Mohon tunggu...
rizqy m farhan
rizqy m farhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hanya menjadi provokator dan kritik kepada diri sendiri, karena kita semua pada dasarnya adalah monster

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mencerdaskan Bangsa di Tengah Ketidakpastian

16 November 2024   00:09 Diperbarui: 16 November 2024   00:45 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Guru, merupakan seorang suri teladan dan pilar penting dalam membangun suatu bangsa. Karena pada dasarnya guru merupakan garda terdepan yang akan mendidik dan membangun generasi-generasi yang akan datang, dari tahun ke tahun guru mempunyai peranan penting dalam berbagai peristiwa. 

Seperti di era kolonialisme, guru mempunyai andil dalam mengusir para penjajah. Di orde lama dan orde baru mereka juga mempunyai peranan yang sangat signifikkan seperti berpegang teguh pada pedomannya yaitu netralitas ketika konflik sering terjadi dengan menjunjung JSN 1945 (Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45).

Ketika konflik sosial sering terjadi dan berbagai peristiwa yang membuat jatuh bangunnya suatu bangsa, guru tetap melakukan tugasnya untuk mengabdi kepada bangsa dengan mendidik generasi-generasi yang akan datang. 

Akan tetapi, ketika seorang generasi yang sudah mampu dididik dan berprestasi peran guru seperti tidak terlihat dan tidak diapresiasi. Namun, ketika generasi yang mereka didik gagal dan bisa dibilang terlihat bodoh atau tidak berkembang garda terdepan yang selalu disalahkan ialah guru.

Mereka tidak pernah menyalahi suatu aturan atau acuan bagaimana guru itu mengajar, sebab permasalahan utama yaitu ialah peraturan (kurikulum) yang sering berganti ketika pejabatnya silih berganti hanya karena gengsi bahwa mereka takut dibilang tidak meninggalkan sebuah legacy ketika menjabat. 

Padahal kurikulum dibuat untuk dapat memenuhi kebutuhan para generasi bukan semata-mata meninggalkan legacy.

Permasalahan kurikulum yang sering berganti dan terkesan memaksa semua satuan pendidik menerapkan hal tersebut, hal ini menimbulkan pendidik tidak dapat memaksimalkan berjalannya sistem tersebut dan tentu saja yang paling berdampak pada hal ini ialah generasi-generasi yang akan menggantikan kita kedepannya. 

Seperti yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, ketika saya masuk ke salah satu program untuk mengabdi kepada masyarakat bahwasanya diluar sana di daerah Jakarta yang terkenal akan kemajuan dan metropolitannya ada seorang anak SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang tidak bisa baca secara lancar dan tidak tahu basic matematika dasar seperti perkalian dan pembagian. 

Bayangkan saja ditengah gempuran pemerintah dengan projectnya yaitu Generasi Emas 2045 tetapi di era sekarang saja banyak generasi-generasi tersebut yang masih tersendat atau tidak lancar dalam membaca dan yang disalahkan ialah garda terdepan yaitu seorang pendidik.

Disisi lain, pendidik juga menjadi korban dari berbagai aturan yang ada ketika ia sedang mendidik para peserta didik untuk dapat beradab dan mengenal sopan santun mereka kerap kali terkena kriminalisasi seperti yang terjadi beberapa belakangan ini. 

Ditengah himpitan kriminalisasi yang terjadi, banyak guru-guru honorer yang sering terkena dampak dalam hal ini. Mereka diluar sana banyak sekali yang tidak tahu bahwa upah dari seorang guru honorer bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka selama satu minggu.

Sering kali timbul pertanyaan dalam masyarakat mengapa tetap menjadi guru  honorer dan tidak mau menjadi ASN ataupun P3K? Mereka acap kali mempertanyakan hal tersebut namun tidak tahu sistemlah yang membuat mereka terpaksa menjadi honorer, hal ini akibat dari berbagai kebijakan seperti ketika mengikuti ujian P3K seorang guru harus dapat surat rekomendasi dari sekolah dan itupun baru dapat ketika beberapa tahun setelah mereka mengabdi pada satuan pendidikan.

Permasalahan yang sering ditemui ialah adanya kesejahteraan guru yang sering kali tidak sejahtera, status dan jaminan kerjanya tidak kuat atau tidak jelas bagi guru honorer karena terpaksa dengan sistem peluang pengangkatan untuk menjadi guru professional yang rumit dan terbatas dan beban kerja mereka yang berat serta kurangnya dukungan terhadap mereka. 

Belum lagi berbicara ketimpangan regional dimana guru-guru dipelosok yang seringkali menghadapi tantangan seperti keterbatasan fasilitas dan akses tidak diperhatikan, dan pemerataan pendidikan tak kunjung diratakan.

Dan mereka-mereka yang memiliki kuasa tidak pernah memikirkan hal itu, mereka hanya membuat suatu kebijakan yang hanya dilandaskan satu kacamata saja. Seperti yang baru-baru ini dibahas mereka ingin menambahkan terkait teknologi seperti coding dan pemrograman ke dalam kurikulum. 

Akan tetapi, fasilitasnya belum merata dan kesejahteraan guru sendiri belum tercapai. Mereka terlalu imajiner, sehingga lupa untuk napak tanah dan melihat kebelakang bahwa permasalahan utama dari pendidikan ialah kesejahteraan para pendidik itu sendiri yang tak kunjung tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun