Ketika kita berbicara tentang daerah-daerah pedalaman di Indonesia, seringkali yang terlintas dalam benak adalah gambaran keterbatasan. Keterbatasan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga kesempatan ekonomi. Namun, mengapa hingga saat ini banyak desa pedalaman yang masih tertinggal kondisinya? Mengapa berbagai program dan bantuan dari pemerintah belum cukup mampu mengangkat kehidupan masyarakat di sana? Bagaimana kita dapat benar-benar membawa perubahan yang berkelanjutan?
Jawabannya mungkin mengejutkan. Perubahan di pedalaman bisa terjadi dengan adanya figur yang tidak banyak orang perhatikan---guru ngaji. Lantas, apa hubungan antara perubahan di desa dengan keberadaan guru ngaji? Bagaimana mereka bisa menjadi agen perubahan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan kita jawab dalam artikel ini.
Kondisi Desa Tertinggal di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024 terdapat 62 kabupaten tertinggal yang tersebar di sejumlah provinsi yang mayoritas berada di wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua, Nusa Tenggara, dan Maluku (situs seskab.go.id). Meskipun banyak inisiatif pembangunan dan program sosial telah dilakukan, kenyataannya banyak daerah ini masih menghadapi masalah yang sama. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang mampu menjadi pemimpin perubahan di daerah tersebut. Inilah di mana guru ngaji berpotensi untuk memegang peranan penting sebagai agen perubahan atau agent of change.
Keterbatasan SDM Sebagai Hambatan Perubahan
Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti pembangunan infrastruktur, pemberian bantuan sosial, dan peningkatan akses pendidikan, banyak desa tertinggal masih belum mengalami perubahan yang signifikan. Salah satu kendala utamanya adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) lokal yang mampu memimpin dan menjalankan program-program tersebut secara efektif. Tanpa adanya tokoh masyarakat yang mampu menggerakkan dan menginspirasi warga, program-program yang diluncurkan sering kali tidak berkelanjutan.
Namun, di sinilah peran penting guru ngaji bisa terlihat. Guru ngaji yang sering kali dihormati dan dipandang sebagai tokoh masyarakat berpotensi untuk menjadi agen perubahan di komunitasnya. Walaupun banyak yang melihat guru ngaji sebatas sebagai pengajar agama, sebenarnya peran mereka bisa jauh lebih luas.
Guru Ngaji Sebagai Agent of Change
Mengapa guru ngaji memiliki potensi sebagai agent of change? Pertama, karena posisi mereka yang dihormati di masyarakat. Di banyak desa pedalaman, guru ngaji bukan hanya seorang pendidik agama, tetapi juga dianggap sebagai tokoh yang dapat memberi nasihat dan menjadi panutan bagi masyarakat. Status sosial ini memberi mereka kekuatan untuk menggerakkan masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial dan pembangunan.
Sebagai contoh, di banyak wilayah pedalaman, kegiatan sosial seperti gotong royong, pembangunan fasilitas umum, hingga kegiatan ekonomi berbasis masyarakat seringkali digerakkan oleh tokoh-tokoh agama, termasuk guru ngaji. Posisi mereka sebagai penggerak sosial tidak bisa dianggap remeh, karena mereka memiliki kedekatan dengan masyarakat yang tidak dimiliki oleh banyak program pemerintah yang datang dari luar.