Objek pajak non final adalah berbagai jenis penghasilan yang belum dikenakan pajak secara final dan masih bisa dikenakan tambahan pajak pada tahap pelaporan tahunan, yaitu seperti royalti, sewa, dan penghasilan sehubungan penggunaan harta. Contoh yang relevan adalah royalti ini adalah hak cipta, misalnya seorang pencipta lagu yang lagunya dinyanyikan oleh penyanyi lain maka penyanyi yang menyanyikan lagu tersebut harus membayar royalti, nah bagi pencipta lagu yang menerima royalti,itu yang disebut objek pajak non final.
Selain itu sewa  tanah, bangunan, atau sewa diluar tanah dan bangunan ini juga termasuk objek pajak non final. Kemudian yang termasuk keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk:(1) keuntungan penjualan atau pengalihan harta termasuk keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan dan persekutuan serta badan lainnya sebagai pengganti saham/penyertaan modal.(2)keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham.(3)keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambil alihan usaha. jadi pajak objek non finalpun mengatur apa saja undang-undang bisa turun ke PMK(Peraturan Menteri Keuangan), apa saja yang termasuk objek pajak non final dari Undang-undang maupun dari PMK sampai pada PP(peraturan pemerintah) Juga ada yaitu pengalihan harta perusahaan Kepada pegawainya. Jadi perpajakan itu ada dasar hukumnya yang diatur secara jelas yang sudah diatur dalam undang-undang.
Jenis- jenis pajak non final yaitu dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU koperasi, bunga, dikonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, hadiah  dalam event-event itu termasuk objek pajak, penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya, keuntungan karena pembebasan utang, keuntungan karena selisih kurs mata uang asing, premi asuransi, iuran yang diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang menjalankan usaha pekerjaan bebas, dan yang terakhir yaitu tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan.Â
Nah itu lah jenis-jenis dari objek pajak non final, sekarang kita masuk ke 0bjek pajak tambahan UU No. 36 tahun 2008, kan jaman sekarang marak ya penghasilan dari usaha yang berbasis syariah yang memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional namun penghasilannya tetap merupakan objek pajak ,jadi pemerintah itu tidak mau membatasi apa itu objek pajak imbalan bunga maupun surplus bank indonesia.
PPh Final
Pengertian dari PPh Final itu sendiri adalah jenis PPh yang mengenakan pajak tidak atas dasar penghasilan neto melainkan atas dasar penghasilan bruto(tanpa dikurangi dengan biaya). Pemerintah mewajibkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet lebih dari Rp500 juta per tahun untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) final. Ketentuan ini diatur untuk memperjelas bahwa PPh final dikenakan atas penghasilan bruto, bukan penghasilan bersih. Artinya, pajak dihitung berdasarkan total omzet tanpa dikurangi biaya operasional.
Menurut aturan yang berlaku, UMKM yang telah mencapai omzet tahunan di atas Rp500 juta diwajibkan menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari omzet tersebut. Contohnya, jika suatu UMKM memiliki omzet Rp500 juta dalam setahun, maka pajak yang harus disetor adalah 0,5% dari omzet bruto tersebut.
Kebijakan ini disebut PPh final karena pajak yang dibayar dari penghasilan tertentu tidak akan diperhitungkan lagi dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atau digabungkan dengan objek pajak lainnya. Meskipun demikian, data penghasilan yang terkena PPh final tetap dilaporkan dalam SPT tahunan, namun tidak dihitung ulang untuk keperluan kredit pajak.
Dengan adanya aturan PPh final ini, UMKM diharapkan lebih memahami kewajiban pajak yang harus dipenuhi setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya omzet.
Kesimpulannya adalah Pemahaman mendalam mengenai Pajak Penghasilan (PPh) Badan menjadi krusial dalam menghadapi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh 2024, yang wajib disampaikan paling lambat April 2025. Pengetahuan ini dinilai sangat penting bagi badan usaha untuk menyusun laporan pajak dengan lebih akurat, serta memastikan kepatuhan terhadap peraturan pajak yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H