Mohon tunggu...
Rizva Rahmadien Salama Budiman
Rizva Rahmadien Salama Budiman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi di Universitas Pendidikan Indonesia

Halo, saya seorang mahasiswa Psikologi di Universitas Pendidikan Indonesia yang sangat tertarik dengan isu sosial, politik, dan kesehatan mental.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Child Labor dan Dampaknya pada Kesehatan Mental Anak

23 Juni 2022   16:55 Diperbarui: 23 Juni 2022   16:58 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalian suka bete gak, sih, kalau jalanan mulai macet? Biasanya buat ngisi waktu selama macet kalian ngapain? Mungkin jawabannya ada yang scrolling media sosial, karaoke pake alunan lagu di radio, tidur, atau mungkin liatin kondisi jalanan sambil ngelamun. Kehidupan jalanan ternyata gak sesepi itu, yaa. Terutama di kota-kota besar. Ada banyak pedagang asongan, pengamen, dan juga anak jalanan. 

Ngomongin tentang anak jalanan, ada yang tau gak, sih, awal mula munculnya anak jalanan di Indonesia? Ternyata, fenomena anak jalanan diawali dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998. Krisis ini memicu beragam dampak di semua aspek, salah satunya aspek sosial. Nah, sejak terjadinya krisis tersebut, Indonesia mengalami berbagai permasalahan sosial. Salah satu permasalahan tersebut adalah meningkatnya jumlah anak jalanan yang terpaksa atau dipaksa bekerja karena tuntutan ekonomi. Istilah untuk anak yang dipekerjakan disebut juga sebagai child labor. Dalam banyak studi, disebutkan bahwa child labor atau pekerja anak ini berhubungan dengan prevalensi gangguan mental dan juga berhubungan dengan satu atau lebih jenis kekerasan. 

Suyanto mendefinisikan kekerasan anak sebagai serangkaian tindakan yang melibatkan pelukaan secara fisik, mental, atau juga seksual, yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tanggung jawab pada kesejahteraan anak. Kekerasan ini diindikasikan dengan ancaman serta ketidaknyamanan terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. 

Bentuk kekerasan pada anak ini juga ada bermacam-macam. Berikut merupakan macam-macam child abuse menurut Terry E. Lawson:

  1. Physical Abuse

Bentuk kekerasan ini dilakukan dengan melukai secara fisik bagian tubuh anak, baik menggunakan suatu alat atau tidak. Akibat dari bentuk kekerasan ini di antaranya adalah cedera serta luka fisik.

  1. Emotional Abuse

Kekerasan jenis ini kerap keliru diartikan sebagai kondisi mendisiplinkan anak. Bentuk kekerasan ini muncul dari berbagai pengabaian secara konsisten dalam waktu lama yang dilakukan orang tua atau juga orang yang bertanggung jawab terhadap anak, misalnya mengancam, mendiskriminasi, meremehkan, dan lain sebagainya. 

  1. Verbal Abuse

Penghinaan, mental abuse, melabeli, serta menyalahkan anak merupakan beberapa contoh dari kekerasan verbal sebagai akibat dari pola komunikasi yang tidak baik antara orang tua dan anak.

  1. Sexual Abuse

Kekerasan ini melibatkan pemaksaan hubungan seksual pada anak, seperti pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual untuk tujuan komersial, dan lain sebagainya.

  1. Komersialisasi

Kekerasan jenis ini dilakukan dengan mengambil keuntungan komersial sepihak oleh orang tua. Contohnya seperti penelantaran, eksploitasi, prostitusi, serta perdagangan yang dilakukan pada anak.

Nah, berkaitan dengan komersialisasi anak, pada tahun 2013, International Labour Organisation (ILO) melaporkan bahwa ada sekitar 265 juta anak yang dipekerjakan di seluruh dunia. Pekerja anak lebih tersebar luas di negara-negara berpenghasilan rendah. Mirisnya, lebih dari separuh pekerja anak terlibat dalam pekerjaan berbahaya. 

Data lainnya menunjukkan bahwa 1 dari 10 anak di Vietnam adalah pekerja anak. Nggak cuma itu, ternyata 62,5% pekerja anak di Turki mengalami kekerasan, loh, di tempat kerjanya, 21,8% berupa kekerasan fisik, 53,6% berupa kekerasan emosional, dan 25% berupa kekerasan seksual, 100% mengalami pengabaian fisik dan 28,7% mengalami pengabaian emosi.

Lalu, siapa saja, sih, yang bisa disebut sebagai anak jalanan? Silva mendeskripsikan karakteristik anak jalanan sebagai berikut:

(1) Anak yang bekerja di jalanan dan ditelantarkan atau kabur dari rumah, 

(2) Anak yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja, dan 

(3) Anak yang keluarganya tinggal di jalanan. 

Penyebab munculnya anak jalanan ini juga beragam. Perintah untuk bekerja dari orang tua, terancam putus sekolah, perlakuan buruk dari orang tua, tuntutan ekonomi, dan eksploitasi adalah beberapa contohnya. Keadaan yang memaksa anak berada di jalanan menimbulkan berbagai risiko baik terhadap kesehatan fisik, mental, maupun keselamatan mereka secara umum.

Penelitian menemukan bukti dampak buruk child labor terhadap kesehatan mental anak. Anak yang bekerja memiliki prevalensi lebih tinggi dalam masalah suasana hati (mood problems), conduct disorder (gangguan serius pada emosi dan perilaku yang ditandai dengan perilaku destruktif dan ketidakpatuhan), hingga separation anxiety. Selain itu, anak perempuan yang bekerja lebih rentan mengalami kekerasan dalam keluarga. 

Keterlibatan anak-anak secara konstan dalam kegiatan yang berisiko tinggi dapat memancing frustasi pada anak sehingga mereka menarik diri dan mengurangi komunikasi. 

Bukti lainnya menunjukan bahwa ternyata terdapat perbedaan yang signifikan dalam tingkat efikasi koping dan kesehatan psikososial antara anak sekolah yang bekerja, anak sekolah yang tak bekerja, dan anak yang bekerja dan tak sekolah. Dalam hal ini, anak yang bekerja dan tak sekolah memiliki efikasi koping yang terendah.

Finkelhor dan Browne berpendapat bahwa ada tiga jenis efek dari trauma akibat dari kekerasan pada anak, di antaranya:

  1. Betrayal (pengkhianatan)

Kepercayaan merupakan komponen penting yang harus terjalin dalam hubungan anak dan orang tua. Namun, saat terjadi kekerasan, kepercayaan anak terhadap orang tua tidak lagi utuh dan mengancam kenyamanan anak.

  1. Powerlessness (ketidakberdayaan)

Saat mengalami kekerasan, anak akan merasakan takut dan hal tersebut akan menimbulkan mimpi buruk, kecemasan, hingga fobia. Perasaan tidak berdaya ini akan memunculkan rasa lemah dan tidak mampu pada anak. 

  1. Stigmatization

Kekerasan pada anak akan membentuk gambaran diri yang buruk. Hal ini karena anak merasa bersalah dan malu atas ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya untuk membela serta mengontrol dirinya. Anak-anak korban kekerasan juga merasa berbeda dari yang lain sehingga menimbulkan rasa ingin menghukum dirinya sendiri.

Mengetahui banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari kekerasan pada anak tadi, kita perlu memberikan perhatian khusus untuk mengatasi masalah ini. Selain itu, sangat penting juga untuk kita bisa memahami kaitan antara bekerja di usia dini dengan masalah kesehatan mental karena buruknya kesehatan psikologis di masa kanak-kanak akan menimbulkan kesehatan yang buruk di kemudian hari, serta memiliki dampak serius pada opportunities in life. 

Disebutkan juga bahwa alasan biasanya anak jalanan kembali ke jalan walaupun sudah dilakukan pencerdasan atau intervensi padanya adalah karena sudah adanya mindset dan gaya hidup yang tertanam dalam diri mereka. 

Hal yang bisa kita coba lakukan adalah dengan mengubah mindset itu, sambil juga menanamkan nilai serta norma yang berlaku di masyarakat. Harapannya, angka sebaran anak jalanan ini akan terus berkurang dari waktu ke waktu, juga anak-anak bisa mendapatkan kehidupan serta kesehatan mental dan fisik yang lebih baik lagi.

DISUSUN OLEH:

Azka Dhafina Rachmi

Diana Tanjung Sari

Hasna Rania Salsabila

Rahayu Sri Herawati

Rizva Rahmadien Salama Budiman

Ro’isatusy Syakiira

DAFTAR PUSTAKA

Cornaglia, F., Crivellaro, E., & McNally, S. (2015). Mental Health and Education Decisions. Labour Economics, 33, 1–12. doi: 10.1016/j.labeco.2015.01.005

Herlina, A. (2014). Kehidupan Anak Jalanan di Indonesia : Faktor Penyebab, Tatanan Hidup dan Kerentanan Berperilaku Menyimpang. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 5(2), 145–155. https://doi.org/https://doi.org/10.46807/aspirasi.v5i2.454

Ibrahim, A., Abdalla, S. M., Jafer, M., Abdelgadir, J., & Vries, N.D. (2018). Child Labor and Health: A Systematic Literature Review of the Impacts of Child Labor on Child’s Health in Low-Middle-Income Countries, Journal of Public Health, 41(1), 18-26.

International Labour Organization. (2013). Marking Progress Against Child Labour - Global Estimates and Trends 2000–2012. Geneva: Author.

International Labour Organization. (2015). World Report on Child Labour 2015: Paving the Way to Decent Work for Young People. Geneva: Author.

International Labour Organization, Ministry of Labour, Invalids and Social Affairs  (MOLISA) & General Statistics Office (GSO) of Viet Nam. (2014). Viet Nam National Child Labour Survey 2012 - Main Findings. Hanoi, Vietnam: International Labour Organization.

Jariego, I. M. (2021). Community Prevention of Child Labor: Evidence-Based Practice to Promote the Psychological Well-Being of Minors. Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-030-70810-8

Trinh, T. A. (2020). Mental Health Impacts of Child Labour: Evidence from Vietnam and India. The Journal of Development Studies, 56(12), 2251-2265.  https://doi.org/10.1080/00220388.2020.1746280

United Nations Children’s Fund (UNICEF). (2011). The situation of children in India: A Profile. New Delhi: UNICEF.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun