SNMPTN 2013 adalah salah satu bentuk diskriminasi pendidikan di Indonesia, Sejak seleksi masuk perguruan tinggi diadakan di Indonesia, mulai dari SKALU, SIPENMARU, UMPTN, SPMB, hingga SNMPTN, jumlah peserta yang mengikuti seleksi semakin bertambah tiap tahunnya. Semuanya menggunakan sistem tes tulis untuk menyaring calon mahasiswa baru yang akan melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Seperti kita ketahui, mulai 2013 jalur undangan tahun sebelumnya diganti dengan SNMPTN 2013 tanpa jalur tes tulis. Sedangkan jalur tulis diubah menjadi SBMPTN 2013 yang disadari atau tidak tampaknya menjadi pilihan kedua setelah SNMPTN 2013. Pilihan masuk ke PTN jenis lain adalah jalur Mandiri, yang syaratnya lebih gampang: ada uang.
Jalur undangan yang kemudian dinamakan SNMPTN 2013 memiliki mekanisme penerimaan berdasarkan nilai rapor dan prestasi yang pernah diraih selama masa sekolah. Kalau dicermati, mekanisme penerimaan seperti ini banyak memiliki kelemahan dan ketidakadilan, diantaranya sekolah top dan unggulan lebih berpeluang untuk memasukkan siswanya ke PTN. Adapun peserta lain mungkin bisa masuk PTN tapi yang non-unggulan. Kenapa bisa demikian? Sebab salah satu indikator lulus tidaknya mahasiswa dalam seleksi SNMPTN adalah kapabilitas sekolahdan nilai rapor. Bukan lagi rahasial umum bahwa nilai 7 pada sekolah unggulan dianggap lebih baik dari nilai 9 di sekolah non-unggulan.
Menakisme penilaian seperti inilah yang berpotensi bisa menimbulkan diskriminasi terhadap sekolah-sekolah non unggulan dan sekolah di daerah terpencil. Jika siswa dengan nilai 7 di Jakarta lebih pintar dibandingkan nilai 10 di Papua, maka dapat ditebak PTN pun lebih melirik sekolah-sekolah unggulan dibanding sekolah non unggulan meskipun sekolah tersebut berada di perkotaan. Kenyataannya, banyak siswa dari daerah terpencil dari sekolah non unggulan ternyata mampu menembus PTN favorit. Ini menunjukkan bahwa siswa cerdas tidak hanya berasal dari kota.
Jadi, pemberlakuan sistem ini sebenarnya mengoyak hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan adil. SNMPTN 2013 malah membuat kotak-kotak yang mendiskriminasi kelompok tertentu yang dianggap tidak memenuhi parameter penilaian SNMPTN 2013.
Sungguh sebuah ironi! Di negara yang multikultur seperti Indonesia ini ternyata terjadi diskriminasi yang dilakukan oleh para pengambil keputusan sistem pendidikan. Semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ hanya menjadi hapalan anak SD tanpa aplikasi di dunia nyata. Bagaimana mungkin pendidikan bisa dirasakan tiap warga negara kalau yang berhak kuliah hanya kelompok-kelompok tertentu saja. Bila sistem ini selanjutnya dipermanenkan, mungkin akan menjadi lebih sulit bagi kita mencari sosok seperti Ikal dan Arai dalam lakon Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
Pembuat kebijakan SNMPTN 2013 mungkin lupa (atau bahkan malah tidak tahu) bahwa Andrea Hirata, pengarang tetralogi Laskar Pelangi, berasal dari sekolah di daerah terpencil di Pulau Belitong. Meskipun menjalani pendidikan kelas ‘kampung’, ternyata ia mampu lolos seleksi di Universitas Indonesia, bahkan mampu melejit menjadi mahasiswa kelas dunia di Universitas Sorbonne, Perancis. Hingga sekarang ia digadang-gadang bakal meraih Nobel Sastra. Dan bila itu mungkin, maka ia akan menjadi orang Indonesia pertama yang meraih Nobel. Semua itu berawal dari pendidikan di sebuah kampung di sebuah pulau nun jauh disana.
Sebagai rakyat kecil, kita hanya bisa berharap keajaiban: semoga SNMPTN 2013 yang diskriminatif ini tidak berlanjut di SNMPTN 2014. Andai sistem ini dilanjutkan ke tahun-tahun berikutnya, maka harapan untuk menikmati pendidikan yang adil dan merata bagi setiap warga negara hanya menjadi impian kosong belaka!
Source:Â http://biologimediacentre.com/snmptn-2013-adalah-bentuk-diskriminasi-pendidikan-di-indonesia/
Tanggapan :
Semua pasti tahu dengan kata SNMPTN khususnya kalian semua yang sekarang sedang duduk di bangku tingkat akhir jenjang SLTA, ya itu adalah sebuah singkatan yang memiliki kepanjangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau pada tahun 2012 lebih dikenal dengan sistem seleksi Undangan atau dengan cara menggunakan nilai raport selama siswa-siswi duduk dikelas 1 - 3. saya sendiri mengalami yang namanya suatu diskriminasi pada sistem seleksi ini karena saya yang juga berlatar belakang SMK(Sekolah Menengah Kejuruan). Sebelumnya jalur seleksi undangan (tahun 2012) ini hanya diperuntukan bagi siswa yang memiliki 20% terbaik dikelasnya namun hal yang berbeda terjadi ketika tahun 2013. sistem ini di rombak oleh pemerintah dengan jumlah komposisi kouta yang berbeda pada tahun sebelumnya. dimana ketika tahun 2012 hanya 30% lah sistem seleksi ini digunakan untuk menjaring mahasiswa baru namun hal ini berbeda ketika tahun 2013, jumlah kuota yang digunakan pun dinaikan menjadi 50-60% dan boleh diikuti oleh seluruh siswa yang duduk di tingkat 3 atau 12.
Namun hal ini tetap saja tidak memiliki pengaruh yang besar terutama mereka-mereka yang berasal dari SMK, banyak yang mengalami diskriminasi pada sistem seleksi ini. memang siswa SMK lulusannya diciptakan untuk langsung bekerja setelah lulus. Â Tetapi, apakah salah jika ada beberapa siswa nya yang sangat berkeinginan untuk melanjutkan studi nya ke jenajang yang lebih tinggi? Saya akan memberi salah satu contoh diskriminasi yang diterima siswa SMK pada sistem SNMPTN tahun 2013, dimana siswa tersebut sangat memiliki banyak prestasi selama dia mengecap pendidikannya, segala macam sertifikat mulai dari tingkat provinsi, nasional bahkan internasional pun tidak memiliki pengaruh yang amat besar pada sistem seleksi SNMPTN. padahal salah satu kriteria untuk dapat lulus dalam seleksi ini adalah memiliki prestasi berupa dari hasil lomba-lomba yang pernah diikuti. namun kenyataannya adalah nol besar, untuk siswa SMK yang mengikuti seleksi SNMPTN. Maka tak heran kalau siswa/i SMK banyak yang ditolak atau dinyatakan tidak lulus dalam seleksi SNMPTN ini. Mungkin ada aspek lain yang dilihat oleh tiap Perguruan Tinggi untuk menyeleksi mahasiswa barunya, seperti Akreditasi sekolah siswa tersebut, kemudian jumlah alumni yang berada di Perguruan Tinggi Negeri yang dituju. Bagaimana aspek penilaian tersebut di terapkan jika sistem diskriminasi ini masih tetap ada? yang membuat siswa yang bukan berlatar belakang dari SMA sulit untuk mendapatkan jatahnya dalam sistem seleksi ini.
Kasus lain yang dapat saya lihat pada SNMPTN 2014 yaitu adanya syarat yang mengatakan bahwa siswa tingkat SLTA harus memilih program studi yang dituju harus relevan dengan latar belakangnya, sebagai contoh siswa SMK hanya dapat memilih program studi yang sesuai atau yang telah ditentukan oleh panitia misal siswa A berlatar belakang siswa SMK jurusan Komputer&Jaringan, maka jika siswa ini ingin berpeluang "lulus" dalam seleksi SNMPTN maka dia harus memilih program studi yang masih berelevan (ex: Jurusan IT) tapi apakah salah jika siswa tersebut ingin  memilih jurusan yang berbeda dengan latar belakangnya? bahkan ada beberapa perguruan tinggi pada SNMPTN 2014 yang mensyaratkan hanya lulusan SMA yang boleh mendaftar ke perguruan tinggi tersebut serta tidak menerima mahasiswa barunya yang berlatar belakang SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Sungguh, saya sangat perihatin dengan sistem pendidikan di Indonesia ini yang masih melihat latar belakang dan segala macam nya.
Saya berharap untuk pemerintah agar hal ini dapat diperhatikan karena banyak diluar sana yang memiliki cita-cita yang amat besar salah satunya untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi atau lebih baik seluruh jalur seleksi dibuat dengan cara Ujian Tulis (SBMPTN) atau dengan merubah komposisi kuota jalur seleksi yang ada, maka SBMPTN lah yang harus memiliki kuota yang lebih besar di bandingkan dengan SNMPTN. Agar hal diskriminasi tidak ada lagi ditahun-tahun berikutnya.
Teruntuk kalian semua siswa/i SMK yang sekarang duduk di tingkat 12. buktikanlah bahwa kalian lebih baik dan bisa untuk meraih cita-cita berkuliah di perguruan tinggi negeri melalui jalur seleksi SBMPTN (Ujian Tulis) yang menurut saya lebih baik dan tidak memandang latar belakang pendidikan siswa nya. Saya sendiri adalah siswa SMK yang dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi melalui jalur SBMPTN yang menurut saya lebih baik karena semuanya bersaing menggunakan otak nya masing-masing untuk memperebutkan 1 kursi di perguruan tinggi negeri yang di pilih/tuju, dan begitu juga teman-teman saya yang ditolak pada seleksi SNMPTN, dapat membuktikan dengan banyak nya yang diterimanya di perguruan tinggi negeri melalui SBMPTN dan sekarang mereka pun tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri di indonesia contohnya yang ada di Depok, Yogyakarta, Semarang, Bandung dan masih banyak lagi :) Sesungguhnya segala sesuatu harus dimulai dengan niatan yang baik. "If there's a will, there's a way".
Muhammad Ali Ramadhan
Teknologi Pendidikan 2014
Universitas Negeri Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H