Amien Rais pun menyuarakan ide federalisme ini dikarenakan keinginannya untuk menghentikan kebijakan sentralistik secara holistik, dan asumsi bahwa nasionalisme tidak perlu terganggu hanya karena berubahnya bentuk negara. Justru saat ini tampak ilusi nasionalisme di saat orang-orang lebih memperjuangkan eksistensi daripada esensi seperti misalnya DPR yang padahal esensinya adalah mewakilkan rakyat sebagai pemaknaan definitif dari namanya namun justru menyibukkan diri untuk mencari kenyamanan pribadi.
Selain itu, anggapan bahwa bentuk negara federal akan lebih rentan terhadap disintegrasi bisa dibilang kurang kuat landasan logikanya mengingat justru saat ini di mana-mana separatisme muncul sebagai bentuk protes atas identitas NKRI yang terkesan dipaksakan, kenyataan pluralitas yang kurang diperhatikan, dan sentralisasi dan ketimpangan yang belum juga berhasil diselesaikan bahkan setelah masa yang disebut oleh sebagian orang sebagai era reformasi ini bergulir selama satu dasawarsa.
Otonomi Daerah dan Federalisme
Konsep otonomi daerah terbukti belum berhasil dipersepsikan secara seragam oleh para pengambil kebijakan. Perubahan kelembagaan oleh karenanya bisa diterapkan namun dengan substansi kebijakan yang masih sulit untuk berubah dari sentralistik. Sehingga, sekeras apapun otonomi daerah secara formal berusaha diterapkan, kerangka dasar kebijakannya masih tetap sentralistik sesuai mindset para pemangku kebijakan yang sampai saat ini masih tampak tegas mematok NKRI sebagi harga mati.
Ninok Leksono, Redaktur Senior Harian Kompas, menyatakan bahwa kondisi Indonesia saat ini yang secara umum masih sentralistik mirip dengan keadaan Uni Sovyet pada penghujung ajalnya. Pemerintahan yang terpusat dan di sisi lain belum benar-benar transparan baik dalam segi anggaran maupun penetapan peraturan, penegakan hukum, dan wilayah wewenangnya yang lain, tidak mampu mengontrol suatu negara dengan wilayah yang sangat luas apalagi dalam kasus Indonesia juga sangat plural baik dalam segi kesukuan, agama, budaya, bahasa, afiliasi ideologi, dan lain-lain. Walaupun, dalam prosesnya, perlu diperhatikan untuk hal ini terjadi benar-benar dengan sukarela dan berlandaskan itikad baik tiap elit di tingkat pusat dan daerah agar tidak mengikuti sejarah Uni Sovyet yang bubar, sempat menjad CIS (Centre of Independent States), namun kemudian benar-benar menjadi negara-negara yang terpisah dan berbeda sendiri-sendiri. Bagaimanapun, keutuhan bangsa tetap hal yang penting dan esensial untuk dipertahankan sebagai bentuk kesamaan nasib, sejarah, dan tujuan yang tertuang dalam bentuk kesepakatan bersama mendirikan negara.
Dengan memfederalkan Indonesia, setidaknya akan tercapai beberapa hal. 1) kekuasaan yang tersebar akan memberikan dua keuntungan yaitu berkurangnya peluang dan praktik korupsi karena berkurangnya absolutitas kekuasaan dan menguatnya mekanisme check and balances termasuk secara langsung dengan publik konstituen di daerah. 2) teredamnya semangat dan aksi separatisme yang merupakan bentuk protes akan praktik sentralisasi dan ketimpangan pembangunan ekonomi. 3) dengan terciptanya Good Governance sebagai efek dari tercapainya poin (1), lebih meratanya taraf ekonomi secara umum akan mengurangi tindak kekerasan seperti terorisme dan anarkisme yang cenderung banyak dipicu oleh rasa frustasi terhadap kondisi ekonomi dan kesenjangan sosial. 4) kemandirian tiap calon negara bagian akan menguatkan inisiatif untuk saling bersaing secara positif dalam mengembangkan networking dan kerjasama eksternal yang bisa meningkatkan investasi. 5) pemerintah pusat dapat lebih berfokus untuk memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional, sebagai bentuk penerapan salahsatu tujuan bernegara yaitu ikut andil dalam menyelenggarakan perdamaian dunia. 6) dengan mengurangi integrasi koersif nasional yang menekan, integrasi fungsional nasional yang mutualistis dan integrasi normatif nasional yang mempersatukan secara nilai akan menguat dan kemudian memperkuat rasa nasionalisme.
Kesimpulan
Melihat sejarah penerapan otonomi daerah di Indonesia yang masih parsial dan semu, ide federalisme tampaknya perlu lebih dikaji untuk lebih membuka mata akan keberadaan opsi bentuk negara yang sebenarnya tak salah untuk diuji secara konseptual. Ide federalisme diharapkan bisa menyelesaikan problem mindset sentralistik pembangunan yang kurang berhasil ditanggulangi jika hanya melalui pendekatan kelembagaan tanpa menguatkan landasan pemikiran dan kebijakannya. Dialog tentang ide ini patut untuk tidak dibatasi hanya dengan alasan kesakralan NKRI dan UUD 1945 namun dengan mengabaikan kepentingan nasional yang lebih besar.
Bung Hatta Sang Proklamator Kemerdekaan Bangsa berkata, “jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.” 28/4/11.
Bibliografi
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 2008.