Sering kali timbul pertanyaan dalam masyarakat mengapa tetap menjadi guru  honorer dan tidak mau menjadi ASN ataupun P3K? Mereka acap kali mempertanyakan hal tersebut namun tidak tahu sistemlah yang membuat mereka terpaksa menjadi honorer, hal ini akibat dari berbagai kebijakan seperti ketika mengikuti ujian P3K seorang guru harus dapat surat rekomendasi dari sekolah dan itupun baru dapat ketika beberapa tahun setelah mereka mengabdi pada satuan pendidikan.
Permasalahan yang sering ditemui ialah adanya kesejahteraan guru yang sering kali tidak sejahtera, status dan jaminan kerjanya tidak kuat atau tidak jelas bagi guru honorer karena terpaksa dengan sistem peluang pengangkatan untuk menjadi guru professional yang rumit dan terbatas dan beban kerja mereka yang berat serta kurangnya dukungan terhadap mereka.Â
Belum lagi berbicara ketimpangan regional dimana guru-guru dipelosok yang seringkali menghadapi tantangan seperti keterbatasan fasilitas dan akses tidak diperhatikan, dan pemerataan pendidikan tak kunjung diratakan.
Dan mereka-mereka yang memiliki kuasa tidak pernah memikirkan hal itu, mereka hanya membuat suatu kebijakan yang hanya dilandaskan satu kacamata saja. Seperti yang baru-baru ini dibahas mereka ingin menambahkan terkait teknologi seperti coding dan pemrograman ke dalam kurikulum.Â
Akan tetapi, fasilitasnya belum merata dan kesejahteraan guru sendiri belum tercapai. Mereka terlalu imajiner, sehingga lupa untuk napak tanah dan melihat kebelakang bahwa permasalahan utama dari pendidikan ialah kesejahteraan para pendidik itu sendiri yang tak kunjung tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H