Pasal 157: Paling lama 2 tahun 6 bulan atau denda paling banyak 300 gulden
Pasal 207: Paling lama 1 tahun 6 bulan atau denda paling banyak 300 gulden
Pasal 208: Paling lama 4 bulan atau denda paling banyak 300 gulden
B. Kebijakan Pers Era Jepang
Sarana publikasi komunikasi diatur oleh penguasa Jawa-Madura (Balatentara XVI) dalam Undang-Undang No.16 tahun 1942. Hal yang paling menonjol yaitu berlakunya sistem izin terbit dan sensor preventif. Beberapa penerbitan media Indonesia berjalan di bawah kontrol ketat Jepang. Terdapat lima media yang diterbitkan Jepang untuk Jawa dalam rangka kepentingan propaganda, yaitu Asia Raya di Batavia, Tjahaja di Bandung, Sinar Baru di Semarang, Sinar Matahari di Yogyakarta, dan Suara Asia di Surabaya, serta terdapat majalah mingguan, Syu Shinbun di setiap daerah (Anom, E., & Waluyo, D., 2016). Terdapat 12 pasal dalam Undang-Undang No.16 tahun 1942, berikut beberapa pasal yang ditetapkan:
- Pasal 1 menyatakan bahwa semua jenis barang cetakan harus memiliki izin publikasi atau izin terbit.
- Pasal 2 melarang penerbitan yang sebelumnya memusuhi Jepang.
- Pasal 3 menegaskan pelarangan penerbitan barang cetak yang bersifat harian, mingguan, bulanan dan yang tidak tentu jangka waktu terbitnya, kecuali telah mendapat izin.Â
- Ketentuan sensor preventif ada di pasal 4 yang menyatakan semua barang cetakan, sebelum diedarkan harus melewati lembaga sensor Balatentara Jepang.
- Pasal 11 menyatakan bahwa para pelanggar pasal 4, 7, 8 dan 9 diancam hukuman sampai satu tahun penjara atau denda maksimum seribu rupiah yang pada zaman itu sangat mahal. Para tertuduh lebih dulu diajukan ke Gunsei Hooin atau Pengadilan Pemerintahan Militer. Kemudian, para pelanggar pasal 2, 3, 5, 6 diadili oleh Gunritsu Kaigi atau Pengadilan Militer.
Osamu Seirei No. 6 tahun 1944
Untuk membendung arus propaganda musuh, pemerintah militer Jepang mengganti undang-undang No. 16 tahun 1942 dengan Osamu Seirei No. 6 tahun 1944 tentang Mengawasi Penerbitan Dsb. Hal itu karena pemerintah Jepang khawatir musuh akan memanfaatkan media komunikasi yang ada, sehingga pemerintah militer Jepang mulai memberlakukan suatu alat kontrol terhadap seluruh media komunikasi massa termasuk pers, film, seni pertunjukan, gambar-gambar, lukisan-lukisan, pidato dan naskah sandiwara yang akan diedarkan serta dipertunjukkan kepada masyarakat. Â (Yuliati, D., 2018).
Terdapat 16 pasal dalam Osamu Seirei No. 6 tahun 1944 yang mengandung lebih banyak larangan dan sanksi tegas bagi pelanggarnya, beberapa pasal yang ditetapkan antara lain:
Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa surat, gambar, lukisan, yang dapat menghambat usaha perang tentara Jepang, atau mengganggu ketentraman dan ketertiban umum serta mengganggu pemerintahan militer, tidak boleh diumumkan.
Pasal 14 ayat 1 memuat ketentuan barang siapa mengumumkan surat kabar, gambar, lukisan, berlawanan dengan pasal 1 ayat 1 dihukum mati, atau dihukum penjara seumur hidup atau berbatas, atau dihukum denda paling banyak f. 50.000,-Â
Pasal 14 ayat 2 berisi ketentuan bahwa barang siapa mengumumkan surat, gambar, lukisan, berlawanan dengan pasal 1 ayat 2 dihukum penjara paling lama 3 tahun atau dihukum denda paling banyak f. 5.000,-Â
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!