Sejak Tiwi teman sekelasnya memamerkan stiker label nama kiriman papanya, Hana jadi kesemsem berat sama benda yang satu itu. Lucu sih. Unik lagi. Ada gambar-gambar Miki, Winnie the Pooh, Hello Kitty, Tom and Jerry, dan masih banyak koleksi lainnya. Tiwi tidak perlu lagi capek- capek menuliskan nama, alamat, dan nomor teleponnya di sampul buku catatan dan buku pelajaran sekolahnya. Namanya sudah tercetak pada label nama. Tinggal ditempelkan saja. Gimana nggak asyik?!
Kemarin Hana sudah memesan lima buah label nama pada Tiwi. Kebanyakan? Memang Hana pinginnya begitu. Malahan kalau bisa Hana ingin memesan semua koleksi yang ada. Buat disimpan dan ditukar dengan koleksi teman-teman lain. Untuk itu Hana mati-matian menyisihkan sebagian uang jajannya. Kalau biasanya makan siang dengan sebungkus nasi kuning dan es jeruk di kantin sekolah, sekarang Hana lebih sering membawa bekal dari rumah atau jajan semangkuk mie bakso Mpok Inum. Hana rela puasa makanan yang enak-enak asalkan bisa menambah koleksi label namanya. Ia benar-benar sudah jatuh cinta kepada stiker-stiker yang lucu itu. Awalnya mama heran melihat kelakuan Hana. Biasanya kalau disuruh membawa bekal ke sekolah, marahnya minta ampun. Sekarang malah minta sendiri.
Belakangan mama akhirnya tahu hobi baru dari Hana ini. Mama sebenarnya tidak setuju. “Untuk apa pesan banyak-banyak? Cukup satu atau dua saja. Mau ditempel dimana?” “Ah Mama, itu kan hobi. Mama sendiri hampir tiap bulan membeli bunga. Mau ditaruh dimana semuanya? Lihat tuh, halaman rumah sudah pada penuh,” Hana mencoba berdalih. Mama hanya terdiam. Pintar juga anak ini. Akhirnya mama mau tidak mau menyetujui niat Hana untuk mengoleksi label nama. Tetapi dengan tegas mama tidak mau menambah uang jajan. Jadi Hana harus berusaha sendiri dengan jalan menabung dan tentu saja untuk sementara kualitas jajanan diturunkan (eits, jangan bilang-bilang mama. Nanti dia marah).
Hobi Hana makin menjadi-jadi. Tadi pagi Tiwi membawa brosur baru yang berisikan koleksi-koleksi gambar yang benar-benar membuat Hana tidak bisa tidur semalaman. Hana sampai bermimpi tertidur di atas ranjang yang penuh dengan label nama. Wow, asyiknya!
Pagi ini papa membuat kesalahan kecil. Sewaktu hendak berangkat ke sekolah, papa memberi uang kepada Hana. “Ada sedikit hadiah dari Papa. Kebetulan Papa dapat tambahan honor kerjaan. Nanti dipakai buat jajan dan beli buku yah.” Hana mengiyakan dan bersorak kegirangan dalam hati. Untung mama nggak melihat. Tapi ini kan rejeki Hana.
Sepanjang jalan sudah terbayang dimatanya koleksi-koleksi label nama yang akan dipesannya. Disaat teman-teman lainnya sedang istirahat makan siang, Hana hanya sibuk membolak-balik brosur, memilih-milih label nama yang akan dipesannya. Dan ternyata kali ini lebih gila lagi. Hana memesan label nama untuk seisi rumahnya. Papa, mama, adiknya Rona yang baru berumur 5 tahun, termasuk nenek Hana yang sudah mulai pikun. Gawat, hobi Hana benar-benar menakutkan. Kalau dipikir-pikir Hana baik juga yah. Tidak melupakan keluarganya. Hana memang rencananya mau menghadiahkan label nama pada mereka semua. Oow.
Hana tidak sabar menanti waktu dua minggu yang dijanjikan Tiwi. Ia sudah sangat ingin sekali melihat label-label nama pesanannya. Ia juga tidak sabar melihat ekspresi orang rumah saat menerima label nama pemberiannya. O iya, gimana ya ekspresi nenek? Hi…hi…hi… Hana tertawa saat membayangkannya. Dia sayang sekali pada neneknya. Orangnya baik tapi cerewet. Maklum kalau orang sudah tua, pikun! Kadang pertanyaan yang sama diulangnya berkali-kali. Hana sampai jengkel.
Akhirnya waktu yang dinanti-nantikan pun tiba. Dengan sangat hati-hati Hana memasukkan label-label nama pesanannya ke dalam tas. Saking terlalu sayang sampai takut kalau-kalau kotor atau sobek. “Mat siang Ma. Ini buat Mama.” Mama terkejut menerima label nama bunga tulip yang bertuliskan namanya. Belum hilang rasa terkejutnya, Hana memyodorkan label nama bergambar mobil. “Yang ini buat Papa. Hana mesan khusus buat Papa. Mudah-mudahan Papa suka. Jangan lupa dikasih ya Ma”
Hana kemudian berlari medapatkan adiknya Rona yang sedang duduk bermain masak-masakan. “Adikku sayang! Ini buat Rona. Bagus kan?” Rona nampaknya senang sekali dan mengeluarkan celotehan-celotehan yang menunjukkan kesukaannya pada pemberian Hana. Ia sibuk membuka bungkusan plastik dan melihat-lihat gambar menarik yang tercetak pada kertas-kertas kecil itu. Ia mulai menempelkannya sembarangan di atas meja, di lemari, dan buku. Stiker itu mengusik rasa ingin tahunya.
Hana sejak tadi sudah berlari ke teras belakang rumah. Dilihatnya nenek sedang duduk sendirian. “Nek, Nenek, ini buat Nenek,” teriak Hana. Nenek memandang pemberian Hana. “Apa ini?” “Label nama buat Nenek. Coba lihat, disini tertulis nama Nenek, Finna Selesta.” Nenek tertawa senang melihat namanya. Giginya yang agak kekuningan mengintip dengan malu- malu dari celah mulutnya. Walaupun kadang suka pikun, tetapi nenek tidak pernah melupakan namanya sendiri. Meskipun tidak mengerti mau dipakai dimana label nama itu, nenek mengambil dan menyimpannya dibalik kantong celananya. Pasti nanti akan disimpannya di dalam lemari kalau ia tidak lupa.
Malamnya waktu papa pulang, Hana dengan berdebar-debar menunggu reaksi papa. Papa hanya senyum-senyum. Berarti papa nggak marah. Tapi Hana tahu kalau mama sedikit jengkel. Biarin ah. Nyatanya juga mama menempelkan label nama pada peralatan kosmetiknya. Tadi sore Hana sempat melihat waktu melewati kamar mama.
Waktu berlalu. Hobi Hana masih terus berjalan. Mungkin hobinya baru akan berhenti kalau Tiwi tidak lagi membawakan brosur-brosur itu atau mungkin perusahaan pembuatnya telah ditutup. Kapan??!
Suatu petang, disaat semua sedang berada dirumah, ada surat dari pak pos. Tumben pak pos bawa surat. Dari siapa yah? Mama menerima surat itu. Sejenak mama tertegun, mengernyitkan kening. Hana melihat mama memberikan surat itu kepada papa yang lagi membaca koran di ruang tamu. Papa juga mengernyitkan keningnya. Hana jadi penasaran. Papa kemudian membuka amplop surat dan membaca isinya. Kertas suratnya berwarna merah muda dan bergambarkan bunga mawar. Hana dapat melihatnya dengan jelas dari karpet tempat ia duduk. Ia sedang bermain dengan Rona adiknya.
Tiba-tiba papa tertawa. Keras sekali dan terpingkal-pingkal. Wajah papa menjadi merah sekali saking merasa lucu. Mama meletakkan jari telunjuknya di depan mulut, menyuruh papa untuk tidak berisik karena nenek sedang tidur dikamarnya. Idih papa, kayak anak kecil saja. Surat itu buat papa yah? Kok ada gambar bunga mawar segala. Merah muda lagi. Apa dari teman cewek yang sekantor dengan papa? Tante Lina? Tante Selli? Masa sih? Masa papa sejahat itu? Kulihat mama juga sepertinya curiga dan heran mengapa papa tertawa. Papa menunjukkan isi surat itu kepada mama. Mama membacanya. Aneh, mama juga tak kuasa menahan tawanya. Mama sampai memegang-megang perutnya karena tidak bisa menahan tawa. Apanya yang lucu? Hana heran.
“Hana, sini! Kamu baca surat ini.” Mama tiba-tiba memanggil. Hana mendekat. Ia dari tadi memang sudah sangat penasaran. Ia tidak mempedulikan lagi adiknya Rona yang mulai menangis karena dicuekin. Hana membaca isi surat itu:
Buat Finna Selesta,
Hai, bisa kenalan gak? Namaku Finno Selosto. Nama kita hampir mirip- mirip kan? Aku tahu namamu dari brosur label nama. Kebetulan ada contoh beberapa koleksi yang ditampilkan dan disitu ada namamu. Aku langsung tertarik melihat nama kita yang hampir sama. Cuma kalau kamu cewek, aku cowok. Aku ingin berkenalan denganmu. Malah aku berharap bisa menjadi sahabat penamu. Aku belum pernah mempunyai seorang sahabat pena.
Aku tinggal di wilayah Jakarta bagian Timur. Aku tinggal bersama kedua orang tua dan kedua adikku. Hobiku memancing, nonton film, bermain sepakbola, dan menggambar. Kalau hobimu apa? Aku saat ini bersekolah di SMP Surya Harapan, tepatnya kelas II Biologi 3. Aku suka sekali belajar Biologi. Cita-citaku ingin menjadi seorang peneliti.
Demikian perkenalan yang singkat dariku. Aku sangat mengharapkan kita bisa menjadi sahabat yang baik. Suratku ini jangan lupa dibalas yah.
SALAM PERSAHABATAN, Finno.
Seperti mama dan papa, Hana pun tak kuasa menahan tawanya sekaligus merasa malu karena surat yang aneh itu. Ya ampun, Finna itu kan nenek. Finno tidak mengira kalau nama pada label nama itu adalah nama nenek yang sengaja dipesan oleh Hana untuk neneknya. Wajar memang, mana mungkin ada nenek-nenek yang memesan label nama? Jadi Finno berpikir Finna itu masih seusia atau tidak terlalu beda jauh dengannya, sampai berani ngajak kenalan. Kalau dia tahu Finna itu siapa, alamak!!
Nenek tidak pernah tahu kejadian itu. Kalaupun menceritakannya pada nenek, dia pasti tidak mengerti. Sepanjang malam papa dan mama terus menertawakannya. Mereka merasa lucu. Surat itu tidak pernah dibalas. Hana merasa malu untuk membalasnya. Hana juga menjaga perasaan Finno. Nanti dia marah dan tersinggung kalau tahu. Yang pasti, sejak hari itu, hobi Hana terhadap label nama mulai berkurang. Dan ia tidak berani lagi memesan label nama untuk keluarganya. Tiwi sampai heran. Hana tidak pernah menceritakan. Cukup saja menjadi rahasia keluarga mereka kalau nenek punya sahabat pena…hi…hi..hi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H