Penulis ambil contoh pada Pasal 76E UU Perlindungan Anak yang berbunyi demikian:
"Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul."
Sanksi yang diberikan bagi seseorang yang sah dan meyakinkan tindak pidana pada Pasal 76E tersebut ialah pidana penjara pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Sanksi tersebut diatur dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak.
Tidak ada kewajiban untuk membuat aduan terlebih dahulu kepada polisi untuk perkara percabulan anak dikarenakan delik pidana percabulan adalah delik biasa, bukan delik aduan. Dalam hukum pidana, dikenal 2 (dua) macam delik, yakni delik biasa dan delik aduan. Delik aduan adalah delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabil ada pengaduan dari pihak yang terkena, sedangkan delik biasa adalah delik yang dapat langsung diproses tanpa adanya persetujuan dari korban atau yang dirugikan (Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, 1982:33). Sesungguhnya laporan dari masyarakat, korban adalah membantu tugas polisi untuk membuat ketertiban umum dan menjaga keamanan.
Bagi korban tindak pidana percabulan, korban dapat melaporkan baik lisan maupun tertulis tindakan percabulan tersebut kepada pihak kepolisian setempat dan terdekat. Korban tidak perlu takut membuat laporan kepada polisi karena pembuatan laporan tersebut gratis dan hal tersebut adalah kewajiban polisi untuk mengayomi masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), definsi laporan yaitu: “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”.
Jika ingin melapor, korban langsung saja datang ke bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Berdasarkan ketentuan Pasal 106 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor, yang berbunyi. "SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian secara terpadu terhadap laporan/pengaduan masyarakat, memberikan bantuan dan pertolongan, serta memberikan pelayanan informasi."
Oleh
Rizky Karo Karo
(Mahasiswa Semester 3 Magister Hukum UGM)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H