Mohon tunggu...
Rizky Merian Muspa
Rizky Merian Muspa Mohon Tunggu... Lainnya - think different

saya terlahir hanya menjadi manusia biasa saja, tapi berkeinginan menjadi manusia yang luar biasa diakhir hayat kelak.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kami Rindu Sosokmu, Ayah!

9 Februari 2021   18:06 Diperbarui: 9 Februari 2021   18:22 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yogyakarta, 09 September 2020. Kali pertama dipagi hari itu telponku berdering, tak biasanya sepagi buta itu ada telpon masuk di ponselku. Kudengar sayup sayup suara yang tak asing kudengar di telingaku, suara lirih Ibu yang mulai berat menahan sesuatu, jelas aku bisa mendengar dari nada bicaranya. Tak berapa lama kudengar juga suara yang juga tak kalah berat yang keluar dari mulutnya, Iya suara Ayahku. 

Ada yang tidak biasanya  di pagi ini yang terus menghantui pikirannku, tapi seksama aku dengarkan percakapan yang sedang terjadi antara orang tuaku, dan benar saja sesuatu yang sedang tidak baik terjadi. Ayahku terbaring di Rumah sakit di salah satu kota dekat dengan Palembang.

Ayahku dikabarkan terpapar virus yang menjengkelkan ini. Ayahku dirawat sendirian didalam kamar RS tersebut, tanpa ada keluarga, sanak saudara dan tentu saja dengan protocol serta perlakuan yang sebagaimana mestinya diterapkan disitu.

Hari berganti, memasuki hari ke-4 Ayahku tak kuasa lagi menahan beban yang dipikulnya sendiri, beliau meminta untuk dipindahkan saja ke tempat yang lebih dekat dengan keluarga dan manajemen perusahaan langsung mengurus semuanya, dan benar saja tak butuh waktu lama Ayahku telah berpindah di RS yang lebih dekat dan dapat pendampingan dari pihak keluarga.

Di hari itu juga aku memutuskan untuk langsung terbang ke Palembang menggunkan salah satu maskapai penerbangan yang tersisa.

14 hari sudah berlalu, kupikir semua akan kembali seperti sedia kala, Ayahku akan kembali bekerja, Ibuku kembali beraktivitas serta aku yang sedang menempuh Pendidikan di perantauan bisa kembali untuk menyelesaikan semuanya yang sempat tertunda itu.

Namun semua tak seperti apa yang ada dalam pikiranku, Ayahku tanpaknya masih syok serta trauma atas kejadian yang di alaminya, yang memaksa beliau untuk mengurung dan tidak terlalu terbuka terhadap lingkungan nya setelah keluar dari RS itu.

Ini tak mudah, perusahaan tempat Ayah bekerja tentu punya kebijakan dan peraturan di manajemen yang tidak bisa dengan se enaknya kita langar. Dengan sangat berat maka status pekerjaan ini harus dilepas mengingat kondidsi Ayah yang masih belum kunjung membaik.

Berbagai macam usaha keluarga untuk mengembalikan Ayah seperti sedia kala masih belum membuahkan hasil yang signifikan, Ayah masih dengan sikap yang sama, menarik diri dari masyarakat bahkan dari keluarga besarnya sendiri. Sosok yang dulunya menjadi panutan, menjadi contoh, menjadi tulang punggung kini tak ditemui lagi di sosoknya.

Untungnya aku punya malaikat (Ibu) beliau tak pernah Lelah mengurus Ayah, menemani dan berbagi keluh kesah. Jika tanpa beliau mungkin sudah berbeda cerita hidup yang aku alami, ditambah lagi ada dua bidadari (Adik perempuanku) yang masih cukup kecil untuk menghadapi kondisi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun