Sejak pertama kali diumumkan pada tanggal  2 Maret 2020 mengenai kasus penyebaran Virus Corona atau yang sekarang lebih populer dengan sebutan  Covid-19 di Indonesia yang terjadi secara masif. Pemerintah telah melaksanakan berbagai program untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat, salah satu program yang dilaksanakan adalah Penyaluran bantuan sosial (bansos).Â
Namun dalam pelaksanaan bansos pasti tidak bisa lepas dari masalah dan polemik seperti pelaksanaanya yang tidak sempurna dan bagaimana Bantuan Sosial bisa menimbulkan sifat ketergantungan
Masalah dalam pelaksanaan bantuan sosial
Dalam penelitian yang pernah penulis dilakukan di Kelurahan Pulogadung, masalah utama dalam ketidaklancaran program ini adalah Terdapat keluarga yang tidak terdaftar dalam DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial) karena lamanya proses pendataan dari DTKS.Â
Hal ini menunjukan bahwa faktor ketidaksempurnaan bansos adalah pendataan, dimana Persoalan data dan dasar pengambilan data yang menggunakan tingkat kemiskinan bukan kerentanan menjadi persoalan sangat krusial yang berdampak ke banyak hal seperti tidak tersalurkannya bansos dan adanya targeting error penerima bansos.Â
Permasalahan dalam pendataan juga terjadi, di Kabupaten Gianyar, Bali. Data pendistribusian BST Kementerian Sosial dan BLT Dana Desa mengalami tumpang tindih. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Gianyar mengakui bahwa data masyarakat yang digunakan dalam pendistribusian BST menggunakan data tahun 2011.Â
Akibatnya sebanyak 560 KK dari 45 desa merupakan penerima ganda sehingga harus mengembalikan BLT Dana Desa senilai Rp 336 juta.Â
Dengan banyaknya laporan dan keluhan masyarakat yang mengemuka terhadap masalah penyaluran bansos, Kementerian Sosial harus melakukan kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mengurai hambatan dalam  kedisiplinan pemerintah daerah,Â
Terutama pada tingkat kabupaten dan kota dalam memperbarui DTKS untuk menghindari kasus tidak tercantumnya nama di DTKS dan  integrasi data  antar lintas program bantuan sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih data dan bantuan ganda.
Selain pendataan, ada masalah lain yang harus dihadapi seperti Potensi Korupsi dan Distribusi Bansos. Kasus korupsi bansos yang paling terkenal adalah korupsi bansos yang melibatkan Menteri Sosial Juliari P. Batubara dan pejabat di Kementerian Sosial sebagai leading sector penyaluran bansos.Â
Disamping itu, korupsi bansos juga terjadi di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Samosir, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Makassar. Dilansir dari Indonesia Corruption Watch (ICW) atas penindakan kasus korupsi sepanjang tahun 2020 juga menemukan bahwa Kepolisian di 21 daerah sedikitnya menangani 107 kasus korupsi terkait dengan bansos pandemi Covid-19.
Fokus kebijakan penanganan pandemi pada dasarnya sudah tepat, mengingat dalam pandemi Covid-19 tak hanya dibutuhkan penanganan kesehatan yang ekstra, tetapi juga penanganan atas dampak pandemi pada sektor sosial dan ekonomi dengan pemberian bansos.Â
Dalam penyaluran bansos tak hanya karut marut data dan korupsi yang terjadi, tetapi ada masalah lain Masalah sosialisasi bansos yang minim kepada masyarakat. Banyak masyarakat tak tahu, berapa seharusnya nominal bansos yang mereka terima atau apa saja rincian sembako yang menjadi hak mereka.Â
Akibatnya, masyarakat juga kesulitan dalam memeriksa, apakah bansos yang diterimanya sudah sesuai atau tidak. Ditambah lagi pemberitahuan pengambilan Bantuan Sosial Tunai (BST) ke kantor pos seringkali disampaikan mendadak sehingga menimbulkan kerumunan.
Peningkatan mentalitas miskin yang dikarenakan oleh bansos
Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC) Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM, Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si., menilai bahwa mentalitas miskin masyarakat membuat bantuan sosial sering salah sasaran.Â
Hal ini dapat dilihat pada fenomena ribuan ASN yang terindikasi menerima berbagai jenis bantuan sosial yang bukan menjadi haknya. Hal ini juga berhubungan dengan masalah pendataan yang terjadi, masih banyak masyarakat yang memanipulasi data dan membohongi petugas agar dapat menerima bansos.
Bantuan sosial idealnya diberikan untuk mengatasi berbagai risiko sosial baik dari aspek rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan, dan penanggulangan kemiskinan.Â
Dengan demikian, program bantuan sosial ini diperuntukkan misalnya untuk masyarakat rentan dan masyarakat terdampak bencana. Persoalan pada penyaluran yang salah sasaran membuat kebijakan bantuan sosial menjadi kurang efektif.
Efektivitas Program Bantuan Sosial Pemerintah dalam Mengatasi Dampak Covid-19 di Indonesia
Merujuk hasil riset Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) yang dilaksanakan per tanggal  5 hingga 6 Mei  2020, diketahui 49% responden menilai bantuan sosial masih belum tepat sasaran.  Sementara hanya 37% responden yang  menilai bansos pemerintah sudah mencapai sasaran.Â
Data tersebut menunjukan bantuan sosial yang disalurkan pemerintah untuk penanganan Covid-19 di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Penyaluran bantuan sosial dirasa belum tepat  sasaran karen 60%  responden menyatakan masih adanya warga yang belum mendapatkan  bansos meskipun seharusnya warga tersebut berhak dan 29% responden beranggapan bansos yang diberikan salah sasaran.Â
Selain  itu 4% responden beranggapan besaran bantuan yang  diberikan terlalu kecil sehingga menjadi alasan mengapa bansos pemerintah tidak tepat sasaran .Â
Sejalan dengan survei SMRC, hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) dimulai dari 2 Juni hingga 31 Agustus 2020, mendeteksi beberapa kendala dan presumsi penggelapan bansos  Covid-19  yang  dikeluarkan oleh pemerintah, seperti pemotongan atau pungli sebesar 19,25%, inclusion error 17,99%, bantuan tidak didapatkan warga 9,62%, tumpang tindih  bantuan  8,79%, dan  pendistribusian bantuan terhambat 4,60%.Â
Lebih lanjut dalam ICW menemukan beberapa kendala lain seperti politisasi 3,77%, sembako tidak memenuhi syarat 0,84%, kendala penyalahgunaan lainnya 16,32%, dan non penyalahgunaan 18,82% Â Â
Mengaitkan analisis literatur dan data hasil survei SMRC serta ICW dengan teori efektivitas, terlihat bahwa hubungan keberhasilan penyaluran bantuan sosial pemerintah dalam pengendalian Covid-19 kepada masyarakat rentan dan terdampak belum tercapai secara maksimal.Â
Pengawasan Bantuan Sosial dalam usaha memastikan keberhasilan program
Kembali dalam penelitian yang pernah penulis dilakukan pada  Kelurahan Pulogadung, salah satu ide yang kami usulkan dalam menjaga keberlangsungan program bantuan sosial adalah membuat suatu satgas yang kami sebut beri nama "SatGas PeBanSos TransJurDil" yang artinya Satuan Tugas Pengawasan Bantuan Sosial Transparan, Jujur, dan Adil. SatGas ini juga dapat disebut dengan "SPT".Â
dengan tujuan Menjaga dan mengawasi jalannya program bantuan sosial yang dijalankan oleh pemerintah, sehingga masyarakat dijamin mendapatkan bantuan sosial tersebut untuk mencapai target program bantuan sosial.
Kesimpulan
Program bantuan sosial merupakan solusi, tetapi pandemi covid-19 merupakan masalah yang membutuhkan lebih dari sekedar program. Dalam perjalanan program bansos yang melewati serba-serbi permasalahan dan efektivitas yang masih perlu dipertanyakan,Â
terlihat bahwa masih banyak yang perlu dibenahi dalam meningkatkan kualitas dari program ini, terlebih lagi dalam usaha menyelesaikan masalah pandemi Covid-19 di Indonesia. Ketika setiap instrumen yang terlibat dalam suatu program melakukan tugas dengan baik tanpa ada niat buruk, maka yakinlah bahwa  keberhasilan dapat dicapai.
Daftar Pustaka
Noerkaisar, N. (2021). Efektivitas Penyaluran bantuan sosial pemerintah Untuk Mengatasi Dampak Covid-19 di Indonesia. Jurnal Manajemen Perbendaharaan, 2(1), 83--104. https://doi.org/10.33105/jmp.v2i1.363Â
Retnaningsih, H. (2020). Bantuan Sosial bagi pekerja di Tengah Pandemi covid-19: Sebuah Analisis Terhadap kebijakan sosial pemerintah. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 11(2), 215--227. https://doi.org/10.46807/aspirasi.v11i2.1756Â
Rahmansyah, W., Qadri, R. A., Sakti, R. R. A., & Ikhsan, S. (2020). PEMETAAN PERMASALAHAN PENYALURAN BANTUAN SOSIAL UNTUK PENANGANAN COVID-19 DI INDONESIA. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN), 2(1), 90--102.
Penulis
Rizqy Suryasani - Mahasiswa Sosiologi UNJ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H