Mohon tunggu...
rkholil
rkholil Mohon Tunggu... -

~

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ada Uang Ada Korupsi; Investigasi di Kantor Imigrasi Yogyakarta

2 Oktober 2011   17:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:24 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

T : “Oke, Mas. Terima kasih banyak, kita ke belakang dulu…”

Intinya, ternyata tukang parkirnya sendirilah yang terbiasa melakukan praktik pencaloan, walaupun di berbagai sudut halaman tersebut terpampag berbagai pesan antipencaloan. Namun, kami belum berhasil mendapatkan informasi rigid tentang nominal yang dibutuhkan sebagai tambahan dan berapa lama masa birokrasi dapat dipotong.

Tim pun melanjutkan investigasi dengan mendatangi salahsatu warung di sebelah Kantor. Salahsatu anggota tim yang mendatangi warung berhasl mendapatkan informasi yang belum lengkap yaitu nominal biaya tambahan, jangka waktu bantuan pengurusan, dan jalur pencaloan yang terjadi. Pemohon perlu menyiapkan Rp700.000,- jika menginginkan jalur yang paling cepat, yaitu 1 hari, sore itu pun langsung jadi, tinggal mengambil foto diri di dalam. Dengan Rp500.000,-, pemohon bisa dibantu untuk mendapatkan paspor dalam waktu 2 hari. Pemilik warung itu sendiri, Ibu D, yang akan membantu mengurus langsung permohonan paspor tersebut ke pejabat tingkat tinggi di Kantor.

Proses investigasi kami cukupkan dengan telah didapatkannya informasi yang cukup jelas tentang jalur pencaloan, walau kami belum berhasil mendapati langsung praktik pencaloan yang tengah berlangsung. Dibanding Kantor Imigrasi di Jakarta, Kantor Imigrasi Yogyakarta memang jauh lebih bersih. Prosedural sangat jelas dan kami dengan mudah mendapatkan informasi tersebut berikut produk hukum yang dirujuk. Praktik pencaloan tidak segamblang yang ditemukan di Jakarta, yang selalu terjadi tiap waktunya, bahkan pemohon langsung ditawari bantuan non-prosedural saat baru menginjakkan kaki di komplek Kantor. Namun tetap saja praktik pencaloan ada, tidak bisa benar-benar hilang.

Beberapa wacana berkembang sebagai sebab-sebab filosofis-sosologis sekaligus solusi, terkait praktik pencaloan yang tampaknya bisa ditemukan di mana saja di negeri ini. Di antaranya adalah kesejahteraan pegawai, walau tentu peningkatan kesejahteraan tidak bisa menjadi solusi tunggal mengingat ketamakan tidak mempunyai korelasi dengan terpenuhinya kebutuhan, manusia selalu berharap lebih. Wacana lain adalah kerumitan prosedur birokrasional pengurusan administrasi publik yang menyebabkan warga tidak selalu memilih jalur resmi. Selain itu, penegakan hukum dan kontrol publik masih sangat lemah, bahkan terkadang pulik sendiri secara aklamatif lebih memilih jalur tidak resmi, tak apa-apa sedikit lebih mahal asalkan dapat memotong birokrasi. Publik masih sangat permisif.

Penulis berharap hal-hal di atas dapat segera diatasi bersama-sama, mengingat rakyat tidak bisa berlepas tangan menyerahkan tanggung jawab pengentasan korupsi kepada pemerintah. Pertama, karena pemerintah tidak mampu memberantas korupsi sendirian tanpa dukungan rakyat, dan kedua, karena yang melakukan tindak dan sikap korupsi kebanyakan justru lembaga resmi pemerintahan.

Sekian laporan sekaligus refleksi dari hasil investigasi tim kami. Salam antikorupsi.

Penulis adalah mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Indonesia, aktif di SPEAK-Suara Pemuda Antikorupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun