"Tidak usah seperti itu, cerita manusia itu tidak pernah sama,"
"Aku saat ini merasa aku adalah orang yang tidak berguna, aku kalah dengan dirimu yang mampu menjalani semua ini dengan sangat baik,"
Hari demi hari selalu ku jalani dengan penuh harapan darimu, secangkir kopi. Kekuatanmu telah merasuk dalam sanubariku. Relung jiwaku yang selalu bergejolak melawan keadaan, kini mulai mampu ku kendalikan dengan segenap usahaku. Aku benar-benar merasakan hidup yang benar-benar hidup/
Badai menerpaku bertubi-tubi. Jatuh dan bangun kembali, begitu seterusnya. Dibalik rasa pahit akan selalu menimbulkan rasa manis yang luar biasanya. Rafael memang sahabat terbaikku, dia mengerti benar aku dan secangkir kopi yang menjadi obat dari segala kegalauan hidupku. Air mata yang tersaji setiap harinya mengiringi indahnya kenangan yang akan menjadi album memori yng tidak pernah terlupakan.
4.
Secangkir kopi, terima kasih kau telah mempertemukanku dengan Nadin kembali. Dia masih sama cantiknya dengan dulu, hanya saja cintaku telah hilang tertelan oleh waktu. Tetapi, aku tidak membencinya. Aku bersalaman dengannya, dengan suaminya, dan dengan anaknya yang lucu itu.
Ada hal yang tidak aku mengerti dari Nadin. Tentang nama anaknya yang sama persis dengan namaku, Haris. Bukan hanya itu, nama panjangnya pun mirip sekali dengan nama panjangku, kelahirannya juga sama dengan kelahiranku, baik tanggal maupun tempatnya.
Awalnya aku tak percaya dengan cerita Nadin itu. tetapi, suaminya telah menguatkan cerita itu dan mau tak mau aku pun harus percaya. Wajahnya mirip sekali denganku waktu kecil. Aku berharap dia akan menikmati secangkir kopi buatan ibunya dikala dia beranjak dewasa nanti. Seperti halnya diriku yang masih sangat merindukan secangkir kopi buatan Nadin yang tak pernah sekali pun ku minum itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H