Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Begini (Seharusnya) Menulis di Medsos

23 November 2015   15:54 Diperbarui: 23 November 2015   18:25 1639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua yang saya tulis ini adalah cara saya. Sebuah kesimpulan atau evaluasi dari hasil nulis (baca : nggedabrus) di Medsos beberapa tahun. Juga hasil pengamatan dari tulisan Netizen lain yang tulisannya berhasil jadi viral di dunia maya. Teori ini 100% pemikiran saya sendiri tanpa referensi dari mana pun.

Soal ini sebenarnya sudah pernah saya singgung di tulisan lama saya. Tapi di sana cuman sebagai selingan saja dan tulisan itu sudah saya hapus. Yang sekarang ini lebih saya fokuskan ke persoalan.

Well, sebelum menulis, pahami dulu ente menulis dimana, untuk apa dan siapa. Menulis di Medsos jelas berbeda dengan menulis di buku LKS, buku pelajaran atau yang sifatnya resmi. Ini Medsos Mblo, Lupakan teori menulis yang disampaikan dosenmu. Kalau untuk kepentingan kampus, taati teori dosen karena ente masih butuh nilai agar cepat lulus dan dapat ijazah.

Situs yang masuk kategori Medsos adalah Facebook, Twitter, Kaskus, Google+, Myspace, Friendster, dan lain-lain. Mungkin Kompasiana masuk kategori Medsos kali ya cuman statusnya berupa artikel...ah, terserah opini ente.

Menulis di Medsos itu gampang, semua orang bisa nulis di sana, dari penggembala kambing sampai profesor. Tapi jangan terlalu menggampangkan, banyak tulisan cerdas di Medsos yang sepi pengunjung. Dan ini yang perlu dicari tahu, kenapa bisa begitu.

Orang ber-Medsos itu cari senang, jika dapat informasi dan ilmu itu bonus. Makanya tulisan puanjang dengan data yang detail bianget malah nggak laku di sana. Karena Medsos itu tempat pelarian dari rutinitas yang membosankan. Jangan disuguhi lagi dengan sesuatu yang sama atau mirip dengan yang dikerjakan di kampus atau kantor.

Banyak orang yang menulis panjang lebar dengan bahasa 'elit' di Medsos. Pembacanya sampai ingin bunuh diri. Bisa jadi mereka adalah petugas penyuluhan, menteri, profesor, camat, dan para intelek lainnya. Jujur saja saya kasihan sama Netizen semacam itu. Diduga masa kuliahnya dulu kurang bahagia, sampai-sampai menulis skripsi di Medsos.

Selama ini saya nulis selalu saya kondisikan untuk pembaca, bukan untuk penulis. Pembaca sekarang tidak seperti pembaca jadul. Pembaca era digital itu kemaruk, kalau bisa semua artikel dibaca. Akhirnya bacanya sambil lalu, ekspres. Karena nggak fokus, di kanan kiri banyak iklan situs berita. Yang judulnya bombastis, padahal cuman berita artis lagi ngeksis.

Di Medsos, judul nggak terlalu penting. Tapi judul yang kreatif dan unik itu lebih baik. Dan kalau bisa lengkapi dengan gambar meme atau apa pun yang mendukung. Di Facebook banyak sekali tulisan yang tak pakai judul tapi bisa menarik banyak pembaca karena isinya memang oke, ditulis dengan hati, disamping memang yang nulis ahli dibidangnya.

Tulisan di Medsos sebaiknya padat, singkat dan salah..eh, selonggar mungkin alinea-nya, agar pembaca tidak ngos-ngosan bacanya. Karena pembaca nggak punya waktu seharian. Masih buanyak artikel yang perlu dibaca. Apalagi bacanya pas di halte nunggu bis, di dalam mobil yang terjebak kemacetan, bisa jadi saat khusyu' buang hajat di toilet terminal.

Makanya saya nggak mau repot mikir nulis yang benar secara teori akademis. Yang penting pahami etika atau aturan main ber-Medsos (search saja di Google) biar nggak disantet orang. Maka tulisan jenis ini tidak cocok untuk dibukukan tapi kalau ada yang nekat mau membukukan, monggo. Dan saya nggak terobsesi ke arah sana.

Kalau saya terobsesi membuat tulisan agar dibukukan. Tulisan saya akan kayak buku pelajaran anak sekolahan atau tulisan di harian umum. Lurus-lurus saja, nggak berkarakter dan nggak keren. Apalagi dibaca cuman saat akan ada ujian. Wadawww..No way!

Kalau ada gagasan saya yang kacau secara intelek dan agak sinting..memang begitulah adanya saya. Saya berusaha apa adanya,  jadi saya sendiri. Saya orang seni (tapi bukan seniman, cuma pekerja seni). Saya bukan Paimo, Sanusi, Sueb atau siapa saja yang biasa nulis dengan benar menurut dosen linguistik.

Karena cuma gagasan atau opini maka nggak perlu pakai data yang detail. Saya tidak sedang bikin skripsi. Percoyo karepmu, gak percoyo urusanmu. Kalau ingin data yang detail saya tunjukan link-nya saja. Karena tulisan saya hanya cocok untuk mahasiwa labil, sales kaos kaki, pengangguran, kuli angkut, buruh pabrik, fesbuker yang haus eksistensi dan popularitas.

Saya sendiri lebih suka menulis opini. Saya nggak berani menulis sebuah artikel yang sumbernya dari 'katanya'. Katanya media ini, katanya koran itu. Saya lebih suka menulis berdasar pengamatan (pengalaman) pribadi atau orang lain yang bisa dipercaya bukan dari informasi literer. Dan...yang jelas saya nggak bisa menulis selain menulis opini.....oalaaaaa pantatsss!

Stephen Hawking bilang, "musuhnya ilmu pengetahuan itu bukan kebodohan tapi ilusi". Dan selama ini kita dikepung oleh ilusi yaitu berita-berita media dari berbagai penjuru dunia. Yang tidak bisa dijamin 100% kebenarannya. Kita tahunya suatu ilmu atau berita berdasarkan yang tertulis di media, tidak mengalami sendiri atau melihatnya secara langsung.

Tapi bukan berarti saya anti pada berita-berita yang ditulis media. Saya tetap akan mencari informasi dari media walaupun tidak meyakininya 100%. Dan saya juga senang membaca ulasan teman-teman kompasianer soal apa saja. Bukan karena percaya isinya tapi cara penyampaianya yang cerdas. Jauh dari tulisan saya yang morat-marit ini.

Teori di atas nggak bakalan ada di perkuliahan atau pun di kursus bimbingan belajar. Lupakan itu! Di kampus mencetak profesional di bidangnya, sedang di Medsos mencetak orang keren di bidangnya. Wis ah..trims. 

 

-Robbi Gandamana-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun