"Oh, you're here. What are you doing?" tanyanya dengan nada ceria, tetapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih gelap.
Kenandra berdiri, tubuhnya menegang. "Liliana, aku ingin bicara denganmu. Sekarang."
Liliana tampak terkejut, tetapi ia dengan cepat menggantinya dengan senyum manis.
"Tentu saja, Kak Ken. Apa ada masalah?"
Kenandra menatap Ariana sejenak sebelum melangkah keluar dari perpustakaan, diikuti oleh Liliana. Ketika mereka berada di lorong yang sepi, ia berbalik dan menatap adik tirinya dengan tajam.
"Apa yang kau lakukan, Liliana?" tanyanya dengan suara rendah namun penuh tekanan.
Liliana mengerutkan kening, berpura-pura tidak mengerti. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."
"Jangan berpura-pura bodoh," desis Kenandra.
"Aku tahu kau yang menyebarkan rumor tentang Ariana. Apa tujuanmu?"
Liliana tertawa kecil, tetapi tawa itu dingin dan tanpa humor.
"Tujuanku? Kak Ken, aku hanya mengatakan apa yang kulihat. Jika orang-orang mulai berbicara, itu bukan salahku."
Kenandra menggenggam tangan di sisinya, mencoba menahan amarahnya.
"Kau tahu itu tidak benar. Ariana tidak pernah melakukan apa pun yang pantas untuk digosipkan. Kau hanya mencoba menghancurkannya."
Liliana mendekat, wajahnya berubah serius.
"Kenapa kau begitu peduli padanya, Kak Ken? Kau tahu dia bukan siapa-siapa di keluarga ini. Dia hanya anak dari ibu tirimu. Kenapa kau selalu membelanya?"
Kenandra terdiam, tidak bisa menemukan jawaban yang tepat. Ia tahu bahwa hubungannya dengan Ariana telah melampaui batas-batas yang seharusnya, tetapi ia tidak akan mengakui hal itu, terutama di depan Liliana.
"Ini peringatan terakhir, Liliana," katanya akhirnya.
"Hentikan permainan kotormu, atau aku tidak akan diam saja."
Liliana tersenyum tipis, tetapi matanya bersinar dengan kebencian. "Kita lihat saja, Kak Ken. Kita lihat siapa yang menang pada akhirnya."
Ia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Kenandra dengan pikiran yang semakin kacau. Ia tahu bahwa Liliana tidak akan berhenti begitu saja, dan ia harus menemukan cara untuk melindungi Ariana sebelum semuanya terlambat.
***
Liliana menyadari bahwa waktunya untuk bertindak lebih agresif semakin mendesak. Ia merasa posisinya di keluarga ini akan tergoyahkan jika ia tidak segera menghancurkan Ariana secara total. Di matanya, keberadaan Ariana bukan hanya ancaman bagi rencana pribadinya tetapi juga simbol kelemahan yang tidak bisa ia terima.
Pada saat yang sama, Ariana berusaha menjaga jarak dari konflik. Ia mulai lebih sering mengunci diri di kamarnya, melukis untuk mengalihkan pikirannya. Warna-warna yang ia pilih untuk karyanya semakin gelap, mencerminkan beban yang ia rasakan. Namun, melukis hanya memberikan pelarian sementara. Bisikan-bisikan di rumah terus menghantui pikirannya.
Kenandra, di sisi lain, tidak tinggal diam. Ia mulai menyelidiki sumber rumor yang menyebar di rumah mereka. Dengan kecerdasannya, ia dengan cepat menyusun potongan-potongan informasi yang mengarah pada Liliana. Namun, Kenandra tahu bahwa menghadapi Liliana secara langsung lagi tidak akan menyelesaikan masalah. Ia membutuhkan bukti yang kuat untuk menghentikan permainan adik tirinya itu.
Sementara itu, Liliana memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih drastis. Ia memalsukan surat dengan tulisan tangan Ariana, seolah-olah surat itu adalah pengakuan cinta untuk Kenandra. Surat itu dengan cerdik ia tinggalkan di ruang kerja Kenandra, tempat yang tidak terlalu mencurigakan tetapi cukup strategis untuk ditemukan oleh para pekerja rumah tangga.
Ketika surat itu ditemukan, desas-desus yang sudah mereda kembali menyala dengan lebih kuat. Kali ini, gosip yang beredar tidak hanya tentang Ariana tetapi juga tentang Kenandra. Para pekerja rumah tangga mulai berspekulasi bahwa ada hubungan terlarang di antara mereka, sesuatu yang tidak bisa dimaafkan.
Kenandra yang mendengar rumor ini segera menghubungi salah satu pekerja kepercayaannya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ketika ia akhirnya melihat surat itu, ia langsung mengenali bahwa itu adalah jebakan. Tulisan tangan itu memang menyerupai milik Ariana, tetapi ada detail kecil yang membuatnya yakin bahwa surat itu palsu.
Dengan surat itu di tangannya, Kenandra menghadapi Ariana. Ia menemukan gadis itu di taman belakang, duduk di bangku dengan wajah yang tampak lelah.
"Ariana," panggil Kenandra pelan.
Ariana mendongak, matanya yang biasanya lembut kini dipenuhi kelelahan.
"Ada apa, Kak Ken?"
Kenandra duduk di sebelahnya, lalu menunjukkan surat itu.
"Kau tahu tentang ini?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI