Di tengah tantangan modernisasi dan perubahan sosial yang cepat, kehadiran guru ngaji di tengah masyarakat menjadi lebih penting dari sebelumnya. Di wilayah pedalaman Indonesia, guru ngaji menjadi ujung tombak pendidikan Al-Qur'an dan nilai-nilai keislaman bagi generasi muda. Mereka tidak hanya mengajarkan bagaimana membaca dan memahami Al-Qur'an, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual yang membentuk karakter umat.
Guru ngaji seringkali berperan sebagai satu-satunya sumber ilmu agama bagi masyarakat di wilayah terpencil. Di banyak desa yang belum memiliki akses ke sekolah agama formal, peran guru ngaji menjadi vital dalam memastikan bahwa anak-anak dan remaja mendapatkan pendidikan agama yang layak. Mereka berjuang mengajarkan Al-Qur'an di tengah keterbatasan fasilitas dan seringkali tanpa dukungan finansial yang memadai.
Tingginya Angka Buta Huruf Al-Qur'an di Indonesia
Meskipun Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, angka buta huruf Al-Qur'an masih cukup tinggi, terutama di pedalaman. Menurut data dari Kementerian Agama, sekitar 65% dari masyarakat di daerah terpencil tidak memiliki kemampuan membaca Al-Qur'an. Hal ini disebabkan oleh minimnya fasilitas pendidikan agama serta kurangnya tenaga pengajar yang memadai.
Ketiadaan guru ngaji di banyak wilayah pedalaman Indonesia menjadi salah satu penyebab utama rendahnya tingkat literasi Al-Qur'an. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan, mengingat pentingnya membaca dan memahami Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Banyak anak-anak yang tumbuh dewasa tanpa kemampuan dasar membaca Al-Qur'an, sehingga mereka kehilangan salah satu aspek penting dalam menjalankan kehidupan beragama mereka.
Bagaimana Jika Kita Tidak Bisa Mengaji?
Membaca Al-Qur'an adalah ibadah yang tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga memperkaya kehidupan spiritual umat Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, "Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin" (QS. Al-Isra': 9). Selain itu, hadits Rasulullah SAW juga menegaskan, "Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur'an), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat" (HR. Tirmidzi).
Ketidakmampuan membaca Al-Qur'an berarti masyarakat kehilangan banyak keutamaan pahala yang disediakan dalam kitab suci ini. Selain itu, mereka juga akan kesulitan memahami petunjuk-petunjuk hidup yang terkandung dalam Al-Qur'an, yang seharusnya menjadi panduan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat berdampak pada menurunnya kualitas kehidupan beragama, baik secara individu maupun sosial.
Kekurangan Guru Ngaji: Tantangan Besar bagi Pendidikan Agama
Kekurangan guru ngaji di banyak wilayah Indonesia, terutama di pedalaman, menjadi salah satu tantangan besar yang harus dihadapi oleh masyarakat Muslim. Tanpa kehadiran guru ngaji yang memadai, anak-anak dan remaja akan tumbuh tanpa mendapatkan bekal pendidikan agama yang layak. Hal ini bisa berakibat pada menurunnya pemahaman dan praktik keagamaan di tengah masyarakat.
Data dari Kementerian Agama menunjukkan bahwa ribuan desa di Indonesia masih kekurangan guru ngaji. Situasi ini diperparah dengan minimnya insentif bagi para guru, yang membuat banyak dari mereka terpaksa mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akibatnya, kegiatan belajar mengajar Al-Qur'an seringkali terhambat atau tidak berjalan secara maksimal.
Meskipun peran mereka sangat penting, banyak guru ngaji di Indonesia yang hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka sering kali mengajar secara sukarela atau dengan bayaran yang sangat minim. Banyak dari mereka yang terpaksa bekerja di sektor lain untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga kegiatan mengajar mengaji menjadi terbengkalai.
Di beberapa daerah, guru ngaji bahkan harus menghadapi tantangan infrastruktur yang buruk, seperti tidak adanya tempat yang layak untuk mengajar. Selain itu, banyak dari mereka yang harus berjalan jauh untuk mengajar, tanpa mendapatkan dukungan yang memadai dari masyarakat atau pemerintah.
Laznas Dewan Dakwah, salah satu lembaga amil zakat nasional, melalui sayap program dakwahnya secara rutin mengirimkan ratusan lulusan baru Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Moh Natsir untuk ditugaskan sebagai guru-guru ngaji di pedalaman Indonesia. Tahun 2024 ini tidak kurang dari 130 dai dan daiyah ditugaskan sebagai guru-guru ngaji di penjuru negeri. Program yang sudah dikelola sejak Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia berdiri ini diharapkan dapat menutupi kebutuhan akan guru ngaji di pelosok pedalaman Indonesia. Menjadi benteng iman para warga di sana, serta menjaga nilai spiritual dan moral masyarakat Indonesia.
Para guru ngaji baru ini akan bertugas minimal 2 tahun dan akan terus dimonitor pekerjaannya langsung dari Laznas Dewan Dakwah. Untuk membantu kehidupan para guru ngaji ini, Laznas Dewan Dakwah secara rutin memberikan insentif berupa uang saku bulanan yang sumbernya dikumpulkan dari dana zakat, infaq dan sedekah masyarakat melalui Laznas Dewan Dakwah. Dengan sinergi dan kolaborasi yang apik antara Laznas Dewan Dakwah dan masyarakat seperti ini, diharapkan para guru ngaji dapat mengajar lebih fokus dan menjadikan dakwah lebih stabil dan berkelanjutan.
Siapa yang Membutuhkan Kehadiran Guru Ngaji?
Kehadiran guru ngaji sangat dibutuhkan oleh berbagai lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Anak-anak di daerah pedalaman yang tidak memiliki akses ke sekolah formal agama, sangat bergantung pada guru ngaji untuk mendapatkan pendidikan agama. Orang dewasa yang belum bisa membaca Al-Qur'an juga membutuhkan bimbingan dari guru ngaji untuk memperdalam pemahaman agama mereka.
Selain itu, masyarakat umum juga membutuhkan peran guru ngaji untuk menjaga kelangsungan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Guru ngaji tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menjadi teladan bagi masyarakat dalam menjalankan ajaran Islam.
Kenapa Kita Harus Peduli?
Kita sebagai masyarakat Muslim harus peduli terhadap kondisi para guru ngaji karena mereka adalah pilar utama dalam pendidikan agama. Tanpa mereka, generasi muda akan tumbuh tanpa bimbingan yang cukup dalam mempelajari Al-Qur'an dan ajaran agama. Lebih dari itu, guru ngaji adalah ujung tombak dalam menjaga kelangsungan tradisi keilmuan Islam di tengah-tengah masyarakat.
Kepedulian terhadap guru ngaji juga merupakan bagian dari tanggung jawab sosial kita sebagai umat Muslim. Dengan memberikan dukungan kepada mereka, kita turut berkontribusi dalam menjaga keberlangsungan pendidikan agama di Indonesia, khususnya di daerah-daerah terpencil.
Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mendukung para guru ngaji. Pertama, kita bisa memberikan dukungan finansial melalui infaq dan sedekah serta zakat. Banyak lembaga sosial dan zakat salah satunya Laznas Dewan Dakwah yang memiliki program khusus untuk membantu kesejahteraan guru ngaji. Dengan hal itu kita bisa mendukung memastikan bahwa para guru ngaji dapat fokus mengajar tanpa harus terbebani oleh masalah ekonomi.
Kedua, kita juga bisa memberikan dukungan moral dengan menghargai peran mereka dalam masyarakat. Sebuah apresiasi sederhana dapat memberikan semangat lebih bagi mereka untuk terus menjalankan tugas mulia ini. Dan yang terakhir, kita bisa membantu mempromosikan pentingnya peran guru ngaji kepada masyarakat luas, agar semakin banyak orang yang peduli dan tergerak untuk mendukung mereka.
Dengan langkah-langkah kecil ini, kita bisa memastikan bahwa guru ngaji tetap ada dan terus menjalankan perannya dalam membentuk generasi yang cinta Al-Qur'an dan ajaran agama Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H