Mohon tunggu...
Rizma Faranisa
Rizma Faranisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa aktif Sosiologi UTM

Mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sungaiku, Harus Bebas dari Limbah Popok Sekali Pakai

22 Maret 2020   01:02 Diperbarui: 22 Maret 2020   01:15 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Popok sekali pakai adalah cara yang praktis buat para orang tua untuk menjadi solusi untuk mengatasi kerepotan gonta ganti celana saat anak buang air kecil maupun buang air sekaligus faktor kenyamanan dan kepraktisan ketika tidur di malam hari atau sedang bepergian jauh. Karena popok mengandung gel peresap cairan yang sanggup menahan cairan lebih banyak.

Gel peresap tersebut membuat kulit bayi tetap kering. Biasanya para orang tua menggunakan popok untuk anaknya ketika sang buah hati berusia satu hingga tiga tahun.

Anak yang berusia di bawah tiga tahun kerap buang air kecil dikarenakan mereka masih sering minum air susu. Popok sekali pakai  mampu untuk meringankan beban orang tua apalagi yang mengurus anak tanpa bantuan babysitter.

Selain nyaman dan praktis popok sekali pakai banyak dijual di toko terdekat dan harganya pun ekonomis. Satu buah popok bisa didapatkan mulai dari harga Rp. 1500 hingga Rp. 3000 . Belum juga banyak diskonan di supermarket yang harganya bisa cuma Rp.1000 saja.

Harga popok bayi ditentukan tergantung size. Harga tersebut dirasa cukup murah daripada kerepotan membersihkan perlak dan kain kasur yang bau pesing terkena pipis. Disamping itu pula popok kain pun menumpuk.

Namun, para orang tua tidak memperhatikan dampak dari popok sekali pakai, apalagi dalam pembuangannya. Sering kali saya melihat para orang tua membuang popok sekali pakai di sungai terutama di sungai bengawan solo. Di perkirakan ada sebanyak 3 juta popok sekali pakai yang dibuang warga ke sungai setiap harinya.

Tidak hanya masyarakat daerah sana yang membuang popok sekali pakai di aliran sungai tersebut, melainkan juga ada masyarakat dari luar daerah Lamongan. Mereka membuangnya dengan cara mengumpulkan sampah popoknya menjadi satu wadah plastik lalu melemparkan ke aliran sungai begitu saja saat melintasi jembatan karanggeneng.

Alasan masyarakat membuang popok ke sungai ialah agar tidak menimbulkan ruam atau iritasi pada bayi tersebut dan masyarakat lokal juga mempunyai kepercayaan membuang popok bayi ke sungai biar adem.

Popok sekali pakai menjadi permasalahan sampah yang berpotensi mencemari lingkungan dan juga mempengaruhi kesehatan manusia.

Dikutip dari Mongabay, Popok sekali pakai menjadi penyumbang sampah terbanyak kedua di laut, yakni 21% menurut riset Bank Dunia pada 2017. Di peringkat pertama ada sampah organik yang besaran angkanya mencapai 44%.

Selain itu, ada sampah plastilk (tas kresek) 16%, sampah lain 9%, pembungkus plastik 5%, beling kaca dan metal 4%, serta botol plastik 1%. The Guardian mencatat sebanyak tiga miliar dan 20 miliar popok sekali pakai dibuang di Inggris dan Amerika setiap tahun.

Adapun Australian Science melaporkan, penduduk Australia menggunakan 5.6 juta popok sekali pakai setiap hari. Sumber sama mengatakan, dua miliar popok sekali pakai dibuang ke tempat pembuangan sampah di Australia setiap tahun.

Dampak sampah popok sekali pakai juga menyebabkan air PDAM semakin keruh dan berbau tidak sedap karena air PDAM juga berasal dari Sungai tersebut. Popok sekali pakai juga membuat ikan di sungai bengawan solo mati dan perubahan kelamin. Popok sekali pakai mengandung senyawa kimia Super Absorbent Polymer (SAP) sebanyak 42% yang akan berubah bentuk menjadi gel saat terkena air.

Apabila popok sekali pakai ini terurai dalam air, zat kimia ini dapat berbahaya bagi lingkungan. Senyawa ini dapat menyebabkan perubahan hormon pada ikan sehingga bisa mengalami perubahan kelamin. Sampah popok sekali pakai juga akan mengancam kelestarian ikan di sungai Bengawan Solo.

Bahan popok sekali pakai sangat berbahaya ketika dimakan ikan dan bila ikan itu dikonsumsi manusia, manusia akan rentan terkena penyakit iritasi paru-paru dan kulit, sesak nafas, dioksin bahkan penyakit kanker sekalipun.

Gundukan sampah popok sekali pakai disaat sungai kering saat musim kemarau menimbulkan bau tak sedap. Popok sekali pakai ini membutuhkan waktu ratusan tahun untuk dapat terurai dengan sempurna.

Dilansir dari tirto.id dalam menyikapi persoalan sampah popok sekali pakai seharusnya produsen menjalankan Extended Producer Responbility (EPR) yang telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dari tanggung jawab peran dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Selain itu Pemerintah juga harus turun tangan membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan teknologi sanitary landfill atau lahan urug saniter.Popok sekali pakai ini tidak bisa dicampur dengan sampah yang lainnya dan termasuk kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pemerintah juga harus gemar bersosialisasi tentang pembuangan sampah popok sekali pakai ke Sungai Bengawan Solo ini.

Masih banyak masyarakat terutama di Kawasan pedesaan belum mempunyai tempat sampah jadi popok tersebut dibuang ke sungai. Tetapi meskipun di buang di tempat sampah masyarakat juga tidak akan membakar sampah popok sekali pakai tersebut karena masyarakat percaya dengan membakar popok tersebut akan mengalami ruam dan iritasi pada bayi tersebut.

Salah satu masyarakat desa Karanggeneng bernama Ali mengatakan, "saya membuang popok bayi cucu saya dengan cara memendam pada tanah yang sudah digali sedalam 2 meter, emang galian tanah tersebut rencananya sudah dipakai untuk menanam limbah popok agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan jika popok tersebut di buang ke sungai Bengawan Solo."

Pemerintah membenarkan dengan memendam limbah popok sekali pakai ke dalam tanah tersebut bisa mencegah pencemaran lingkungan. Selain itu juga menghindari ruam dan iritasi pada bayi.

Limbah popok juga bisa menjadi media tanam bagi tumbuhan dengan mencampurkan nutrisi tanaman, tanah, popok bekas, sampah botol plastik dan bakteri pengurai. Ini juga bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mengurangi pencemaran lingkungan pada sungai Bengawan Solo.

Demikian artikel yang sudah saya buat semoga bermanfaat bagi kita semua. Saya Rizma Faranisa mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun