Pria paruh baya itu menatap istri dan anak perempuannya yang sedang terlelap
Hutang sudah menumpuk
Investasi gagal
Tabungan menipis
Diberhentikan dari perusahaan
Penyakit menahun yang diderita
Semuanya lengkaplah sudah
Penyesalan tiada gunanya
Waktu tidak bisa diputar kembali
Perlahan ia berjalan dan menutup pintu kamar
Menatap ke arah jendela
Udara di luar sangat dingin dan angin bertiup dengan kencang
Ia mendesah dan kemudian berjalan membuka pintu rumah
Angin kencang berlomba untuk masuk dan siap menyambar yang ada didalamnya
Namun dengan cepat ia melangkah keluar dan menutup pintu
Pakaiannya tidak cukup kuat untuk menahan udara dingin yang menusuk
Namun dengan mantap ia berjalan
Menelusuri malam yang sepi
Berjalan dan terus berjalan
Sampai di sebuah rel kereta api
Pria itu kembali mendesah dan menuju ke tengah rel
Kakinya menginjak rel
Tubuh dan wajahnya menatap lurus ke arah depan
Tatapan kosong
Menanti kereta baja yang sebentar lagi akan melintas
Membawanya ke alam yang bebas
Meninggalkan segala kesedihan dan kepahitan hidup
yang tak mampu lagi ditanggungnya
Terbayang wajah dan tangis istri serta anaknya
Namun tekadnya sudah bulat
Maafkan …..
Sebuah cahaya kecil terlihat di kejauhan
Perlahan menghampiri
Sinarnya semakin terang
Pria itu tersenyum tipis
Inilah saatnya
Tiba-tiba kepalanya terasa sangat berat dan sakit
Pandangannya menjadi kabur
Segalanya terlihat gelap
Dan tak ada lagi yang dapat diingatnya
Saat terbangun,
Ia masih berada di rel kereta api yang sama
Tetapi ada yang berbeda
Di sepanjang sisi rel kereta api terdapat lilin-lilin yang menyala dengan terangnya
Di ujung rel terlihat samar-samar sebuah pintu
Badannya terasa lemah dan sakit namun dipaksakannya untuk dapat berdiri
Dimanakah ini?
Apakah ia sudah meninggal?
Dimana kereta api yang menabraknya?
Kalau begitu dimana tubuhnya?
Dengan penasaran dan tertatih pria itu berjalan ke arah depan.
Anehnya, setiap ia melangkah melewati lilin-lilin yang ada,
Lilin-lilin tersebut mulai padam satu per satu
Jalur rel mulai terlihat gelap
seiring padamnya lilin-lilin tersebut
Akhirnya tersisa sebuah lilin
Pria itu tak mampu melangkah lagi
karena jalan di depan tidak terlihat lagi
Semuanya hitam dan pekat
Dengan putus asa,
Ia berhenti tepat sebelum lilin tersebut berada
dan membungkuk untuk mengambil lilin tersebut
Cahayanya samar dan kecil namun cukup untuk menuntun jalannya
Pria itu kembali berjalan perlahan sambil menjaga dengan hati-hati
agar nyala lilin tetap stabil dan tidak padam
Ia berhasil mencapai pintu yang dimaksud
Di depan pintu tertulis “Kesempatan Kedua”
Pria itu mendorong pintu tersebut
Matanya secara refleks mengejap karena silaunya cahaya
yang terpancar di balik pintu tersebut
Dan kemudian segalanya kembali menjadi gelap
Tersadar,
Ia sedang terbaring di sebuah tempat tidur
Matanya samar-samar membuka
Mencoba mengenali wajah-wajah yang tertangkap oleh pandangan matanya
Seorang Dokter tersenyum padanya
Disampingnya terlihat istri dan anaknya dengan wajah yang cemas namun gembira
Jadi, Ia tidak meninggal?
Mengapa?
Dari cerita istrinya, seseorang yang kebetulan sedang
berjalan pulang menuju rumahnya menemukan pria itu
tergeletak di rel kereta api dan tidak sadarkan diri
Cahaya kecil yang dilihatnya ternyata bukan lampu kereta api
tetapi lentera lilin yang dibawa oleh pria tersebut
Hari itu kereta api malam mengalami kendala teknis
sehingga tidak beroperasi dan melintasi rel tersebut
Biaya rumah sakit ditanggung oleh sang Dokter yang baik hati
Pria itu ditawari pekerjaan yang layak oleh pria penolongnya
Ia menjadi orang yang lebih bijak dan bertanggungjawab terhadap keluarga
Ia tidak mengulangi kesalahan yang sama
Beberapa tahun kemudian anaknya lulus kuliah dan menjadi Perawat
Jika saja malam itu kereta api tidak mengalami kendala teknis
Jika seseorang tidak melewati jalan tersebut
Jika semua lilin yang dilewatinya di alam bawah sadarnya
padam dan tidak ada yang tersisa
Jika ia tidak berusaha menjaga lilin yang terakhir
dan mencapai pintu “Kesempatan Kedua” itu
Jika ia membiarkan semua keputusasaan menang atas dirinya
dan malam itu Ia meninggal
Mungkinkah kisahnya akan berbeda?
Mungkinkah keadaan seperti sekarang ini dapat dirasakannya?
Tidak, Ia tidak ingin memikirkannya lagi
Syukurlah ia tidak jadi meninggal malam itu dan menyerah terhadap hidup
Di usia tuanya dengan sisa-sisa penyakit yang masih ada
Pria itu duduk bersandar di teras rumahnya
Menatap sinar mentari pagi
Tak hentinya mengucap syukur
Berterima kasih untuk kesempatan kedua
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI