Mohon tunggu...
Muhammad Rizky Perdana
Muhammad Rizky Perdana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercubuana

NIM 43223110013- Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak - Jurusan Akuntansi - Mata Kuliah PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 2-Praktik Stoicism, Membedakan Antara Fortuna vs Virtue untuk Menjadi Sarjana Unggul dan Profesional

19 September 2024   19:46 Diperbarui: 19 September 2024   19:56 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stoicisme, sebagai salah satu aliran filsafat yang telah ada sejak zaman kuno, menawarkan panduan yang berharga bagi individu yang ingin mencapai keunggulan dalam kehidupan akademik dan profesional. Dalam konteks ini, penting untuk memahami dua konsep utama dalam stoicisme: Fortuna dan Virtue. Keduanya memiliki peranan yang berbeda namun saling melengkapi dalam perjalanan menuju kesuksesan. 

Apa itu Fortuna dan Virtue?

Fortuna

Fortuna merujuk pada kekuatan alamiah yang tak terduga, atau "nasib baik," yang mempengaruhi peristiwa dalam kehidupan manusia. Dalam pandangan Machiavelli, fortuna adalah elemen yang dapat mempengaruhi hasil dari usaha dan kebijakan seseorang. Ia menggambarkan fortuna sebagai sesuatu yang tidak dapat sepenuhnya dikendalikan, mirip dengan aliran sungai yang bisa membawa seseorang ke arah yang tidak terduga. Fortuna memberikan kesempatan yang harus dimanfaatkan oleh individu dalam percaturan kekuasaan, menunjukkan bahwa keberhasilan sering kali bergantung pada kemampuan untuk beradaptasi dengan keadaan yang berubah. 

Virtue

Virtue, di sisi lain, berasal dari kata Latin "virtus," yang berarti keutamaan atau kualitas moral. Dalam konteks Machiavelli, virtu lebih mengarah kepada kemampuan praktis dan kecakapan seorang pemimpin untuk mengelola situasi dan mengambil keputusan yang tepat. Virt mencakup karakteristik seperti keberanian, ketegasan, dan kemampuan untuk memprediksi serta beradaptasi dengan perubahan. Machiavelli menekankan bahwa virtu bukanlah sekadar kebijaksanaan moral, melainkan lebih kepada kualitas yang diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan.Secara keseluruhan, hubungan antara fortuna dan virtu menggambarkan interaksi antara nasib dan kemampuan individu dalam mencapai tujuan mereka. Seorang pemimpin yang sukses harus mampu memanfaatkan fortuna dengan bijaksana melalui virtu mereka.

Mengapa Praktik Stoicisme Penting?

Praktik Stoicisme memiliki relevansi penting dalam kehidupan modern, terutama dalam konteks perbedaan antara "fortune" dan "virtue". Stoicisme, yang berasal dari ajaran filsafat Yunani kuno, menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada faktor eksternal seperti kekayaan atau keberuntungan, tetapi lebih pada pengembangan karakter moral dan kebajikan. 

 Pentingnya Praktik Stoicisme

  1. Pengembangan Karakter Moral
    Stoicisme mengajarkan bahwa kebajikan adalah satu-satunya hal yang benar-benar baik dan berharga. Kebajikan mencakup kualitas seperti kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan moderasi. Dalam pandangan Stoik, hanya kebajikan yang dapat membawa manusia kepada kebahagiaan sejati, sementara hal-hal eksternal seperti kesehatan atau kekayaan dianggap sebagai "indifferent" atau tidak konsisten dalam memberikan kebaikan.
  2. Menghadapi Ketidakpastian
    Stoicisme mengajarkan penerimaan terhadap apa yang tidak dapat kita kendalikan. Dengan memahami bahwa nasib (fortune) sering kali berada di luar kendali kita, individu diajarkan untuk fokus pada reaksi dan sikap mereka terhadap situasi tersebut. Ini membantu dalam mengurangi stres dan meningkatkan ketahanan mental.
  3. Refleksi Diri dan Pengambilan Keputusan
    Praktik Stoicisme mendorong individu untuk secara teratur merefleksikan tindakan dan keputusan mereka. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Stoik, seseorang dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan memahami dampak dari tindakan mereka terhadap diri sendiri dan orang lain.
  4. Kehidupan Selaras dengan Alam
    Konsep hidup selaras dengan alam merupakan inti dari ajaran Stoik. Ini berarti hidup sesuai dengan rasio universal yang mengatur kosmos, yang dianggap sebagai kodrat sejati manusia. Dengan demikian, individu diharapkan untuk bertindak secara rasional dan etis dalam semua aspek kehidupan mereka.

Bagaimana Menerapkan Praktik Stoicisme dalam Kehidupan Sehari-Hari?

Untuk menerapkan praktik stoicisme dalam kehidupan sehari-hari, Anda dapat mengikuti beberapa langkah dan prinsip yang telah terbukti efektif. 

Prinsip Dasar Stoicisme

Filsafat Stoicisme merupakan sebuah jalan hidup, way of life, yang masih tetap relevan untuk zaman sekarang. Karena itu, Stoicisme memiliki panduan praktis yang dapat diterapkan dalam cara berpikir. Berdasarkan buku Filosofi Teras, terdapat beberapa cara menerapkan Stoicisme yang bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 

Pertama, mengakui bahwa semua emosi datang dari dalam diri. Pada dasarnya, semua emosi yang dirasakan oleh seseorang berasal dari dalam diri sendiri. Namun, kebanyakan orang berpikir bahwa emosi yang mereka rasakan berasal dari hal-hal eksternal, seperti pekerjaan, kegiatan sekolah, dan lain-lain.

Menempatkan kesalahan dan tanggung jawab pada objek eksternal memang mudah dilakukan. Alhasil, orang-orang cenderung melakukan itu daripada memahami bahwa semua konflik dimulai secara internal, yaitu dari dalam pikiran. Karena itu, jujur dan mengakui pada diri sendiri bahwa semua emosi datang dari apa yang dipikirkan dan dirasakan, bukan berasal dari faktor luar, dapat membuat hidup lebih bahagia.

Kedua, melatih dikotomi kendali. Dikotomi kendali merupakan cara memisahkan hal-hal apa saja yang bisa dikendalikan dan yang tidak bisa dikendalikan. Mau tidak mau, pasti ada sesuatu yang tidak di bawah kendali kita. Bahkan, yang kita kendalikan terbilang jauh lebih sedikit dari apa yang tidak dapat dikendalikan.

Seseorang semestinya sadar bahwa ada banyak hal yang tidak bisa diubah. Karenanya, dengan menyadari hal itu, mereka dapat mengendalikan emosi. Dengan melatih dikotomi kendali, seseorang tidak hanya akan lebih tenang dan bahagia, tetapi juga terhindar dari emosi yang tidak perlu.

Ketiga, menggunakan waktu sebaik mungkin. Stoikisme mengajarkan bahwa waktu adalah aset terbesar manusia. Tidak seperti harta benda, waktu tidak akan pernah bisa diulang kembali. Karena itu, manusia harus berusaha untuk menggunakan waktunya sebaik mungkin.

Orang-orang yang menyianyiakan waktu untuk hal-hal kecil atau hiburan akan menemukan bahwa mereka tidak memiliki apa pun untuk ditunjukkan pada akhirnya. Kebiasaan menunda-nunda juga akan kembali menghantui keesokan harinya.

Keempat, tetap fokus saat menghadapi gangguan. Banyak hal yang dapat mengganggu fokus seseorang. Ketika seseorang dihadapkan dengan begitu banyak pilihan, orang tersebut akan teralihkan dengan fokus yang harus dikerjakan. Karena itu, perlu menekankan tindakan yang bertujuan.

Menjalani kehidupan sebaik-baiknya, menghayati setiap momen, dan menyadari bahwa kehidupan adalah sebuah anugerah yang tak ternilai merupakan cara agar manusia dapat menikmati hidup. Hidup yang demikian akan menjauhkan manusia seperti kecemasan dan ketakutan.

Kesimpulan

Praktik stoicisme menawarkan kerangka kerja yang kuat bagi siapa pun yang ingin menjadi sarjana unggul dan profesional. Dengan memahami perbedaan antara Fortuna dan Virtue serta mengembangkan keduanya secara bersamaan, kita dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik dan mencapai tujuan kita dengan cara yang bermakna. Mari kita terapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari agar dapat tumbuh menjadi individu yang tidak hanya sukses secara akademis atau profesional tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan berintegritas.

Daftar Pustaka

Purwanto, A. (2022) Mengenal Stoikisme: Sejarah, Ajaran, dan Penerapannya dalam Hidup Sehari-hari. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/mengenalstoikisme-sejarah-ajaran-dan-penerapannya-dalam-hidup-seharihari

Schmandt, Henry J. 2002. Filsafat Politik: Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern, Terj. Ahmad Baidlowi & Imam Baehaqi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 

Losco, Joseph & Williams, Leonardo. 2005. Political Theory Kajian Klasik dan Kontemporer: Pemikiran Thucydides-Machiavelli, Terj. Haris Munandar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 

Benner, Erica. 2013a. Machiavelli's Ethics, Princeton: Princeton University Press. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun