Secara ideal, konsep etik ditemukan berdasarkan kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat madani. Konsep etik secara akademis, ternyata juga merupakan bagian dari pada ilmu filsafat. Dalam hal ini, perkembangan Etika dalam berpolitik mulai dikembang pada masa peralihan dari Abad Pertengahan ke Zaman Modern, yaitu zaman Renaisans. Dimana perkembangan ilmu pengetahuan diseluruh dunia, khususnya dunia barat, mulai mengembangkan segala bidang ilmu pengetahuan.
Pada dasarnya ada dua cabang ilmu filsafat, yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Yang pertama mempertanyakan apa yang ada, sedangkan yang kedua, bagaimana manusia harus bersikap terhadap apa yang ada itu. Jadi filsafat teoritis mepertanyakan apa itu manusia, alam, apa hakikat realitas sebagai keseluruhan, apa itu pengetahuan, apa yang dapat kita ketahui tentang yang Trasenden dan sebagainya. Dalam ini filsafat teoretis pun mempunyai suatu maksud praktis karena pemahaman yang dicarinya diperlukan manusia untuk mengarahkan kehidupanya,
Sedangkan filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah Etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Etika sendiri dibagi lagi ke dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubunganya dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupanya.
Menurut Aristoteles, bahwa manusia itu merupakan Zoon Politicon. Artinya bahwa manusia itu sebagai mahluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi mahluk yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya suka berkumpul satu sama lain, maka manusia disebut mahluk sosial. Dalam kehidupan society ternyata konsep etika juga muncul sebagai etika yang berdasarkan kepada manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, yang berdekatan dengan politik sebenarnya adalah etika manusia sebagai makhluk sosial, atau dalam dewasa ini disebut Etika sosial.
Pada dasarnya, Etika sosial membahas tentang norma-norma moral yang seharusnya menentukan sikap dan tindakan  antar manusia. Etika sosial memuat banyak etika khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu. Dan disini termasuk juga etika politik atau filsafat moral mengenai dimensi politis kehidupan manusia. Etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia, dan bukan hanya sebagai warga negara terhadap negara, atau hukum yang berlaku, dan lain sebagainya.
Aristoteles mengemukakan, bahwa identitas antara manusia yang baik dan warga negara yang baik hanya terdapat apabila negara sendiri baik. Secara kognitis, Etika dipergunakan sebagai konsepsi manusia sebagai manusia yang hidup dalam masyarakat yang bermartabat dan berbudaya. Jadi etika juga merupakan cerminan hukum yan tidak tertulis yang tidak boleh dilanggar dalam kehidupan, baik kehidupan bermasyarakat, ataupun kehidupan berpolitik.
Meunurut para ahli ilmu sejarah, Etika juga merupakan sebuah alat untuk membatasi pemahaman liberalisme yang sedang berkembang pada masa peralihan zaman modern. Dalam beberapa literatur, diketahui kemunculan paham liberal muncul pada saat revolusi prancis yang terjadi pada abad 18. Pada zaman itu, peristiwa ini muncul karena ketidak seimbangan rakyat yang mencolok. Tetapi kian lama, juga liberalis yang menjunjung nilai kebebasan ekspresi malah bertentangan dengan etika yang harusnya juga di tunjang.
Pada dasarnya, etika mencerminkan moral, yang dengan keteraturan yang sistematis menjadikan moral menjadi sebuah norma, oleh karena itu bisa dikatakan sebagai norma moral. Norma Moral menurut Franz Magnis-Suseno, bisa diartikan secara sempit adalah norma untuk mengukur betul-salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Oleh sebab itu, perlulah sebuah etika sebagai moral, menjadi nilai dasar dalam berpolitik yang kian lama makin memodernisasi sebagai cabang ilmu pengetahuan dan sebagai pondasi utama dalam kekuasaan dan menjalankan sistem ke tata negaraan.
Memang bisa dikatakan, Produk politik salah satunya adalah hukum. Dalam dewasa ini, relevansi antara politik dan hukum sangatlah berkaitan, apalagi mulai muncul gagasan yang dikemukakan oleh salah satu ilmuan hukum yang ada di Indonesia tentang hukum modern yang di gagas oleh Prof. Satjipto Rahardjo. Oleh karena keberadaan hukum modern yang seringkali mengeyampingkan keadilan secara norma moral, munculah pemikiran sebagai Law is the art of interpretation.
Dalam perkembanganya, etika sendiri bukan lagi sebagai konsepsi kepribadian manusia, yang hanya apabila munusia mengingat etika maka dia akan menjalankanya, dan yang tidak mengingatnya, maka tidak perlu menjalankanya. Kembali pada poros politik dan hukum, ternyata, dalam negara-negara dewasa ini, konsep etika telah menjadi sebuah produk dari politik hukum, secara tidak sadar, setiap pasal-pasal dalam produk hukum, khususnya di Indonesia pun mengandung nilai moral. Dengan hal tersebut, yang berarti etika bukan lagi sebagai ideologis, tetapi juga sebagai kewajiban dalam menjalankan jabatan politik.Â
Dalam dewasa ini, dalam menjalankan sebuah jabatan politik, etika merupakan pondasi penting, karena merupakan Principle yang harus selalu ditataati (Seharusnya). Tapi bagaimana jika pejabat negara sendiri kurang memperhatikan etika dalam menjalankan jabatan politiknya? Dalam negara maju, khusunya di Jepang sendiri, apabila seorang pejabat melanggar kode etik, maka secara kesadaran diri, ia akan mundur dari jabatan yang tengah di jalankanya. Karena jika seorang pejabat melanggar etik, ia bukan hanya membuat malu dirinya sendiri, tetapi juga membuat malu instansinya.
Karena memang  instansi yang mulanya berwibawa, telah tercoreng dengan pejabatnya yang melanggar etik. Memang secara kognitis, kesadaran etika di dalam menyelenggarakan pemerintahan di negara maju sangatlah terlihat. Berbeda sekali dengan negara berkembang, dimana jika melanggar kode etik, maka ia akan menunggu proses hukum sampai dikatakan secara hukum ia benar melanggar kode etik. Itulah kekurangan bila Etik dijadikan sebagai hukum, tetapi lebih parah lagi, jika tidak di undangkan, dalam artian, pejabat bisa berpura-pura tidak berbuat sesuatu yang bisa dikatakan sebagai Etik. Dalam hal ini, memang kesadaran hukum lebih tinggi karena memang etik sendiri menjadi sebuah hukum yang tertulis. Tetapi secara pragmatis, Etika tanpa diundangkan pun hanya menjadi sebuah penilaian antara buruk dan baik.
Sebenarnya, konsep dari pada politik modern bukanya hanya sekedar menjalankan kekuasaan sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku. Tetapi juga beriringan dengan etika sebagai penunjang. Seperti yang sering dikatakan oleh para ahli ilmu politik, "Politik modern adalah politik yang menjunjung nilai etika sebagai pondasi dasar untuk menjalankan politiknya". Dengan menjalankan pemerintahan yang berdasarkan nilai etik, maka akan sendirinya tercipta menjadi kekuasaan yang ber asaskan kemanusiaan.
Oleh sebab itu, penilaian buruk dan baik sebenarnya tidak perlu dibuktikan secara yuridis, tetapi secara ideologis pun harusnya manusia yang berintelektual dapat mengetahui dan membedakan antara yang benar dan yang salah. Itulah yang dinamakan kesadaran Etik. Kendatipun etik juga merupakan the part of morality. Dengan begitu, Etika menjadi pondasi utama dalam menjalankan pemerintahan yang berdasarkan pragmatis moralitas, yang sedemikian rupa, sehingga menjadikan sebuah penyelenggaraan negara dirasa tidak menyengsarakan rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H