Salah satu inovasi layanan transaksi digital yang belakangan ini populer, khususnya di kalangan muda-mudi Indonesia adalah adanya QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Sebuah sistem yang dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sehingga sah digunakan sebagai alat pembayaran berbasis QR code secara non tunai hanya dengan smartphone. Penggunaan QRIS yang dinilai cukup praktis dan fleksibel digunakan di kalangan masyarakat, baik untuk penjual sebagai penyedia merchant ataupun untuk pembeli dapat menggunakan jasa ini di mana pun dan kapan pun. Namun, dibalik kemudahan yang tersedia, QRIS juga menimbulkan tantangan baru, khususnya bagi para kalangan masyarakat yang dinilai kurang mampu dalam mengelola keuangan pribadi. Sehingga perlu ditinjau kembali apakah dalam penggunaan QRIS dapat menguntungkan atau justru sebaliknya?
Dampak Bertransaksi dengan QRIS Secara Berlebihan
Adapun dampak yang timbul pada individu yang kerap bertransaksi dengan QRIS secara berlebihan:
1. Kebiasaan Bertransaksi Secara Impulsif dan Konsumtif
Praktisnya bertransaksi hanya bermodalkan smartphone, sering kali membuat individu, terutamanya generasi muda yang melek teknologi dan merupakan pengguna QRIS terbanyak cenderung impulsif dan konsumtif. Di mana impulsif merupakan perilaku yang dilakukan tanpa mempertimbangkan konsekuensi yang dapat diterima, sedangkan konsumtif dapat dikatakan sebagai bentuk dari perilaku boros. Adakalanya mereka tidak menyadari telah bertransaksi untuk hal-hal yang kurang menjadi prioritas belanja atau bahkan secara tidak terencana karena prosesnya yang instan dan secara fisik tidak terlihat bahwa uang tersebut telah digunakan secara berlebihan.
2. Ketergantungan pada Teknologi
Di jaman serba digital ini, sering kali kita lupa bahwa uang tunai rupiah merupakan alat pembayaran yang sah ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk digunakan dalam bertransaksi hingga saat ini. Namun, masih sering dijumpai, khususnya di kawasan pusat perbelanjaan yang hanya menerima uang secara non-tunai. Hal tersebut sebaiknya tidak untuk di normalisasikan karena mengingat generasi tua yang kurang mahir dalam penggunaan dompet digital. Adapun akibat lain dari ketergantungan teknologi seperti ketika terjadi gangguan atau error yang sering kali terjadi pada produk-produk digital sehingga dapat mengganggu proses transaksi yang hendak dilakukan.
3. Besarnya Risiko Keamanan dan Kehilangan Uang Akibat Penipuan
Kebebasan dalam bertransaksi yang disediakan oleh QRIS justru meningkatkan risiko penipuan yang ada apabila seseorang tersebut tidak berhati-hati dalam memindai QR code yang ada. Pengguna harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan teliti untuk tidak memindai QR code yang memiliki sumber non kredibel atau di luar pihak terpercaya untuk menjauhkan diri dari potensi kehilangan uang atau bahkan penipuan online yang saat ini marak terjadi.
Fenomena Gen Z dalam Penggunaan QRIS
Gen Z merupakan generasi yang tumbuh di era digital, di mana teknologi memainkan peran yang penting dalam keseharian. Dengan adanya revolusi teknologi dan terciptanya produk-produk digital smartphone, telah mengubah seluruh tatanan dalam kehidupan masyarakat menjadi lebih praktis dan efisien termasuk dalam sektor keuangan. Dalam bertransaksi, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) merupakan salah satu pilihan selain dompet digital yang marak digunakan oleh generasi ini. Prinsip penggunaan QRIS pun begitu selaras dengan pribadi Gen Z yang terbiasa serba cepat dan mudah. Cukup dengan smartphone, tanpa perlu repot membawa dompet dan mengeluarkan serta menghitung uang, transaksi dapat dilakukan.
Hal ini pun memberikan dampak yang mengkhawatirkan jika dilakukan secara berlebihan dan tanpa kontrol. Gen Z juga memiliki kecenderungan mengikuti tren gaya hidup sesuai dengan standar sosial yang ada. Media sosial merupakan sarana dalam promosi gaya hidup yang tentunya dapat diakses oleh semua kalangan, misalnya nongkrong di kafe hits atau membeli barang-barang yang sedang viral. Ditambah lagi dengan adanya QRIS yang memberikan akses transaksi dengan lebih mudah untuk memenuhi hasrat tersebut. Sehingga, mereka sering kali melakukan transaksi dengan frekuensi yang tinggi tanpa sadar. Bahkan untuk keperluan yang kurang mendesak sekali pun.
Hal ini pun sering kali didapati dalam cuitan atau tweet di aplikasi jejaring sosial X. Di mana, Gen Z mengaku bahwa mereka aktif dalam menggunakan QRIS dan sering kali berujung pada perilaku konsumtif. Mereka juga mengeluhkan bahwa dengan adanya QRIS yang seharusnya memudahkan menjadi tombak bermata dua untuk keuangan. Dalam sebuah tweet oleh akun pribadi @cindetr menulis: “SERU SEKALI YA… PAKE QRIS… BAYAR INI ITU… JADI MUDAH… DAN SAT SET… DAN UANGKU… LANGSUNG HABIS” (7 Desember 2024). Tweet tersebut menuai respon persetujuan dari warganet yang mengalami pengalaman serupa.
Dari fenomena tersebut, jika tidak ditangani dengan tepat, maka dampak jangka panjang yang datang tidak dapat dipungkiri misalnya kesulitan menabung dan berujung mengajukan pinjol atau pinjaman online yang akan sangat merugikan ke depannya. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran diri dengan melakukan literasi serta kontrol diri yang baik untuk memonitor pengeluaran sehingga adanya kemajuan teknologi dan informasi dapat digunakan secara maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H