Mohon tunggu...
Rizqah Fauzani F
Rizqah Fauzani F Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidik

Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah ! - Imam Al-Ghazali -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Local Wisdom Masyarakat Bugis-Makassar (Representasi Islam Nusantara)

18 Februari 2024   16:58 Diperbarui: 18 Februari 2024   17:15 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kearifan lokal merupakaan tata nilai perilaku berkehidupan sekelompok masyarakat lokal dalam membangun interaksiyang dipengaruhi oleh locus lingkungan hidup secara arif. Pada kaca mata pandang lain, kearifan lokal merupakan segala bentuk khazanah pengetahuan , pemahaman atau wawasan , keyakinan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam komunitas ekologis. Berupa-rupa bentuk kearifan lokal tersebut dapat berupa nilai, norma, kepercayaan atau aturan-aturan khusus yang mengikat masyarakat setempatnya. Yang menimbulkan fungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan sebagai petuah, kepercayaan, sastra, serta pantangan. 

Dalam kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan yang dimana ada empat etnis besar yang didominasi oleh Bugis-Makassar. Pada tataran budaya dan pandangan hidupnya ada sesuatu yang sangat menonjol dan terkhususkan dalam berkehidupan , yakni Siri . Siri memiliki makna yang berselisih dalam beberapa ruang dan bergantung pada bagaimana tingkat perkembangan makna, nilai dan struktur sosial yang mendukung atau dengan kata lain, bahwa pemaknaan itu sangat ditentukan oleh level kebudayaan yang terelasikan akan masalah nilai dalam kehidupan. Sebab, telah menjadi adagium yang menjadi alur penghubung antara nilai sosial dan nilai budaya yang ada dilingkup masyarakat. Masyarakat Bugis- Makassar mempunyai sistem berkeluarga dan dalam kekerabatan kehidupan hampir dikatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. 

Di dalam kehidupan masayarakat Bugis-Makassar punya nilai sosial yang membentuk kearifan lokal (local wisdom). Serupa dengan tiga sifat yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sosial masyarakat Bugis-Makassar. Tiga sifat yang dimaksudkan yaitu Sipakatau, Sipakainge, dan Sipakalebbi. Berikut penjelasannya:

1. Sipakatau (Saling Menghargai)

Merupakan sifat memanusiakan manusia, yaitu memandang manusia tidak dari segi budaya, ras, agama dan status sosialnya. Konsep ini memandang setiap manusia sebagai manusia. Sipakatau merupakan definisi yang mendeskripsikan baahwa manusia itu saling menghargai sebagai individu yang bermartabat. Nilai kearifan lokal ini menjabarkan bahwa budaya Bugis-Makassar memiliki kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan sang khalik Allah Swt dan oleh karenanya sesama manusia harus saling menghargai satu sama lain dan saling memperlakukan secara perbuatan baik.

2. Sipakainge ( Saling Mengingatkan )

 Merupakan sifat saling mengingatkan. Hadirnya diri sebagai makhluk Tuhan berarti tidak dapat teringkar akan sebuah kesalahan dari kekhilafan. Dengannya, manusia seyogyanya saling mengingatkan karena tak ada manusia yang lahir ke bumi dengan kesempurnaan walau manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara ciptaan-Nya. Dimana sangat erat hubungannya dengan watak dan sifat batin yang dapat mempengaruhi segenap daya nalar pikir dan segala bentuk tindakannya. Saling mengingatkan itu mempunyai makna dalam yng berarti saling mengingatkan tidak mengganggu, tidak membunuh, tidak memusuhi, dan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kemudharatan. Hal ini, berkaitan dengan hidup dalam kerukunan, kedamaian dalam toleransi. Karena manusia adalah makhluk sosial yang selalu bersifat saling membuthkan satu sama lain.

3. Sipakalebbi ( Saling Menghargai )

Merupakan untuk mengingatkan bahwa manusia penuh kekurangan dan kelebihan serta membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, apabila ada yang kekurangan janganlah menjadi ukuran dan tetap memandang bahwa manusia pun ada kelebihannya. Sipakalebbi ini identik dengan puji-pujian, yang berarti sesama manusia kita senantiasa membangun keharmonisan hidup bermasyarakat dengan hati nurani dan kerendahan hati menerima kekurangan orang lain dengan tutur kata yang sopan dan merendah diri. Saling terbuka serta saling menutup kekurangan masing-masing. Darinya, merupakan sifat yang ketika orang lain susah kita akan bersedia menolong orang tersebut baik yang dikenal maupun yang belum kita kenal.

Lalu, Apa korelasi nilai-nilai kearifan lokal (lokal wisdom) dengan Islam Nusantara ? .

Sederhananya, Islam Nusantara didefinisikan sebagai penafsiran Islam yang mempertimbangkan budaya dan ada istiadat lokal Indonesia dalam merumuskan fikihnya. Upaya tersebut adalah tahqiq al-amanath yang dalam praktiknya dapat berbentuk maslahah mursalah, istihsan, dan 'urf. Dengan merujuk pada dalil "ma ra'ahu al-muslimuna hasanan fahuwa 'inda Allah hasanun" (Apa yang dipandang baik oleh kebanyakan manusia, maka itu juga baik menurut Allah) . Dimana corak fikih Islam Nusantara tentang pemikiran yang hadir atas konstribusi adat dan nilai kearifan lokal (local wisdom) sebagai "al-adatu muhakkamah" (adat dapat dijadikan sumber hukum) seperti adanya Maqashid syariat sebagai rujukan maslahah mursalah. Yakni :

1. Hifdzu din (hak beragama ),

2. Hifdzu nafs ( hak hidup ),

3. Hifdzu aql (hak berpendidikan ),

4. Hifdzu mal (hak mencari harta),

5. Hifdzu nasab (hak untuk berketurunan )

 Dari tiga jargon pemersatu seperti Sipakatau, Sipakainge, Sipakalebbi sudah terdapat unsur-unsur bagaimana menjaga hak-hak yang tercantum dalam Maqashid As-syar'iyah. Belum lagi dalam Ahlusunnah wal-jama'ah (Aswaja) NU yang memiliki korelasi erat akan hidup dengan Tawassuth (moderat), Tawazun, (seimbang), Tasamuh (toleran), dan Al-Adl (adil). 

Dengan begitu, dari Sipakatau, Sipakainge, dan Sipakalebbi memiliki kolasi erat dengan Islam Nusantara dalam beradab seperti telah menanamkan etika bergaul, karena lingkungan pergaulan sangat berpengaruh dalam membangun kerukunan dan kedamaian dalam toleransi, karena manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain, setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan serta memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam bergaul harus bertingkah laku sopan santun, lemah lembut dan tidak bertindak salah. Dapat membedakan yang baik dan buruk seperti halnya bagaimana menghadapi berita-berita burung yang dibawa dan disebarkan oleh orang fasik dan jail. Cara menyelesaikan persengketaan antar-sesama yang timbul di kalangan umat yaitu dengan bersatu padu dalam satu tujuan melawan kejahilan dan orang dzolim, karena pada dasarnya sesama manusia adalah bersaudara. Di samping itu, perlu pula ditanamkan etika berperilaku yakni tindakan-tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja, tidak melampaui batas kodratnya, ialah kemanusiaannya. Namun di dalam kehidupan bermasyarakat, sering ditemui perilaku-perilaku individual maupun kelompok yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Hal ini juga sangat relevan dengan sebuah kaidah "al-tsabitu bil 'urfi tsabiti bin nash" (sesuatu yang ditetapkan berdasarkan tradisi "sama belaka kedudukannya" dengan sesuatu yang ditetapkan berdasarkan al-Qur'an-Hadits). 

Demikian, itulah penjelasan singkat tentang apa lokal wisdom masyarakat Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan sebagai representasi Islam Nusantara. Yang dimana masyarakat Bugis-Makassar mempunyai ciri sikap dan tindakan yang harus saling menolong, saling menjaga sesama manusia lainnya, serta menanamkan sika toleransi dalam perbedaan antara lingkungan bermasyarakat hingga bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun