Mohon tunggu...
Muhammad Rizqi Gumilar
Muhammad Rizqi Gumilar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

senyum trus....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan Hati Seorang Akhie 17 : Derai Rindu

16 September 2013   17:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:48 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kim, akhwat tadi siapa? Akrab banget sama antum? Calon antum ya? Orang mana? Kapan antum nikah sama dia? Undang ane ya, awas kalau gak ngundang. Ane belum pernah lihat dia di kampus.” Sebenarnya Peluru-peluru pertanyaanku bertaste pedih sekaligus harapan semoga sang gadis masih single belum doble. Terutama pertanyaan, “Undang ane ya, awas kalau gak ngundang.” Huh..

Dan Abdul Hakim pun nampaknya mendengar suara hatiku, ia pun menjawab sesuai harapanku. “Dia tuh alumni Mesir juga, pinter banget arabic and englishnya. Skirpsinya juga pake arabic. Senasib di mesir makanya akrab sama ane. Oiy, katanya dia lagi nyari suami tuh.”

Aku nampak seperti binatang kelelahan yang meleletkan lidah saat Abdul Hakim mengatakan skripsi sang gadis memakai bahasa Arab. Aku pun nampak seperti binatang kehausan terlihat lidahku menjulur panjang saat ia mengatakan sang gadis sedang mencari suami. Dan… aku berharap..

“Eh, antum serius dia lagi nyari suami? Antum aja, Kim.” Tanyaku antusias.

“Yeee.. Ana sudah punya alhamdulillah, bulan depan ana nikah, akhie.” Abdul hakim nampak tersenyum puas. Nampak puas bisa membuatku seperti cacing kepanasan karena penasaran.

“Oooo… Ana kirain.” Alhamdulillah. Terasa plong hatiku mendengar jawaban Abdul Hakim.

“Antum mau?” Sahabatku Abdul Hakim sungguh sahabat sejati, ia tahu pertanyaan apa yang hatiku harapkan.

“Ih.. Ada-ada aja antum.” Terasa panas menjalari mukaku dan terasa merona merah. Terlalu jaim.

“Kalau antum mau tenang aja ada ana. Nanti ana bilang sama dia. Gimana? Mau?” Kutatap mata Abdul Hakim mencoba membaca nada serius atau sekedar humor anak muda belaka. Dan aku tidak menemukan guyonan di matanya, ia terlihat serius.

“Ah, ane takut ditolak, kalau akhwatnya gak mau gimana? Ana juga belum pinter arabicnya. Malu ana. Minder. Ane juga lagi enggak ganteng nih. Nanti aja Kim, takut ditolak.” Jawabku jujur sejujur-jujurnya.

“Yaelah akhie… antum nih gimana. Begitu aja dipikirin. Yang penting mah kesiapan antum menjadi pemimpin. Lagi enggak ganteng aja dipikirin. Ganteng antum musiman gitu? Antum tuh lumayan akhie, gak malu-maluin dibawa kondangan. Tidak semua wanita menilai laki-laki tuh dari segi fisiknya, akhi. Apalagi akhwat pastinya melihat dari semangat keberislaman kita. Ganteng atau kaya mah nomor dua atau nomor tiga, ke-muslim-an dan semangat keislaman kita nomor satu. InsyaAlloh sang akhwat beruntung milih kita dan rugi tidak memilih kita. Jangan takut!” Ucapan Abdul Hakim nampak mengebu-gebu. Aku menarik nafas sedalam-dalamnya. Bimbang nan bingung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun