Vihara Dharma Jaya Toa Se Bio ini sempat terkena musibah kebakaran, saat kejadian geger pecinan pada tahun 1740. yang saat itu adanya kekerasan pada orang-orang Tionghoa oleh belanda. Hal itu terjadi dikarenakan orang-orang Tionghoa melakukan pemberontakan karena adanya pajak pajak yang tidak rasional oleh belanda.
Lanjut ke pembahasan utama, ternyata ada fakta unik mengenai Klenteng ini yaitu area pembangunan Klenteng pasti di dekat Pasar dan aliran air, hal itu karena medan saat zaman dulu di Glodok memiliki banyak kanal-kanal seperti Kota Venesia.Â
Pada Klenteng Toa Se Bio ini memiliki petilasan tokoh Agama Islam terkenal dari Jawa Barat yaitu petilasan Raden Surya Kencana yang merupakan pendiri Kota Cianjur. Yang mengisyaratkan bahwa taraf toleransi dan hormat pada Agama lain itu sangat tinggi.
Pada destinasi ketiga bernama Pantjoran Tea House yang terletak di dekat gapura Chinatown Jakarta. Saat mengunjungi Pantjoran Tea House biasanya disambut oleh 8 Teko yang Tersusun rapi di depan bangunan. Hal itu sebagai simbol untuk mengenang kebaikan sosok kapiten Tionghoa yaitu  yang pernah ada di jalan Patekoan, Glodok.
Pantjoran Tea House ini beroperasi dari jam 11 siang sampai jam 8 Malam pada hari biasa, dan dari jam 8 pagi hingga 8 Malam saat Weekend. Saat memasuki Bangunan Pantjoran Tea House kalian akan disuguhkan oleh dekorasi interior pada masa lampau. Yang menghiasi dindingnya seakan akan kita melakukan perjalanan waktu untuk melihat sejarah-sejarah melalui dekorasi interiornya.
Sebelum menjadi Bangunan yang kita kenal sekarang, Pantjoran Tea House sebelumnya merupakan sebuah Toko obat tradisional, yang bernama Apotek Chung Hwa yang sudah ada sejak Batavia Disekitar tahun 1928. Kemudian tempat ini direnovasi menjadi restoran Pantjoran Tea House, dengan 8 Teko yang tersusun rapi di depan restoran.
Dengan adanya kegiatan ini, mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan secara langsung tentang bagaimana percampuran budaya terjadi di masyarakat. Mereka melihat bahwa keragaman dapat menjadi kekuatan jika memiliki rasa toleransi antar budaya. Kegiatan ini telah mewakili semangat toleransi masyarakat di Ibu Kota. Kegiatan ini dapat menciptakan harmoni yang mewarnai komunitas melalui unsur yang berasal dari beragam etnis dan budaya, seperti budaya Tionghoa, Jawa, Betawi, Sunda dan lainnya membaur saling melengkapi untuk kepentingan masyarakat bersama.
Melalui program MBKM yang diadakan oleh Universitas Mercu Buana, kegiatan ini dapat memberikan dampak yang sangat positif untuk kalangan mahasiswa dalam meningkatkan skill mereka tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan masyarakat yang memiliki keberagaman budaya, serta untuk menjaga kelestarian beragam budaya di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H