Mohon tunggu...
Rizky Kurniawan
Rizky Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pribadi

Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Badai di Buritan Kapal

8 Oktober 2016   15:00 Diperbarui: 10 Oktober 2016   00:03 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Freepik.com

Setelah kalimat terakhirnya itu terucap, dia memelukku dan kembali menangis. Aku hanya diam bingung akan seperti apa menghadapinya. Satu-satunya yang kuperbuat adalah meletakkan jemariku pada kepalanya, membelai rambutnya. Entahlah, aku berusaha menenangkannya.

"Re," gumamnya.

Aku tak menjawab. Atau boleh dibilang aku tak ingin menjawab.

"Maaf, Re. Aku tahu aku sangatlah salah. Tapi, kamu harusnya mengerti," katanya, lagi.

Sungguh perkataanya menurutku tidak masuk akal. Dan apa yang kulakukan saat ini pun sama tidak masuk akalnya. Aku masih memeluk dan mengusap kepalanya. Tindakan yang bertolak belakang dengan ....

"Aku mengerti, Leah. Tapi ...."

Leah melepaskan pelukannya. Dia menatapku dalam-dalam.

Aku pun membalas tatapannya. Mata itu, aku jatuh cinta pada matanya yang selalu berbinar, memancarkan keceriaan. Tapi kini sinarnya telah tertutup kabut gelap penghianatan. "Seharusnya tidak pernah terucap kata-kata itu. Aku berpikirnya, kalau prinsip itu telah kamu manfaatkan untuk keluar dari hubungan ini. Aku merasa, aku ini telah dicurangi," aku mencoba mengeluarkan apa yang berkecamuk di dalam hatiku.

Leah menggelengkan kepalanya. Dari kelopak matanya merembas air yang tak pernah aku inginkan. Banyangkan saja, dalam seharian ini sudah dua kali kulihat mata itu begitu terluka. Entahlah, luka seperti apa yang sebenarnya menyakiti mata indah itu. Apakah sama sakitnya dengan hatiku kini?

"Tidak, Re! ini sama sekali tidak seperti yang kamu pikirkan," katanya di tengah rembasan air yang mulai membasahi kedua pipinya. "Sebenarnya aku sudah mengira kamu akan berpikir demikian. Tapi sungguh, Re. Aku sama sekali tidak memanfaatkan itu. Aku tidak mencurangimu. Sengguh, Re! Aku benar-benar tidak tahu akan beralasan apa lagi agar ini tidak kamu sangkut pautkan dengan itu," katanya lagi.

Aku berpaling dari matanya. Kali ini pandanganku jatuh pada awan hitam yang rupanya sudah berhasil mengejar kapal kami, dan menenggelamkannya. Segaris terlihat rintik hujan mulai turun dan sesaat kemudian berhasil membasahi tubuh kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun