Mohon tunggu...
Rizky Nur Aulia Apriyanni
Rizky Nur Aulia Apriyanni Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(x)u.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi, Efektifkah?

11 Desember 2020   23:30 Diperbarui: 14 Desember 2020   21:49 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak munculnya kasus covid-19 pertama di Indonesia pada pertengahan bulan maret 2020 ini bukan hanya mengganggu perekonomian dan kesehatan, pandemi ini juga mengganggu sistem pendidikan. Dan untuk menanggulangi kesenjangan ini akhirnya pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kebudayaan dan Pendidikan (Kemendikbud) memutuskan untuk pembelajaran tatap muka ditiadakan dan sebagai gantinya, pembelajaran dilakukan secara daring (online).

Menurut Albert Efendi Pohan (2020 : 8) dalam bukunya yang berjudul Konsep Pembelajaran Daring Berbasis Pendekatan Ilmiah, pembelajaran daring juga dapat mendorong siswa tertantang dengan hal-hal baru yang mereka peroleh selama proses belajar, baik teknik interaksi maupun penggunaan media-media pembelajaran yang beraneka ragam. Siswa juga secara otomatis, tidak hanya mempelajari materi yang telah diberikan guru, melainkan mempelajari cara belajar itu sendiri.

Sistem pembelajaran daring ini dilaksanakan melalui perangkat computer atau handphone yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Seorang guru dapat melakukan pembelajaran di waktu yang sama menggunakan grup, seperti e-learning, edmodo, google class, whatsApp, google meet, telegram, aplikasi zoom, dan media lainnya sebagai media pembelajaran.

Proses pembelajaran daring sebenarnya tidak mudah dilaksanakan di Indonesia,hal ini terbukti dengan adanya berbagai laporan dari masyarakat ataupun berbagai keluhan tentang adanya masalah-masalah atau hambatan-hambatan yang dihadapi. Beberapa hambatan yang dirasakan oleh para peserta didik diantaranya yaitu masih banyak guru yang memiliki keterbatasan menggunakan gadget ataupun memaksimalkan gawai yang ia miliki dalam mengakses platform pendidikan berbasis daring. Hal ini bukan masalah bagi guru yang sudah melek teknologi, tetapi bagi guru yang gagap akan teknologi tentu saja hal ini merupakan sebuah hal masalah dalam proses pembelajaran daring.

Selanjutnya, masalah kemandirian siswa untuk belajar dirumah cenderung susah untuk dikontrol. Hal ini disebabkan karena kebanyakan siswa cenderung lebih mudah untuk menerima materi yang diajarkan melalui tatap muka secara langsung di kelas.

Yang ketiga, masih banyak siswa yang tidak mempunyai gadget ataupun gawai. Tentu hal ini merupakan hal yang sangat besar. Apalagi untuk mempunyai gadget bagi masyarakat ataupun siswa yang ekonominya menengah kebawah itu sangatlah susah bahkan terbilang mahal bagi mereka.

Hambatan yang paling banyak ditemukan dalam pembelajaran daring ini adalah masalah internet. Dapat diketahui bahwa ketidaklancaran jaringan internet ini menjadi kendala yang paling utama dalam kelangsungan kegiatan pembelajaran jarak jauh ini.  

Jaringan seluler yang terkadang tidak stabil karena letak geografis yang masih jauh dari jangkauan sinyal ini menjadi masalah yang banyak terjadi dikalangan peserta didik yang mengikuti pembelajaran jarak jauh ini sehingga, pelaksanaan pembelajaran daring ini kurang optimal. Akan tetapi tidak hanya sinyal, pulsa maupun paket data untuk melaksanakan kegiatan online class ini harganya cenderung mahal. Sehingga ini bisa menjadi faktor lain dalam melaksanakan pembelajaran daring (online).

Guna menyiasati kendala jaringan tersebut, guru juga bisa memanfaatkan portal kegiatan yang disediakan oleh Kemendikbud melalui siaran televisi. Pengelolaan pembelajaran berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan, bahwa salah satu kemampuan yang harus dikuasai bagi guru ialah kemampuan pedagogik. Kemampuan pedagogik ialah kemampuan atau keterampilan guru yang bisa mengelola suatu proses pembelajaran atau interaksi belajar mengajar dengan peserta didik.

Menurut Meda Yuliani, dkk (2020 : 83) dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Daring untuk Pendidikan: Teori dan Penerapan, guru harus memastikan siswa termotivasi sehingga terlihat aktif dalam pembelajaran. Banyak kasus siswa tidak termotivasi dalam belajar. Salah satu contohnya adalah guru sudah mengunggah materi pada server untuk memudahkan siswa mengakses dan mengunduh materi tersebut. Kondisi yang terjadi dilapangan tidak sesuai dengan yang direncanakan. Siswa yang tidak termotivasi hanya akan mengunduh materi tersebut tetapi tidak membacanya. Contoh lain dari kondisi siswa yang tidak termotivasi yaitu kurang aktif atau pasif saat diskusi online yang dilaksanakan. Hadir saat pertemuan daring tetapi kurang memberikan tanggapan terhadap topik yang dibahas. Dalam keadaan ini, seorang guru dituntut harus membuat suasana belajar menjadi ceria dan pintar-pintar mengawasi siswa yang terkadang tidak termotivasi untuk belajar. Jangan hanya memberi tugas terus menerus agar siswa tidak merasa jenuh.

Point penting pada pembelajaran daring ini adalah perihal penilaian guru. Penilaian yang harus di berikan kepada siswa seharusnya bukan lagi mengarah kepada kuantitas, melainkan kualitas. Jadi, guru tidak hanya sekedar memberikan nilai, tetapi juga harus bisa memberikan motivasi kepada para siswa.

Menurut Anderson (2003) terdapat tiga prinsip dalam penilaian pembelajaran, yaitu bermakna (meaningfulness), transparansi (expicitness), dan adil (fairness).

  1. Bermakna (meaningfulness), siapa pun yang berkepentingan terhadap hasil penilaian siswa dapat melihat makna di balik hasil penilaian yang telah dilakukan tersebut.
  2. Transparansi atau keterbukaan (expicitness), setiap pihak yang membutuhkan informasi hasil belajar siswa dapat mengetahui bagaimana guru melakukan kegiatan penilaian belajar siswa dan hasil penilaiannya. Transparansi terhadap informasi yang menjadi pertimbangan guru dalam menentukan penilaian belajar siswa, komponen-komponen penilaian belajar siswa yang membentuk nilai, pengolahan data hasil kegiatan penilaian belajar siswa, dll.
  3. Adil (fairness), setiap siswa memperoleh kesempatan yang sama di dalam sistem penilaian belajar yang dilakukan guru dan sekolah. Adil bukan berarti setiap siswa memperoleh nilai yang sama tetapi memperoleh nilai yang seharusnya diperoleh sesuai dengan kemampuan belajar masing-masing siswa, serta memenuhi kriteria validitas (validity) dan reliabilitas (reliability).

Kunci dari kesuksesan pembelajaran daring dimasa pandemi ini adalah membuat pelajaran menjadi simple, mudah diakses, dan mudah dimengerti. Jangan sampai siswa merasa jenuh oleh tugas-tugas yang menumpuk. Yang paling mengerikan adalah ada kasus bunuh diri yang dilakukan oleh siswa karna diduga merasa depresi oleh tugas daring. Banyak kendala yang dihadapi oleh siswa. Sebagai guru, sudah sepatutnya membuat kendala tersebut teratasi dengan cara memaksimalkan sumber daya yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Darmani, Hamid. 2013. Kompetensi Guru Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang UUGD, diakses pada 10 Desember 2020 dari http://hamiddarmadi.blogspot.com/2013/07/kompetensi-guru-berdasarkan-uu-no-14.html

Yuliani, Meda dkk. 2020. Pembelajaran Daring untuk Pendidikan: Teori dan Penerapan. Medan: Yayasan Kita Menulis

Pohan, Albert Efendi. 2020. Konsep Pembelajaran Daring Berbasis Pendekatan Ilmiah. Purwodadi: CV. Sarnu Untung

Hamid, M. A. 2016. Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, Vol. 1, No. 1, 38.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun