Masa kanak-kanak adalah periode emas dalam pembentukan karakter. Pada usia dini, anak-anak mulai menyerap nilai-nilai, norma, dan keyakinan yang akan membentuk pondasi moral dan spiritual mereka di masa depan. Baik moral maupun agama memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan anak.Â
Moral dan agama saling terkait erat dalam perkembangan anak. Nilai-nilai agama seringkali menjadi landasan bagi pembentukan moral individu. Dengan kata lain, agama memberikan kerangka kerja yang jelas tentang apa yang dianggap baik dan buruk, sehingga membantu anak dalam mengambil keputusan moral.Â
Menanamkan nilai moral dan agama sejak dini memiliki beberapa manfaat penting, antara lain:
1. Membentuk Karakter: Nilai-nilai moral dan agama membantu membentuk karakter anak menjadi lebih baik, seperti jujur, bertanggung jawab, dan peduli terhadap sesama.
2. Memberikan Panduan Hidup: Nilai-nilai ini memberikan panduan hidup yang jelas bagi anak, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang bijak.
3. Meningkatkan Kesejahteraan: Anak yang memiliki nilai moral dan agama yang kuat cenderung lebih bahagia dan memiliki hubungan sosial yang baik.
4. Mencegah Perilaku Negatif: Dengan memiliki nilai-nilai yang kuat, anak akan lebih terhindar dari perilaku negatif seperti kekerasan, penipuan, dan pelanggaran norma sosial.
Masa kanak-kanak adalah periode kritis dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai moral. Namun, anak usia dini seringkali menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan moral yang baik. Pengembangan moral yang baik sejak dini sangat penting karena akan membentuk pondasi karakter anak di masa depan. Anak-anak yang memiliki moral yang baik cenderung lebih bahagia, sukses, dan memiliki hubungan sosial yang positif.Â
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan penulis kepada anak usia dini bernama Arsyfa berumur 5 tahun yang bersekolah di Tk telah menunjukkan kemampuan dalam memahami ilmu agama. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah setiap hari, Arsyfa telah belajar dan menghafal doa doa harian (seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa masuk dan keluar kamar mandi, doa sebelum dan sesudah tidur) surah pendek dalam Al-Qur'an gerakan sholat dan wudhu. Setiap hari para guru mengetes hafalan murid murid disekolah. Dalam bersekolah Arsyfa juga belajar tentang moral terhadap sesama seperti, berbagi, tolong menolong dan bermain bersama teman. Sebisa mungkin untuk menghindari berkelahian dan bersikap sabar.
Untuk menunjang kemampuan anak dalam beragama orang tua Arsyfa memfasilitasinya dengan mengaji di TPQ agar hafalan Arsyfa semakin banyak dan dapat melantunkan Al-Qur'an sesuai tajwid Gharib yang benar. Di dalam mengaji TPQ arsyfa mulai mengenal bacaan seperti basmalah (bismillahirrahmanirrahim), tahmid (Alhamdulillaah), tasbih (Subhaanallaah), takbir (Allahu akbar). Di rumah, orang tua Arsyfa juga mengulang kembali apa yang sudah dipelajari di sekolah dan di TPQ. Hal ini sebagai bentuk praktek dan penerapan kembali nilai-nilai agama yang telah Arsyfa pelajari di sekolah maupun TPQ. Orang tua Arsyfa juga membiasakan sholat tepat waktu, saling berbagi dengan sesama dan saling membantu agar Arsyfa dapat meniru dan mempraktekannya.Â
Menurut Edward Lee Thorndike, seorang psikolog Amerika yang terkenal dengan kontribusinya dalam bidang pembelajaran. Semakin sering suatu hubungan diulang, semakin kuat hubungan tersebut. Dengan kata lain, latihan membuat suatu respons menjadi lebih otomatis. Latihan yang berulang-ulang akan membantu siswa menguasai materi pelajaran. Kuis pendek yang sering diberikan dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Teori belajar behavioristik seperti yang dicetuskan oleh Edward Lee ThorndikeÂ
mendefiniskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang bisa diamati secaraÂ
langsung sebagai akibat dari adanya stimulus-stimulus dan respon-respon menurutÂ
prinsip mekanistik yang bisa dilihat dari metode belajar trial and error.
Dalam teori belajar behavioristik peran guru sangat dominan dalamÂ
pembelajaran (teacher center learning). Artinya seorang guru harus memiliki kesiapanÂ
dan bekal ilmu yang mencukupi untuk mendidik anak -anak nya. Ibarat teko dan gelas,Â
teko harus berisi terlebih dahulu untuk bisa mengisi gelas tersebut, dan gelas agar bisaÂ
diisi haruslah dalam keadaan terbuka. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, guruÂ
dan anak harus sama-sama dalam keadaan siap untuk melakukan proses pembelajaranÂ
(law of readiness).Â
Hukum law of readiness dalam belajar sesuai dengan pemikiran Al GhazaliÂ
bahwa seorang pendidik haruslah memiliki pengetahuan yang baik (kompeten) agarÂ
bisa merumuskan metode dan materi yang sesuai dengan intelektual peserta didiknya.
Anak yang memiliki kemuan kuat untuk mencari ilmu ibarat gelas terbukaÂ
yang sudah siap diisi air. Terbuka di sini bukan hanya terbuka tanpa tutup secara fisik,Â
tetapi niat atau motivasi juga benar-benar telah ada. Anak yang dikatakan siapÂ
menuntut ilmu bukan sekedar datang secara fisik, tetapi datang dengan segenapÂ
kesadaran untuk menuntut ilmu.
Agar proses pembelajaran Arsyfa menyenangkan penulis menyarankan agar Arsyfa bisa belajar sambil bermain contohnya dengan bermain tebak nama surah pendek dalam Alquran atau bisa juga dengan bermain sambung ayat surah pendek Alquran. Hal ini agar Arsyfa tidak cepat bosan dan pelajaran menjadi menyenangkan.Â
dapat disimpulkan bahwa tidak hanya disekolah saja anak dapat belajar moral dan agama, tetapi dirumah anak juga belajar tentang moral agama dari orangtuanya. pelajaran moral agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter individu yang baik. Dengan mengamalkan nilai-nilai moral Islam, seseorang akan hidup bahagia, bermanfaat bagi sesama, dan mendapatkan ridha Allah SWT.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI