Untuk memperoleh apa yang engkau cintai, awalnya adalah kesabaran atas apa-apa yang tak kau sukai (Al-Ghazali).
Di tengah kepungan rampok
apakah kalian kuat sengsara lebih lama, berkorban lebih banyak atas nama harga diri
atau lebih suka selamat ala kadarnya membiarkan rampok mengambil yang mereka suka, asal masih ada untuk kalian sisanya?
Hidup ini rupanya soal waktu dan perhatian. Waktu akan bergulir tanpa nungguin kita, apapun alasanmu jarum jam akan terus bergerak menuju senja. Maka gunakan waktu sebaik mungkin, berikan perhatian utuh pada waktu itu.
Waktu sangan sulit untuk didefenisikan, antara waktu dan kesadaran manusia.
Bila banyak waktu yang digunakan buat nonton drakor, kita akan mendapatkan sensasi kisah dan hafal nama-nama bintang filmnya. Bila banyak waktu yg digunakan untuk nongkrong sama temen-temen, kita akan punya banyak temen. Bila banyak waktu digunakan untuk berlatih pedang, kau akan jadi samurai seperti Mushashi. Bila waktunya digunakan buat dagang, ia akan kaya. Bila waktunya digunakan buat Tiktok, ia akan memiliki banyak kepingan emas yang bisa ditukar me jadi rupiah.
Yang merugi adalah yang gak sadar selama ini waktunya banyak digunakan untuk apa. Yang panik adalah yang ngiri ngelihat orang lain mendapatkan prestasi tertentu (karena memang ia invest waktu di bidang itu) lalu ingin mendapatkan prestasi yang sama.
Shalat mungkin ngajarin kita buat sadar waktu dan mengarahkan perhatian pada apa yg kita kerjakan. Waktu shalat wajib yang 5 membuat bentangan waktu terasa pendek, tak 24 tapi 5, sehingga terus-menerus sadar akan cepatnya waktu berlalu. 5 kali dalam sehari kita diminta memberikan perhatian utuh pada posisi diri dalam arus waktu.
Di depan sana kita menghadap Tuhan, ada rasa malu karena waktu yg diberikanNya terbuang percuma. Ada rasa malu juga karena saya yang Sholat Isya semalam tetap ngaco dibandingkan saya yang menghadap saat Sholat Subuh tadi. Menyadari hal itu, saya jadi nanya ke diri sendiri, "selama ini waktuku terbuang kemana?".
Innal insana lafi husrin
Doa adalah bentuk dialog manusia dengan Tuhannya. Tuhan sudah menyatakan dirinya seperti terkumpul dalam kitab suci, tentu ada banyak pernyataan lain yang non-verbal seperti dalam kelokan jalan hidup yang menginterupsi rencana manusia. Tuhan berulangkali menyeru kita untuk “kembali mendekat padaNya”, untuk mengakui kedhaifan manusia dan kedigjayaanNya. Doa adalah bagian dari dialog itu, karena Tuhan menyapa, manusia mendoa. Karena Tuhan menjanjikan pengkabulan, manusia memohon agar Duh sudah Jumat lagi, rasanya baru kemaren bergegas dengan terpaksa pergi ke mesjid utk shalat berjamaah. Kenapa waktu begitu cepat berlalu, tanpa kesan, tanpa isi. Lalu apa yang bisa kupersembahkan pada Tuhan saat berhadap-hadapan denganNya di hari suci ini.
Untungnya shalat berjamaah, mudah-mudahan dihitung sebagai rombongan saja. Ibarat jeruk, saya adalah jeruk masam di antara sekumpulan jeruk manis. Namun karena ada di antara jeruk manis, saya akan dianggap dan dinilai jeruk manis. Semoga dalam shalat jemaah ini, saya dianggap hamba yang baik dan manis karena ada dalam jemaah yang baik. Begitulah fadilahnya berjamaah kata kyai.
Untungnya Rumi pernah berbisik, "Wahai pejalan! Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji, ayolah datang, dan datanglah lagi!"
Maka Aku datang... Aku datang padaMu wahai Tuhanku, wahai .....dengan menutup muka. (tetapi bukankah pandanganMu bisa menembus batas, jadi apa gunanya menutup muka). Baiklah, aku datang... aku datang... dengan rasa malu yang sangat.
harapan jadi Saat waktu sudah mau habis seperti senja yang langitnya mulai ditinggal cahaya, semua orang pasti merasakan kerugian. "Duh selama ini apa saja yang kulakukan ya? Kok semua belum tuntas. Sementara waktu menjelang habis".
Iya, itulah yang kerasa saat kita ngerjain soal ujian.. belum apa-apa, tiba-tiba petugas bilang "waktu sebentar lagi habis, yang sudah selesai boleh dikumpulkan". Pada momen itu gak cuma merasa rugi, tapi juga panik dan terancam, "gak lulus deh!".
Dalam dunia fana yang ganas ini apakah engkau akan memperjuangkan sendiri nasibmu atau mendaulat orang yang janji berjuang untukmu? Hidup digambarkan berada di tengah kepungan rampok. Hidup ini tak aman, lengah sedikit, semua yang kita miliki akan dirampas perampok itu. Pilihannya sama-sama rumit. Jika terus bergandengan tangan masih ada harga diri yang tersisa, jika menyerah (lebih suka selamat ala kadarnya), kita tak memiliki harga diri lagi dan hanya sisa dari kehidupan ini yang kita miliki. Sayangnya tak mudah juga jika ingin memiliki harga diri, harus kuat sengsara lebih lama dan berkorban lebih banyak. Dua pilihan ini penuh penderitaan. Tak mudah. Paling tidak, ada sesuatu yang harus dipertahankan, yakni ‘harga diri’. Tapi bagaimana bagi orang yang sudah lama tak punya harga diri?
Ayo mana pilihanmu? Mau memperjuangkan diri nasib sendiri, atau menunggu orang lain yang memperjuangkan nasibmu sendiri. Mau mengurus nasibmu sendiri, atau menunggu orang lain mengurus nasibmu? Mau merencanakan hidupmu sendiri, atau menunggu orang lain merencanakan nasibmu? Jika mau jujur, selama ini kayaknya kita lebih banyak menunggu ada orang lain mengurus dan memperjuangkan nasib kita. Diam-diam kita seperti Cinderella yang datang pada suatu pesta dan meninggalkan sepatu anehnya demi mengundang seorang Pangeran yang membebaskan; atau seperti Puteri Tidur yang melulu tidur sambil menunggu orang asing mencium dan membangunkan. Kok, dua-duanya tentang perempuan ya? Oh ya, ada yang laki-laki, Pangeran Kodok… dia juga menunggu dicium seorang puteri agar bisa kembali ke wujud semula.
Menunggu orang lain datang, tidaklah mungkin. Karena dunia ini sangat ganas dan fana.
Perampok itu Bernama Waktu…
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI