Desa Kemiri, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, merupakan salah satu pusat produksi susu sapi perah terbesar di Jawa Timur. Meskipun memiliki potensi ekonomi yang besar, desa ini menghadapi tantangan signifikan, seperti kemiskinan multidimensi, manajemen peternakan tradisional, dan keterbatasan infrastruktur. Artikel ini membahas peranan akademisi dalam mengatasi tantangan tersebut melalui pendekatan inovatif, termasuk pelatihan pemanfaatan limbah kopi menjadi pupuk organik cair, teknologi inseminasi buatan pada peternakan sapi, serta penguatan jaringan sosial menggunakan metode Social Network Analysis (SNA). Selain itu, akademisi memperkenalkan teknologi digital dan menginspirasi generasi muda untuk melihat potensi peternakan modern. Kolaborasi akademisi dengan pemerintah dan masyarakat setempat menunjukkan hasil positif dalam meningkatkan pendapatan peternak, mendorong diversifikasi usaha, dan membangun desa yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Artikel ini menyoroti pentingnya sinergi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam mencapai pembangunan desa yang inklusif dan berkelanjutan.
Akademisi dan Desa Kemiri, Pasangan Ideal atau Hanya Teori?
Desa Kemiri, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, bukan sekadar desa biasa. Ia adalah episentrum produksi susu sapi perah yang mengalir seperti sungai kecil di tengah sawah hijau(BKKBN, 2024) . Tetapi, di balik kemilau produk unggulan Desa Kemiri, terdapat  tantangan besar yang masih merjalela, diantaranya yaitu kemiskinan, keterbatasan akses pendidikan, dan manajemen peternakan yang masih bersifat tradisional(Pratama, 2019). Di sinilah peran akademisi menjadi menarik. Jika Anda pernah berpikir bahwa akademisi hanya duduk di balik meja, maka anda salah. Peran mereka, ternyata, bisa sekompleks membimbing peternak sapi memahami arti "Artificial Insemination" hingga mengajak warga memanfaatkan limbah kopi menjadi pupuk cair (Aisyah et al., 2022).
Menyulap Limbah Menjadi Cuan : Kreativitas Akademisi di Desa Kemiri
Siapa sangka limbah kopi yang dulu dianggap pengganggu lingkungan kini justru jadi penyelamat? Para akademisi dari institusi lokal telah menggelar penyuluhan di Desa Kemiri untuk memanfaatkan limbah kulit kopi menjadi pupuk organik cair (POC). Dengan kata lain, mereka membuat sesuatu yang bau menjadi sesuatu yang luar biasa. Bukan hanya sekadar pelatihan, tetapi juga edukasi tentang pentingnya inovasi untuk menunjang keberlanjutan lingkungan. Dalam satu sesi penyuluhan, para petani diajarkan cara mengolah limbah kopi yang biasanya dibuang begitu saja menjadi solusi nutrisi untuk tanah mereka. Hasilnya? Pengetahuan petani meningkat dari 39% menjadi 78% setelah pelatihan (Anandiya, 2023).
Peternakan Sapi Perah dan "MBA" ala Kemiri
Sapi perah menjadi andalan ekonomi warga Desa Kemiri. Namun, skala kepemilikan yang kecil membuat banyak peternak kesulitan untuk mengoptimalkan produktivitas mereka (Aisyah et al., 2022). Di sinilah akademisi masuk, membawa "MBA" versi local. MBA merupakan singkatan dari Management of Breeding and Agriculture.Dengan pendekatan berbasis data dan teknologi, akademisi mendampingi peternak dalam meningkatkan efisiensi melalui pemahaman lebih dalam soal manajemen breeding, pakan, dan kesehatan sapi (Aisyah et al., 2022).
"Ngerti gak sih, kalau sapi sehat, kantong peternak juga sehat?" celetuk seorang peternak saat sesi diskusi.
Para akademisi juga mengajarkan pentingnya diversifikasi usaha. Sambil tetap fokus pada peternakan sapi, mereka memperkenalkan potensi usaha seperti produksi pupuk organik, yang tidak hanya mendukung pendapatan tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan (Anandiya, 2023).
Efektivitas Inseminasi Buatan (IB) dalam Pengelolaan Ternak di Desa Kemiri
Salah satu inovasi penting yang diimplementasikan di Desa Kemiri adalah teknologi Inseminasi Buatan (IB). Teknologi ini memungkinkan perbaikan genetik ternak secara cepat, menghasilkan keturunan berkualitas tinggi dalam jumlah besar. Penelitian oleh  Wahyudi et al. (2013) di Desa Kemiri, mengungkapkan bahwa keberhasilan IB dapat dievaluasi melalui parameter seperti Days Open (DO), Service per Conception (S/C), dan Calving Interval (CI).
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata DO sebesar 202,45 hari, S/C 2,93 kali, dan CI 472,19 hari, yang menandakan bahwa efisiensi reproduksi masih perlu ditingkatkan. Faktor seperti deteksi birahi yang kurang tepat dan manajemen waktu inseminasi menjadi tantangan utama dalam penerapan IB di desa ini (Susilawati dan & Wahyuningsih, 2013).
Faktor Nutrisi dan Produksi Susu
Selain reproduksi, kualitas pakan sangat memengaruhi produktivitas sapi perah. Studi menunjukkan bahwa pemberian hijauan rata-rata mencapai 43 kg/ekor/hari, sedangkan konsentrat sebesar 4,8 kg/ekor/hari. Namun, defisiensi nutrisi seperti kekurangan Protein Kasar (PK) dan Total Digestible Nutrients (TDN) tetap menjadi kendala yang memengaruhi produksi susu. Penelitian sebelumnya menyarankan penyesuaian formulasi pakan untuk meningkatkan produksi susu dan kesehatan sapi perah(Susilawati & Wahyuningsih, 2013).
Peningkatan Kesejahteraan melalui Pengelolaan Reproduksi
Penelitian Wahyudi et al. (2013) juga menyoroti perlunya peningkatan manajemen reproduksi untuk mempersingkat interval kelahiran (CI). Sapi perah yang memiliki DO dan S/C rendah secara signifikan dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini memerlukan pelatihan tambahan bagi peternak dalam mendeteksi birahi dan memahami waktu optimal untuk pelaksanaan IB.
"Ketika reproduksi sapi berjalan optimal, tidak hanya jumlah produksi susu yang meningkat, tetapi juga kesejahteraan peternak secara keseluruhan dapat terjamin," kata salah satu peneliti (Susilawati & Wahyuningsih, 2013).
Peran Infrastruktur dan Jaringan Sosial : WiFi Sapi  dan Modal Sosial
Jika ada ungkapan, "Jangan cuma kasih ikan, kasih kailnya," maka di Desa Kemiri, kailnya adalah infrastruktur dan jaringan sosial. Akademisi yang turun ke lapangan melihat betapa pentingnya dua elemen ini dalam mengentaskan kemiskinan multidimensi (Pratama, 2019).Mereka tidak hanya berbicara soal jalan desa yang butuh pengaspalan ulang, tetapi juga "jaringan sosial." Di Kemiri, akademisi memperkenalkan pendekatan Social Network Analysis (SNA) untuk memetakan siapa saja yang paling aktif di masyarakat. Dengan data ini, mereka bisa menunjuk influencer lokal yang membantu menyebarkan informasi penting, seperti bagaimana cara membuat pakan tambahan dari roti afkir (Budi Prayitno et al., 2011).
Masalahnya, jaringan sosial ini tidak selalu bekerja optimal. Bayangkan situasi saat jaringan influencer sapi lebih sibuk memikirkan tahlilan daripada membagikan tips sukses peternakan. Di sinilah akademisi berperan sebagai penghubung yang menciptakan ekosistem kolaboratif, baik itu antara pemerintah, koperasi susu, hingga peternak kecil (Aisyah et al., 2022).
"Kalau bisa bikin TikTok tentang sapi, kenapa gak bikin grup WA untuk koordinasi hasil ternak?" canda salah satu akademisi saat penyuluhan.
Akademisi Jadi Konsultan Cinta, Ekonomi, dan Teknologi
Selain membahas teknologi dan sosial, peran akademisi kadang melampaui batas tugas resmi mereka. Ada kalanya mereka menjadi konsultan cinta... ya, cinta pada pekerjaan. Peternak yang mulai kehilangan semangat diperkenalkan kembali pada pentingnya peran mereka dalam roda ekonomi desa.
"Kalau kamu berhenti memerah susu sapi, siapa yang bakal kasih susu segar ke tetangga?" celetuk seorang akademisi dengan humor sarkastik namun menohok (Binar Gumilang, 2022).
Akademisi juga membantu para peternak memahami pentingnya diversifikasi pendapatan. Tidak hanya bergantung pada susu, mereka diajarkan memanfaatkan hasil sampingan, seperti kotoran sapi yang bisa diolah menjadi biogas atau pupuk organik. Dengan cara ini, mereka tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga mengurangi jejak karbon (Anandiya, 2023).
Teknologi Digital, Sapi, dan TikTok : Transformasi Desa Kemiri
Dalam dunia yang semakin terhubung, teknologi digital juga mulai masuk ke Desa Kemiri. Akademisi tidak hanya membantu peternak memahami pentingnya inovasi pada manajemen sapi, tetapi juga menunjukkan bagaimana teknologi sederhana seperti ponsel pintar bisa menjadi alat pengubah keadaan.Salah satu inovasi yang diperkenalkan adalah aplikasi sederhana untuk mencatat produksi susu harian. Dengan fitur pengingat berbasis aplikasi, para peternak tidak lagi perlu mengandalkan ingatan mereka yang kadang terbagi antara sapi dan sawah.
Tentu, penerapan teknologi ini tidak selalu mulus. Ada saja peternak yang bercanda, "Kenapa aplikasi ini tidak ada fitur buat curhat juga? Kan kadang sapi ngambek, kita ikut galau." Akademisi menjawab dengan senyuman, tetapi tanggap: setiap inovasi harus mempertimbangkan aspek budaya dan keterbukaan masyarakat (Budi Prayitno et al., 2011).
Edukasi Generasi Muda Desa Kemiri sebagai Peternak Masa Depan
Salah satu tantangan besar yang dihadapi Desa Kemiri adalah regenerasi peternak. Generasi muda cenderung enggan mengikuti jejak orang tua mereka dalam mengelola peternakan. Melalui kolaborasi dengan sekolah-sekolah lokal, akademisi mulai memperkenalkan peternakan modern kepada siswa dengan cara yang menarik.
Dalam sebuah program bernama "Sapi Goes to School", siswa diajak belajar langsung di peternakan. Mereka tidak hanya mengenal sapi sebagai "mesin susu", tetapi juga sebagai bagian dari ekosistem yang berkelanjutan. Dengan pendekatan yang menyenangkan, anak-anak desa mulai melihat bahwa menjadi peternak tidak hanya mulia tetapi juga bisa menghasilkan pendapatan yang menjanjikan.
"Kalau dulu anak muda ingin jadi dokter atau insinyur, sekarang mereka bilang ingin jadi peternak yang bisa bikin susu Kemiri terkenal!" kata seorang kepala sekolah (Indratmi et al., 2018).
Kolaborasi Pemerintah dan Akademisi : Tantangan dan Harapan
Di balik segala upaya akademisi, kolaborasi dengan pemerintah adalah kunci keberhasilan program di Desa Kemiri. Dari dukungan dana hingga kebijakan pro-peternakan, pemerintah menjadi mitra yang tak terpisahkan. Namun, tantangan tetap ada dalam upaya pelaksanaannya, seperti birokrasi yang lambat atau alokasi anggaran yang tidak merata.
Salah satu contoh sukses kolaborasi ini adalah pembangunan koperasi susu yang lebih modern, lengkap dengan fasilitas pendingin dan pengolahan. Akademisi berperan sebagai jembatan antara peternak dan pemerintah, memastikan kebutuhan lapangan benar-benar terakomodasi. Namun, akademisi juga tidak segan mengkritik jika program pemerintah terasa tidak relevan. "Kalau kita mau bantu peternak, jangan kasih solusi kota untuk masalah desa," sindir salah seorang akademisi dalam rapat (Pratama, 2019).
Mengubah Narasi Desa Kemiri
Perjalanan Desa Kemiri menuju kemandirian adalah bukti bahwa perubahan dimulai dari hal-hal kecil. Dari sapi hingga aplikasi ponsel, akademisi telah membawa angin segar ke desa ini. Tidak hanya dengan teknologi dan pengetahuan, tetapi juga dengan semangat dan empati.Dengan potensi yang terus dikembangkan, siapa tahu Desa Kemiri suatu hari akan dikenal bukan hanya karena susu sapinya tetapi juga sebagai model pembangunan desa berkelanjutan di Indonesia. Dan tentu saja, di balik semua kesuksesan itu, ada jejak akademisi yang tidak hanya memberi ilmu tetapi juga inspirasi.
Akademisi Bukan Hanya Teori
Peran akademisi di Desa Kemiri membuktikan bahwa mereka bukan hanya pelontar teori di kelas. Mereka adalah agen perubahan yang mampu menggali potensi lokal, memanfaatkan teknologi, dan membangun kesadaran kolektif untuk menciptakan desa yang lebih mandiri. Dengan pendekatan yang kreatif, humoris, dan adaptif, akademisi dan warga Desa Kemiri telah menciptakan harmoni yang mungkin hanya bisa diimpikan desa lain. Jadi, kalau ada yang bilang akademisi hanya bicara teori, ajak mereka main ke Desa Kemiri. Siapa tahu, mereka pulang dengan inspirasi, atau setidaknya dengan sebotol susu sapi segar.
Menginspirasi Generasi Muda: Inovasi untuk Masa Depan Desa
Desa Kemiri telah menunjukkan bahwa inovasi, kolaborasi, dan semangat belajar adalah kunci untuk mengubah tantangan menjadi peluang. Peran akademisi, masyarakat, dan pemerintah menjadi bukti nyata bahwa sinergi lintas sektor dapat menciptakan dampak yang luar biasa. Namun, perjalanan ini belum selesai. Untuk menjaga keberlanjutan, diperlukan kontribusi generasi muda sebagai pilar masa depan.Bagi generasi muda, inovasi tidak harus dimulai dari hal besar. Teknologi sederhana, ide kreatif, dan kemauan belajar dapat membawa perubahan signifikan, sebagaimana yang telah terlihat di Desa Kemiri. Melalui keterlibatan aktif, Anda tidak hanya bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi juga turut membangun ekonomi desa yang mandiri dan berkelanjutan.
Mari jadikan Desa Kemiri sebagai inspirasi, bahwa setiap desa memiliki potensi untuk berkembang jika kita mau bergerak. Lihatlah sekitar, temukan tantangan, dan jadilah bagian dari solusi. Sebagaimana ungkapan, "Jangan hanya bertanya apa yang desa bisa berikan untukmu, tetapi tanyakan apa yang bisa kamu berikan untuk desa."Generasi muda, inilah saatnya kita bersama menciptakan inovasi, bukan hanya untuk Desa Kemiri, tetapi untuk seluruh Indonesia. Jadilah agen perubahan yang membawa harapan baru bagi masyarakat sekitar. Sebab masa depan tidak diciptakan oleh mereka yang hanya bermimpi, melainkan oleh mereka yang berani bertindak.
Referensi :
- Aisyah, S. N., Ali, U., & Kalsum, U. (2022). Potensi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Perah Desa Kemiri Kecamatan Jabung Jawa Timur. Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of Animal Science), 24(2), 171. https://doi.org/10.25077/jpi.24.2.171-179.2022
- Anandiya, N. F. , W. N. R. , W. L. S. , & P. B. (2023). Penyuluhan Pemanfaatan Limbah Kulit Kopi Sebagai Pupuk Organik Cair (POC) Di Desa Kemiri Kecamatan Jabung. Jurnal Polbangtan Malang.
- Binar Gumilang. (2022, January 23). Sebulan Menjabat, Kades Kemiri Jabung Tancap Gas Bangun Kemandirian Ekonomi Warga. TIMESINDONESIA. https://timesindonesia.co.id/indonesia-positif/393057/sebulan-menjabat-kades-kemiri-jabung-tancap-gas-bangun-kemandirian-ekonomi-warga
- BKKBN. (2024, December 21). Kemiri: Kampung KB Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. BKKBN. https://kampungkb.bkkbn.go.id/kampung/81113/kemiri
- Budi Prayitno, C., Khotimah, K., Peternak Sapi Perah Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang, P., Pengajar Jurusan Produksi Ternak, S., & Pertanian Peternakan, F. (2011). PROFIL PETERNAK SAPI PERAH DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG. Jurnal Penelitian Eksakta Gamma. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/article/view/1414
- Indratmi, D., Zalizar, L., Khotimah, K., Septiana, A., & Puspitasari, N. D. (2018). Profil Peternak Sapi Perah di Wilayah Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. JAST: Jurnal Aplikasi Sains Dan Teknologi, 2(1), 29--34. https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/jast
- Pratama, N. P. W. (2019). PEMODELAN SPASIAL PENGARUH INFRASTRUKTUR DAN JARINGAN SOSIAL TERHADAP KEMISKINAN MULTIDIMENSI DI DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG. Universitas Brawijaya.
- Susilawati, T., & Wahyuningsih, S. (2013). TAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERAH PADA BERBAGAI PARITAS DI DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG. In J. Ternak Tropika (Vol. 14, Issue 2).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H