabrik. Langsung resign ketika ada yang ngiming-ngimingi gaji gede kalau jadi driver ojek online. Gajinya lebih sip dibandingkan gaji di perusahaan tempatmu kerja.

Jangan gampang percaya. Ada yang berhasil, ada juga yang terpuruk. Kalau cuman sampingan, cari pengalaman, atau ngisi waktu luang itu bagus. Ada nggak sih orang yang sejak lulus sekolah ingin berkarier total jadi driver ojol?

Tapi sakarepmu rek. Iku urusanmu karo keluargamu. Semua profesi itu baik, asal nggak maling. Ojek online juga profesi yang baik, bagi yang cocok dan tahan banting. Kalau pikiranmu cuman bagaimana caranya dapat uang yang lebih banyak, yo remuk Nda. Ngojek bukan kerjaan yang ringan. Butuh stamina yang oke. Kalau gampang masuk angin, jangan nekad jadi driver.

Ada seseorang yang aku tahu kerjanya ojek online. Hasilnya memang lumayan, tapi wajahnya yang dulu fresh sekarang jadi "boros", kulite abang ireng akibat kepanasan dan kehujanan, kelihatan jauh lebih tua dari umurnya, ubannya tumbuh subur menguasai kepala. Tapi tentu saja tidak semua driver seperti itu. Yang tetap segar bugar juga banyak.

Maksudku, banyak yang nggak sadar kalau awet muda itu rezeki yang tidak terbeli.

Kerja jadi karyawan memang nggak menantang, tiap hari ngisi jurnal laporan, dan segala runitas yang membosankan. Tapi kamu masih bisa tertawa, masih sempat medsosan, kerja di dalam ruangan yang ber-AC, swejuk. Bikin awet muda. Terhindar dari panasnya matahari juga polusi asap kendaraan, radikal bebas keparat yang membuat wajah cepat berkarat.

Tapi aku memang orang yang selow sih. Ojok ditiru. Makanya taraf hidupku begini begini saja. Tapi aku nggak ngersulo yo, sing penting hepi. Aku nggak mau kesetanan dalam mencari uang dengan nyambi ini nyambi itu. Kakean nyambi, sampai lupa dengan dirinya sendiri. Lho? Aku iki sopo yo? Seniman opo bisnismen. Mungkin bisnismen yang bergaya seniman.

Jangan sampai stres cari uang. Setelah dapat uang, uangnya buat nambani stres. Lak munyer ae.

Kata Simbah, derajat manusia itu lebih tinggi dari uang. Jangan sampai diperalat oleh uang. Makanya jangan kesetanan mengejar uang, tapi bagaimana caranya uang yang mengejarmu (sori, ini maksudnya bukan MLM). Caranya? ya sedekah. Sedekah nggak selalu pakai uang. Selama kamu membuat bahagia orang tanpa pamrih itu sudah sedekah.

Ketoke kok ndakik ndakik yo tulisan iki. Babah wis. Setuju karepmu, gak setuju urusanmu. Piss.

Zaman sudah berubah, manusia sudah semakin materialistis. Mbiyen witing tresno jalaran soko kulino, nek saiki witing tresno jalaran soko atusan limo.

Sekali lagi, aku tidak sedang menyalahkan atau menyudutkan siapapun. Semua bisa sudut dan bisa siku (opo iku). Protes boleh tapi jangan main kekerasan. Tetap jaga ukhuwah antar ojol. Podo-podo golek duwike. Sing sabar. Insya Alloh munggah kaji.

-Robbi Gandamana-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun