Menurut hemat penulis, langkah untuk tidak memberikan ijazah bagi pelaku adalah langkah yang memiliki keadilan bermartabat. Pihak pengambil keputusan di lembaga pendidikan tidak perlu takut untuk mengambil keputusan tersebut. Langkah penyelesaian secara musyawarah kekeluargaan memang langkah yang baik namun korban tentu tidak dapat begitu saja mengampuni pelaku. Kecuali, jika memang korban dengan ikhlas memaafkan kesalahan pelaku dan tidak melanjutkan proses hukum maka pimpinan lembaga pendidikan memberikan hak tersebut kepada pelaku namun pimpinan wajib masih tetap memberikan pendampingan kepada korban hingga benar-benar pulih.
     Jikalau penyidikan, proses mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana telah selesai, walaupun pelaku percabulan yang kebetulan berstatus mahasiswa telah dikeluarkan maka hal tersebut tidak menghapuskan proses penyelesaian perkara pidana hingga vonis dijatuhkan oleh hakim.
     Terakhir, pemberitaan melalui media massa elektronik, membuat viral adalah bentuk dukungan nyata, bentuk peran serta masyarakat yang nyata agar pelaku diberi sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemberitaan tersebut bukan untuk membuat suatu nama lembaga pendidikan menjadi buruk selama pemberitaan masih dengan kata-kata yang baik, proses pemberitaan tersebut untuk mengawal proses supaya tidak terjadi lagi korban-korban pelecehan seksual, korban percabulan, korban pemerkosaan di lembaga pendidikan pada khususnya, dan di Indonesia pada umumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H