Mahkamah Kehormatan Dewan adalah suatu Lembaga Khusus yang terdapat dalam/bagian Lembaga Legeslatif (Dewan Perwakilan Rakyat), yang bertugas untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran kode etik dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat. MKD ini walaupun bagian dari Lembaga Legeslatif akan tetapi memerankan fungsi “ lembaga peradilan”. Sehingga mekanisme kerjanya sangat mirip dengan lembaga peradilan.
Majelis Kehormatah Dewan (MKD) dalam bersidang terdiri atas tujuh belas orang “majelis hakim” terdiri satu ketua siding dan enam belas anggota. Dalam menjalankan tugasnya “hakim MKD” memakai atribut selayaknya seorang hakim, dengan sebutan “yang mulia” seperti sebutan hakim sebenarnya pada lembaga Yudikatif. Proses bersidangnyapun juga mempunyai “hokum acara’ tersendiri bagi MKD. Singkatnya MKD “merupakan lemabaga peradilan” dalam lembaga DPR.
Khusus persidangan kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh Setya Novanto yang nota bene menjadi ketua DPR pada saat ini, dimana pada siding pertama dan kedua saat memeiksa pelapor Sudirman Said ( Menteri ESDM) dan Ma,roef Samsudin sebagai Direktur Free Port dilakukan secara terbuka sehingga diketahui oleh umum semua proses persidangannya. Beberapa stasium TV swasta meliput penuh persidangan juda dilengkapi dengan komentar para pakar yang ditunjuk oleh stasiun TV tersebut.
Dari segi hokum acaranya dan proses persidangannya ada beberapa hal yang dapat didiskusikan lebih lanjut dalam forum ilmiah. Penulis mengomentari hal ini karena penulis mantan Advokat (1990 sampai dengan 2010), sehingga dapat merasakan perbedaan antara persidangan MKD dengan persidangan di lembaga Yudikatif. Adapun yang perlu didiskusikan lebih lanjut persidangan dalam MKD adalah sebagai berikut:
1.Posisi Majelis Hakim dalam MKD.
Dalam persidangan yang pernah penulis ikuti selama menjadi advokat baik di PN, PTUN, PA (penulis belum pernah beracara di Pengadilan Militer) majelis hakim dalam posisi sejajar menghadap pada pencari keadilan. Sehingga majelis hakim secara bersama sama menghadap pada pencari keadilan. Belum pernah sekalipun penulis jumpai mejelis hakim saling berdebat dan saling menyerang dalam persidangan. Dalam memeriksa perkara majelis hakim satu pandangan yakni mencari kebebaran terhadap kasus yang sedang diperiksa.
Akan tetapi dari layar TV penulis melihat posisi hakim Ketua/Pimpinan menghadap pada terperiksa (pengadu/saksi) sedangnkan angoota majelis lainnya saling berhadapan. Dalam proses pemeriksaan perkara MKD anggota majelis hakim saling serang kepada sesama anggota majelis. Bukan hanya itu saja pada saat tertentu anggota majelis seperti seorang pembela bagi terperiksa dan pada pihak lain anggota majelis berperan seperti jaksa pada terperiksa. Dari kondisi semacam ini, dari segi pemeriksaan perkara di MKD sangatlah sulit bagi hakim MKD untuk memutus perkara secara obyektif.
2.Perlakuan majelis pada pengadu
Pada persidangan di Lembaga Yudikatif hakim memeriksa pengadu hanya sebatas dari pokok perkara/ ruang lingkup perkara yang dipersidangan. Hakim tidak boleh memeriksa pengadu diluar pokok perkara. Dalam hokum acara dikenal asas “hakim bersikap pasif”. Ruang sudah cacalingkup perkara untuk perkata pidana ditentukan dalam surat dakwaan sedangkan ruang lingkup perkara perdata ditentukan dalam gugatan.
Berbeda dengan siding di MKD kemarin anggota majelis memeriksa pengadu diluar pokok perkaranya. Sehingga persidangan di MKD tidak focus dan melanggar hokum acara. Sebenarnya dalam hokum acara ditentutakan jika hakim memutus dan memeriksa perkara lebih dari pokok perkaranya maka putusan tersebut cacat hokum.
3.Pemeriksaan saksi
Dalam lembaga peradilan Yudikatif, saksi adalah seseorang yang mengetahui suatu peristiwa tertentu, seseorang yang mendengarkan suatu peristiwa tertentu dan seseorang yang mengalami dalam peristiwa tertentu. Diluar ketiganya bukanlah saksi.
Dalam persidangan MKD kemarin anggota majelis memeriksa saksi tentang sesuatu yang tidak dilihat, tidak didengar dan tidak dialaminya. Majelis memeriksa saksi tentang sesuatu yang tidak saksi ketahuinya. Terhadapat sesuatu yang tidak diketahuinya tersebut anggota majelis memaksa untuk mendapat jawaban dari saksi.
Dengan model pemeriksaan seperti ini MKD sudah menyimpang dari hokum acara.
4.Sikap majelis.
Dalam peradilan peradilan Yudikatif majelis hakim bersifat netral tidak memihak siapapun.
Sungguh sangat kelihatan dengan jelas persidangan MKD kemarirn majelis memihak pada salah satu pihak. Bukan hanya itu seorang saksi dan seorang pengadu diperlakukan seperti “terdakwa oleh JP”. Dari fakta dalam persidangan kemarin sangatlah sulit putusan MKD adalah putusan yang obyektif dan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H