Mohon tunggu...
Muhammad Rizqi Gumilar
Muhammad Rizqi Gumilar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

senyum trus....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Amin Rozak: Mujahid Ilmu yang Gugur di Jalan Dakwah

29 September 2012   05:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:30 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semilir angin malam sejukkan jiwa mudaku yang nestapa. Daun jendela tertiup mesra menyanyikan lagu syahdu saat bercumbu dengan dinding kamarku.

Kutatap kembali dua buah kutaib (kitab kecil / buku kecil ukuran saku) Bulughul Marom dan Riyadhus Sholihin di atas meja belajarku. Dua kitab yang tak pernah lepas kemana pun aku merantau. Bukan hanya karena kepraktisannya tapi setiap kali menatap kutaib ini, menyeruak semangat baru nan mengharu biru dalam jiwaku.

Pada halaman pertama di sudut kanan atas tertulis dalam aksara arab "Amin Rozak", nama salah seorang sahabatku yang telah gugur di medan jihad ilmu.

"Ya Alloh, aku menjadi saksi betapa gigihnya ia berjihad menuntut ilmu. Tempatkanlah ia bersama orang-orang yang berjuang di jalan-Mu." Amin.

Di antara ratusan calon mahasiswa penerima program beasiswa ma'had syariah, hanya Amin yang berasal dari Bima, NTB. Tahapan-tahapan tes kami lalui bersama. Di sanalah aku pertama kali mengenalnya.

Dengan paras dan kulit khas daerah Indonesia Timur, parasnya terlihat kokoh dan kukuh sehingga jika kita belum mengenalnya terlihat sangat angkuh. Padahal tidak sama sekali.

Ratusan calon mahasiswa pun mengerucut menjadi dua puluh lima orang. Aku dan Amin termasuk yang lulus dan berhak menerima beasiswa belajar di bogor termasuk beasiswa ke Timur Tengah, Yaman.

Jika Amin lulus ujian masuk tentu tidaklah aneh, ia memang sebelumnya pernah mempelajari bahasa Arab dan memiliki hafalan Alquran. Sedangkan aku sendiri hanyalah korban kekejaman cuci otak liberalisme UIN.

Rehat sejenak, ceritaku tentang sahabatku Amin Rozak nanti akan aku lanjutkan setelah dinner alias "ngawadang". Tak usah tertawa. Cerita mini ini khusus kurangkai hanya untukmu seorang. Wahai bidadari bumi.

Cerita miniku ini suatu saat akan membumi menjadi sebuah buku dan kamulah penerima pertama bukuku ini. Hadiah terindah yang bisa diberikan oleh seorang penulis picisan sepertiku.

---***---

Sebuah peristiwa yang tidak akan pernah kulupakan adalah saat Amin marah besar kepadaku. Aku sendiri tidak terlalu faham kenapa ia marah kepadaku. Namun setelah aku mengevaluasi aktivitasku saat itu, aku menyadari penyebabnya tiada lain karena kesalahfahaman saja.

Saat kami "bermain" di kantor majalah Islam yang dikelola yayasan ma'had. Amin bertanya kepadaku tentang sesuatu. Aku sendiri terlalu sibuk mengetik sehingga tidak menanggapi pertanyaan Amin.

Intuisiku berkata akan terjadi masalah sepulang dari sana. Ternyata benar. Sebuah tendangan hampir saja mengenai wajahku. Miris dan sedih sekali hatiku saat itu. Aku hanya terdiam penuh pilu.

"Ya Alloh.. Demi Engkau Wahai Robbie.. Aku telah memaafkan Amin sejak dahulu. Maafkanlah Amin.."

Ketika seseorang mengabdikan hidupnya untuk dakwah, sekecil apapun ia tidak akan melakukan hal-hal yang menyakiti hati orang lain. Apalagi kami adalah thullab yang focus belajar dinnul Islam.

Hatiku semakin gerimis saat teringat betapa seluruh muslim itu bersaudara ibarat satu tubuh. Saat satu bagian tubuh yang lain sakit, seluruh tubuh merasakan sakitnya. Hal ini pula yang kugugat dalam diamku terhadap Amin.

Dan tak lama kemudian, Amin pun menghampiriku dan memelukku memohon maafku. Terharu nian hatiku, semakin gerimis jiwaku. Semua peristiwa ini kurekam dengan jelas dalam diary hijauku.

Isu terorisme memakan banyak korban, termasuk yayasan kami yang notabene dibiayai para syeikh Arab. Dana milyaran rupiah pun tersendat. Jiwa petualangku menguat dan kuputuskan mencari beasiswa lain. Tidak demikian dengan Amin dan beberapa sahabatku. Mereka tetap di sana hingga beberapa tahun.

Dan kesabaran mereka pun berbuah manis. Keadan mulai membaik. Dana para syeikh Arab yang milyaran rupiah mulai mengalir lancar. Dan tibalah ditunaikannya janji yayasan untuk memberangkatkan para mahasiswa studi sarjana ke Timur Tengah.

Akhirnya, secara bertahap puluhan mahasiswa yang telah memenuhi syarat diberangkatkan menuju Yaman. Termasuk Amin dan sahabat-sahabatku. Kecuali diriku, tentu saja. Aku telah menerima beasiswa yang lain.

Singkat cerita, Amin yang semenjak lama mengidap sakit paru-paru tidak bertahan lama. Kekebalan tubuhnya tidak kuat bertarung dengan cuaca Yaman yang ganas. Ia pun sakit-sakitan dan tubuhnya pun kurus kering berbalut tulang.

Melihat kondisinya yang seperti itu. Akhirnya, diputuskan untuk memulangkan Amin ke Indonesia sekaligus memulangkannya ke Bima. Dan tak lama kemudian ia pun kembali kepada Alloh, Sang Pemiliknya.

Tentu saja aku tidak mengetahui jika Amin telah meninggal. Saat kejadian itu aku terlalu sibuk dengan rutinitasku yang baru sebagai karyawan sebuah hotel di Jakarta.

Hampir setahun lewat setelah Amin meninggal, kabar itu kuterima. Saat mendengar itu aku hanya bengong melongong seperti bermimpi mendengarnya.

Saat itu aku sedang berada di Kuningan Jawa Barat, mengunjungi salah seorang sahabatku sekaligus sahabat Amin pula. Ia pun bercerita tentang Amin. Dan kukonfirmasikan kepada sahabat-sahabtku yang kuliah di Yaman. Mereka membenarkannya. Ah, sedih nian hatiku mendengarnya. Aku merasa sangat terlalu sekali, mengetahuinya setelah lewat setahun. Sahabat macam apa diriku.

Satu hal yang kupelajari dari Amin adalah dibalik emosinya yang mudah naik, ia pun ditemani pula kehalusan perasaannya untuk segera melupakan masalah dan langsung meminta maaf.

Dan terakhir, semangat belajarnya yang tak pernah padam ditengah sakit paru-parunya yang menahun. Seorang fighter sejati tidak akan kalah hanya karena keadaan. Dan Amin Rozak adalah contoh seorang fighter sejati. Salah seorang mujahid ilmu yang pernah kukenal.

Terima kasih Ya Alloh telah memberiku kesempatan untuk mengenal salah seorang mujahid ilmu.

"Wahai Robbie, ampunilah Amin, kasihanilah dia, sejahterakanlah dia, dan maafkanlah kesalahannya."

"Ya Alloh, ampunilah segala dosanya, terimalah dia di sisi-Mu dan jadikanlah ia sebagai ahli surga-Mu.."

Selamat jalan Amin... Selamat jalan sahabatku. Semoga engkau tenang di sana. Karena Alloh Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Selamat jalan Amin... Do'aku selalu menyertaimu..

Djakarta, 12 sept '12   23:30 PM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun