Mohon tunggu...
Randy Mahendra
Randy Mahendra Mohon Tunggu... Penulis - Warga Biasa

Warga Biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pasien Nomor 13

24 Oktober 2018   22:28 Diperbarui: 26 Oktober 2018   22:12 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umur 8 tahun, aku merasa normal kembali. Tapi, dalam kenormalanku, aku terlalu berlebih-lebihan. Misalnya, aku berlebih-lebihan dalam bermain. Dan aku berlebih-lebihan dalam menonton televisi.

Mungkin itu akibat sensasi untuk mengulangi kenikmatan yang sama dengan seks. Ambil contoh, orang yang pernah makan makanan yang sangat lezat, ia akan selalu membandingkan makanan apa pun yang dia makan dengan makanan yang sangat lezat yang pernah dia makan. Begitulah cara kerja otak manusia. Perilakuku jadi tidak terkendali.

Mengabaikan belajar. Bagiku belajar itu tidak nikmat. Belajar sangat menyiksa. Terlebih jika harus menghafalkan rumus-rumus. Dan kosa kata bahasa Inggris. Semua itu menyiksa. Oleh karena itu, aku lebih suka bermain ketimbang belajar.

Aku lebih suka nonton televisi; Jejak Petualang, Naruto, Spongebob, atau Tom and Jerry. Itu semua adalah acara favoritku. Ketika nonton televisi, aku mendapat kenikmatan. Aku mendapat sensasi ketegangan, kelucuan, dan lain-lain.

***

Periode ketika aku berumur antara 12 dan 16 tahun adalah periode jatuh cinta. Sebetulnya urusan cinta monyet sudah terbentuk jauh-jauh hari sebelum aku masuk SMP. Tepatnya dipengaruhi oleh tontonan yang kulihat. Acara film macam Heart yang dibintangi oleh Irwansyah, Acha Septriasa, dan  Nirina Zubir. Lagu-lagu sedu-sedan ciptaan Melly Goeslaw. Romantik. Khas remaja.

Film dan tontonan televisi mengendap di alam bawah sadarku. Mulailah kekonyolan yang lain, yakni pencarian terhadap cinta sejati. Layaknya film yang kutonton itu. Tapi cinta di dunia nyata itu tak ada. Itu cuma ilusi dari film. Itu hanya seni yang diciptakan demi kepentingan industri. Tujuannya untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Dan cinta itu kutemukan dalam perjalanan naik motor Suzuki Smash warna kuning. Pagi saat melintasi desa Jati Luhur, kutemukan sosok itu. Gadis itu memakai seragam SD. Bersama temannya kulihat wajahnya yang cantik. Kemudian kutulis surat untuknya.

Selanjutnya kutulis juga surat untuk gadis lain, Tintin, Nana, Dwi, Deby. Tapi mereka menolakku. Kecuali dua gadis, yakni Tintin dan Nana. Saat itu, aku sadar bahwa aku bukan tokoh protagonis dalam film. Aku bukan Irwan Syah dengan wajah ganteng dan digemari oleh para gadis.

Gadis-gadis yang kupacari itu pun pasti terjebak juga dengan delusinya. Misalnya Nana, ia penggemar grub band The Virgin. Terlebih ia menggemari personil tomboy bernama Mita. Dengan obsesinya, Nana menirukan idolanya. Memakai aksesoris murah yang mirip dengan aksesoris yang dipakai oleh Mita.

Masa pacaran juga membuatku gemar mendengar lagu-lagu sedih. Lagunya Drive, Kangen Band, Wali, atau Peterpan. Dan lagu yang kugemari adalah lagu putus asa karena ditolak oleh cewek.  Jadilah aku seorang peratap. Nihilis. Dan memandang masa depan penuh kehampaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun