Asline rakyat nggak peduli-peduli amat dengan rancangan undang-undang yang kontroversial itu. Yang peduli itu masyarakat terpelajar kalangan menengah ke atas.Â
Kalau rakyat jelata nggak ngurus. Diterapkan silakan, nggak diterapkan persetan. Mereka tetap nguli, mbakul di pasar, ke perempatan lampu merah bawa sulak. Lha lapo mikir negoro.
Rakyat jelata nggak kenal istilah marital rape. Panganan opo iku. Kalau terjadi masalah soal hubungan seks antar suami istri solusinya satu: cerai. Tamat.
Undang-undang soal marital rape ini bagus, peduli dengan nasib perempuan. Tapi sepertinya hanya cocok diterapkan di masyarakat kosmopolitan yang pikirannya maju dan terbuka dalam hal apa pun. Kalau masyarakat di kota-kota kecil agak susah diterapkan. Masih ada budaya sungkan, pekiwuh, sawangane.
Masalah seks antar suami istri itu aib bagi sebagian besar masyarakat. Jangan sampai tetangga kanan kiri tahu.Â
Kalau sampai tahu, bisa jadi bahan gosipan para bude dan mbokde seantero kampung, "Eh ternyata Zubaidah selama ini diperkosa oleh suaminya sendiri. Dadi anake sing lahir wingi iku hasil diperkosa bojone. Termasuk anak haram opo ora iku yo?"
Undang-undang soal ayam peliharaan yang masuk pekarangan orang itu juga oke sebenarnya. Menjunjung tinggi privasi orang. Ayam yang bebas keluyuran memang bajingan.Â
Aku ngalami dewe. Tanaman hias rusak akibat ayam tetangga yang dibiarkan solo karier mencari makan sendiri. Tapi aku wong jowo, urusan seperti itu nggak mungkin jadi urusan polisi.
Gendeng ta, mosok gara-gara pitik, seduluran dadi rusak. Wong Jowo iku gak isoan. Saiki mangkel, sesuke diteri jenang, mangkele ilang. Urusan ayam kok dipikir pusing. Nggak usah pusing kalau ayamnya masih saja membandel. Kita pakai cara Endonesyah. Potas murah.
Kita hidup di masyarakat tradisional yang masih ada budaya srawung, gotong royong, ronda, pul kumpul dan seterusnya. Kebanyakan hukumnya masih pakai hukuman moral.Â
Urusan ayam masuk pekarangan orang nggak perlu pakai pasal. Kalau semua urusan moral umat dipasalkan, aparatnya kerepotan. Butuh dana besar dan rumah tahanan bakal overload.
Undang-undang tadi kebanyakan diadopsi dari negara-negara mapan. Seperti Korsel, Amrik, Belanda, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Masyarakat kotanya individualis. Nggoreng ikan asin atau terasi bisa dilaporkan polisi kalau tetangga kanan kiri terganggu, nggak suka baunya. Fak yu tenan.
Hidup di negara yang hukumnya sangat tertib itu melelahkan. Menebang pohon depan rumah saja harus izin otoritas setempat.Â
Sepertinya aturan menyalakan lampu motor di siang hari itu juga adopsi dari luar. Negara tropis yang siang harinya terang benderang ini lampu motor harus dinyalakan. Menyebalkan.
Makanya kebijakannya atau rancangan undang-undangnya terlalu cerdas, sangat jauh melampaui zamannya. Mungkin studi bandingnya ke luar negeri. Kuliahnya juga di sana. Jadi pakai ukuran orang bule. Rakyat kere dipaksa menerapkan hukum ala bule.
Nggak heran kalau mahasiswanya pada demo. Mungkin kecerdasan para mahasiswa di bawah jauh wakil rakyatnya. Yo wis lah gak popo. Aku mendukung demo, tapi tidak mendukung anarkisme. Anarkis sepak ndase.
Yang nggak demo juga jangan baperan. Poster lucu-lucuan kok dikomentari serius. Mbok dirasakan auranya. Mana yang serius, mana yang enggak. Ketahuan kalau mabuk Pilpres. Mereka itu menyelam sambil buang air. Demo sekalian refreshing, bosen dari rutinitas perkuliahan.
Aku nggak masalah anak STM demo, asal nggak anarkis dan bukan demonstran bayaran. Tugas pelajar memang belajar, tapi demo itu sebenarnya proses belajar. Jangan diartikan sempit, belajar nggak hanya di kelas. Tapi ojok ngomong sopo-sopo yo. Wis gak usah dibahas.
Aku juga suka mahasiswa menolak diajak presiden berdialog di istana. Mereka hanya mau berdialog di depan publik, tempat terbuka.Â
Kalau berdialog di istana (tempat tertutup) sambil makan-makan, bahaya! Karena satu keajaiban Jokowi adalah punya semacam pengasihan yang membuat orang jadi lulut dan manut. Tanyakan pada paranormal.
Para mahasiswa ini instingnya lumayan juga, punya semacam sidik paningal. Karena buanyak orang yang setelah diajak makan-makan di istana setelah itu jadi cinta mati Jokowi.
Dulu saat masih di Solo, para pedagang klitikan (barang rombeng) bisa dengan mudah mau pindah ke tempat yang sangat jauh dan relatif sepi pembeli. Tanpa perlawanan, padahal aku tahu sendiri para pedagangnya sangar dan susah diatur. Itu setelah diajak makan-makan. Kok iso yo?Â
...Kapan-kapan dibahas.
Ah, embuh rek..ojok percoyo tulisan iki. Jokowi orang jujur.
-Robbi Gandamana-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H