***
Dua buah mobil Jeep berwarna hitam melintas melewati warung kopi tempat Rehan dan Dinar duduk. Mobil tersebut berhenti di depan gudang penyimpanan beras. Enam orang terlihat turun dari mobil tersebut dan masuk ke dalam gudang secara bersamaan.
"Mereka sudah datang. Motor dititipkan di sini dan kita jalan kaki ke sana. Nanti kita lewat samping gudang. Biar kedatangan kita tak diketahui," ujar Rehan. Dinar hanya manggut mengiyakan.
Setelah membayar minuman dan meminta izin ke pemilik warung untuk menitipkan motor, Rehan dan Dinar bergegas pergi.
Dari samping gedung, Rehan dan Dinar bisa melihat pintu yang tak tertutup rapat. Ini yang menjadi peluang mereka untuk masuk. Pelan-pelan mereka berdua masuk ke dalam gudang tersebut.
Betapa terkejutnya mereka ketika melihat beras yang bertumpuk-tumpuk di gudang ini. Dinar dengan spontan menyumpahi orang-orang yang tega melakukan perbuatan keji semacam ini. Bahkan dengan khusus, Dinar menyumpahi Pak Zein yang dicurigai sebagai dalang di balik semua ini.
"Memang keparat orang-orang itu," ujar Rehan dengan emosi yang merebak dari dalam dirinya. Emosi Rehan semakin membumbung tinggi ketika dia dan Dinar dari kejauhan melihat sebuah transaksi yang melibatkan uang dengan nominal yang besar.
Tanpa disadari oleh Rehan dan Dinar, dua orang dari belakang berjalan pelan sembari membawa balok kayu. Sejurus kemudian, kedua orang tersebut langsung memukul Rehan dan Dinar. Seketika Rehan dan Dinar tergeletak di lantai. Tak sadarkan diri.
***
Rehan dan Dinar bangun dari pingsannya dengan tali yang mengikat kedua tangan dan kakinya. Rehan mencoba menggerakkan tangan dan kakinya. Namun percuma karena ikatannya terlalu kuat. Kini mereka berdua berada di sebuah ruangan yang banyak kardus dan meja yang sudah usang.
"Aku sudah prediksi bahwa kalian berdua akan berusaha merusak rencana ini." Pak Zein datang dengan empat orang di belakangnya.