Dalam berbuat apa pun, parameter mereka baik atau buruk. Kalau baik lakukan, kalau buruk tinggalkan. Disebut baik karena meningkatkan harkat dan martabat manusia. Disebut buruk karena menjerumuskan. Tentu saja baik sesuai dengan tuntunan agama. Intinya bisa membedakan ibadah madhah, ghairu madhah, dan ibadah muamallah (soal ini tanyakeun pada ustadzzz ente masing-masing).
Mereka dididik tidak anti (benci) pada aliran, agama, ideologi apapun. Bahkan pada setan pun mereka nggak benci. Karena setan adalah sparing partner-nya manusia, kerjanya menguji iman manusia. Setan nggak punya pilihan, pilihannya cuman berbuat buruk (menyesatkan manusia). Lucu kalau setan berbuat baik. Jadi, silahkan saja setan datang, ngopi-ngopi di rumah. Tapi jangan pernah turuti kemauannya.
Kita kadang kehilangan koordinat. Kita tidak berada pada perspektif yang memang begitu adanya sehingga ketika ada apa-apa, kita tahu koordinatnya di mana. Di negeri ini orang sukanya meng-close up-kan sesuatu (berita). Kalau sudah ngomong Inul, Inul terus. Ketika ada goyang ngebor, terganggu banget, seolah-olah kita ini alim semua. Padahal dalam kehidupan sehari-hari ada yang lebih remuk dari itu. Ngaku ae rek..
Kalau sudah ngomong hidung, hidunggg terus, nggak ingat mata, pipi, bibir. Di Maiyah, orang diharapkan bisa dengan satu pandangan mendapat seribu penglihatan. Ibarat pendekar disuruh konsentrasi melihat satu titik. Ketika ada pukulan dari belakang, samping, atas, bawah, tetap bisa menangkis.
Pandangan ke satu titik itu sebenarnya sebuah tugas di tengah tugas yang lain. Mata memandang ke satu arah tapi sesungguhnya memandang ke seluruh arah. Mata dibantu oleh saraf-saraf dan sensor-sensor yang lain sehingga saat ada tikaman dari belakang dan samping tetap bisa mengelak. Dan itu namanya ilmu. Kalau satu titik saja (close up) itu pengetahuan.
Di pengajian Maiyah, orang diajak 'mengembara', menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Karena di Maiyah nggak cuman pengajian agama doang, tapi juga mengkaji politik, budaya, sosial dan sebagainya. Semua boleh dipelajari, karena apa pun yang ada di dunia ini adalah cahaya ilmu. Silahkan pelajari Hitler, Firaun, wong gendeng. Dan mempelajari bukan berarti membenarkan mereka.
Di Maiyah semua orang boleh tampil, setan pun kalau mau tampil silakan. Jadi jangan heran kalau di jeda acara pengajian ada musik atau apa pun sekedar hiburan, selingan atau refreshing. Dan penampilnya nggak harus seorang musisi profesional, semua boleh naik panggung. Yang penting punya etika. Nggak pecicilan koyok raimu.
Di negeri ini, orang didengar omongannya saat orang sudah jadi 'orang' (hebat). Di Maiyah, semua boleh ngomong, agar semua orang tahu, dia hebat atau tidak.
[caption caption="cak nun ketika memberikan pencerahan (sumber caknun.com)"]
Karena tidak ada pendaftaran, kartu anggota atau segala tetek bengek soal administrasi, maka semua orang bisa jadi orang Maiyah. Tapi Maiyah tidak untuk keren-kerenan. Maiyah atau tidak, tidak dilihat dari tanda pengenal atau kostum, tapi dari kelakuan atau sikap ente. Kalau ente sok, suka mengkafirkan orang lain, suka teriak "laknatulloh!!", ente jelas bukan jamaah Maiyah tapi jamaah Ambyar al Ngawuri.
Kegiatan (pengajian) Maiyah tidak disponsori oleh produk tertentu apalagi partai politik. Dan tidak disiarkan di TV nasional, tapi hanya di TV lokal. Itu pun dalam rangka shodaqoh, tak dapat bayaran dari penayangannya. Pihak TV mengambil acara pengajian Cak Nun, bukan Cak Nun yang diacarakan oleh pihak TV. "Saya nggak mau diatur oleh media..," begitu kata Cak Nun.