patah hati adalah aktivitas manusia untuk mengenali diri, bahwa diri sendiri perlu diperbaiki dan berhenti merasa mampu menaklukan apapun yang ada, karena ketika yang kamu mau tidak terjadi maka kamu akan patah hati, contohnya patah hati Sang Raja.
"hey, kalian nanti harus melanjutkan tahtaku, pimpin rakyat dengan adil dan jangan mementingkan diri sendiri?" Sahut Sang Raja kepada kedua putranya, Dipo dan Ojin.
"adil itu caranya bagaimana, Pak?" tanya Dipo.
"misal kamu punya makanan, jangan kamu makan sendirian, berbagilah, apalagi kalau makanannya kamu suka, itu adalah hal terbaik, berbagi hal yang disukai" jawab Sang Raja
lalu Dipo bertanya lagi "kita harus berbagi hal yang kita suka?"
"iya" Jawab Sang Raja.
"kalau kita suka kepada seorang cewek, berarti kita harus ngasih cewek itu ke orang lain, dong, Pak?" Dipo menjawab.
lalu Dipo dikeplak Ojin.
Sang Raja pun memberi perintah untuk mereka berpetualang ke negara lain, agar mereka mengerti rasanya hidup menjadi orang biasa, tanpa harta orang tua.
Ojin protes "bagaimana kalau kami mati disana, Pak?"
"pertanyaan bagus, Ojin" sahut Pak Raja.
"boleh gak Ojin saya keplak aja, Pak?" tanya Dipo
"jangan, soalnya pertanyaannya bagus"
"kok saya tadi dikeplak boleh?"
"iya, soalnya pertanyaan kamu gila"
lalu Dipo dan Ojin tertawa.
"untuk menjawab pertanyaan kamu, bapak harus menjelaskan, bahwa bapak tidak hidup abadi, bapak juga akan mati"
terlihat Dipo matanya sedikit berkaca-kaca.
"karena itu, bapak ingin kalian berdua siap secara kedewasaan, ketika bapak hidup ataupun ketika bapak sudah dibawah bumi"
"hah? bapak ngapain dibawah bumi?" tanya Dipo.
"itu artinya dikubur, Dipo!" jawab Ojin "Pak, boleh ngga dia dikeplak?"
"jangan deh, kasian" sahut Sang Raja
"nah, karena bapak tidak selamanya hidup, kalian harus bisa hidup tanpa bapak" lanjut Sang Raja "kalian harus berkelana, mencari, berpikir dan praktek sendiri, karena dunia tidak akan menerima orang lemah"
"lemah? kan kita anak raja, masa lemah sih!" Ojin, menyombong.
"nah ini boleh dikeplak" jawab Raja.
Plak!
suara Dipo membalas dendam seraya tertawa.
"kamu pikir hidup di istana artinya kita tidak akan mati?"
Dipo dan Ojin pun menggelengkan kepala.
"kamu pilih aja.." lalu Raja melanjutkan "mati dalam keadaan berjuang di perantauan atau mati dalam keadaan pecundang dalam kenyamanan"
"kok pecundang dalam kenyamanan, Pak?" tanya Ojin.
"iya, kan yang jadi raja itu bapak, bukan kalian"
"tapi kan kita anak raja, pak, masa sih kita akan sengsara?" tanya Ojin, lagi.
"hey, kalian pikir manusia di dunia tidak akan sedih dan sengsara?"
mereka menggelengkan kepala.
"hahaha, kalian salah, manusia baru lahir saja sudah menangis, itu artinya sedih kan?"
Dipo pun menangis sejadi-jadinya.
"tapi kenapa kita harus pergi jauh, Pak?" Dipo bertanya sambil tersedu.
"supaya kalian jadi kucing kampung, bukan kucing rumahan" jawab Sang Raja.
"maksudnya?" mereka bertanya, berbarengan.
"kucing kampung makan apapun tetap bisa hidup biarpun dari tempat sampah, bertarung juga siap, daya tahan tubuhnya kuat, sementara kucing rumahan, bagaimana?" tanya Sang Raja
"Eee... dia makanannnya disediakan manusia, Pak" jawab Dipo
"benar Dipo"
"terus apa masalahnya kalau dia makanannya disediakan manusia?" tanya Ojin
"kalau manusianya mati, bagaimana, apa kucing rumahan bisa hidup tanpanya?"
"kalau bapak mati bagaimana, apa kalian bisa hidup tanpa bapak?"
"bapak akan merasa sangat patah hati jika mati meninggalkan anak-anak bapak yang belum siap ditinggal pergi"
lalu mereka bertiga menangis bersama.
kesimpulan; merantau, hidup di istana memang enak, dihormati, tapi kalau raja mati apakah kamu masih dihormati?
Nizami, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H