Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menginjak-nginjak Keris, Menghina Budaya Nusantara

8 Oktober 2016   13:44 Diperbarui: 10 Oktober 2016   13:05 4196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.facebook.com/perdana.akhmad/posts/10207335029075977

Orang Jawa menganggap keris itu sebagai pusaka. Pusaka untuk pemahaman, pendewasaan, meneguhkan diri (jiwa). Keris nggak efektif buat perang, bacokan. Kalau mau bacokan pakai pedang. Yang membuat keris itu hebat adalah Mpu-nya. Jadi kalau keris dibuat tanpa Mpu yang hebat, namanya keris-kerisan.

Para Walisongo pun banyak yang memiliki keris pusaka. Misalnya Sunan Kalijaga yang punya keris Kyai Carubuk, dibuat oleh Mpu Supa. Sunan Kalijaga adalah satu-satunya Walisongo yang berhasil menyebarkan Islam secara kultural. Kostum beliau sangat Jawa, jauh dari kesan Arab.

Nabi Muhammad sendiri sangat menghormati dan menghargai budaya Arab. Beliau memakai gamis, berserban dan bercelana cingkrang karena beliau lahir, hidup dan wafat di Arab. Jadi sebenarnya ittiba' Rasul itu menghormati dan menghargai budaya sendiri.

Kostum Nabi tadi bukan karangan Nabi sendiri, juga bukan perintah Tuhan. Karena sebelum Nabi lahir, orang Arab kostumnya seperti itu. Abu Jahal, Abu Lahab juga Abu Sofyan, pakaiannya sama seperti beliau. Kalau ada ayat, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” Terus bagaimana dengan Nabi Muhammad yang berpenampilan persis Abu Jahal atau Abu Lahab? Ternyata menyerupai di sini bukan kostumnya tapi tabiatnya.

Kalau ada muslim yang berpakaian kayak Nabi, itu soal cinta, bukan syariat. Mereka fan berat beliau. Ingin berpenampilan persis seperti nabinya. Soal kamu menganut ayat "celana di bawah mata kaki dibakar di neraka" monggo saja. 

Saya tidak menolak ayat itu, cuman nggak menafsirkan harfiah begitu saja. Idiom budaya Arab di jaman Nabi : 'Celana menutupi mata kaki itu sombong'. 

Jadi ayat itu sebenarnya "Orang sombong dibakar di neraka". Kalau ada ayat lagi yang bilang 'memakai celana di bawah mata kaki dicueki oleh Tuhan di akhirat' itu konyol. Buat apa Tuhan ngurusi model celana, Tuhan mencueki manusia karena kesombongannya.

Tuhan nggak ndeso koyok ngono iku rek..

Saya sendiri nggak mau berpenampilan seperti Nabi Muhammad. Karena saya orang Jawa. Saya lahir, hidup dan diperintahkan jadi orang Jawa. Saya ingin jadi saya sendiri. Sunnah Nabi yang paling utama itu akhlaknya bukan kostumnya. Kostum itu tidak ada agamanya, selama menutup aurat, nyaman..silahkan pakai.

Silahkan saja sebut saya Musbil. Bagiku ittiba' Rasul itu menghormati dan menghargai budaya sendiri (selama itu sesuai syariat). Jadi kalau aku lahir dan besar di Jawa, aku akan berpenampilan layaknya orang Jawa di jaman ini.

Tentu saja nggak terus pakai jarik, blangkon dan sejenisnya. Karena itu hanya cocok untuk acara budaya tertentu, ribet kalau untuk kerja sehari-hari. Kalau memaksakan diri bekerja memakai jarik, itu salah kostum (bagiku). Tiap generasi jaman punya fashion-nya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun