[caption caption="Tetap semangat adik-adiku di seluruh Indonesia (Dokpri)"][/caption]
Kemarin sore (9/7/2015) adikku kirim pesan melalui whatsapp, “zonk SBMPTN”, katanya. Kataku, “Ya gak apa dek, tetep semangat!” SBMPTN itu Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri, dulu zamanku namanya SMPTN, sebelumnya UMPTN, mungkin ada istilah lain yang bahkan lebih lawas. Intinya adalah ujian masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Di SBMPTN tahun ini, seperti yang disampaikan panitia diberbagai media, ada sekitar 121.653 peserta dinyatakan diterima di PTN, sementara total peserta yang mengikuti SBMPTN mencapai 693.185 orang, itu artinya yang belum diterima di PTN itu lebih banyak dari yang diterima, sekitar 571 ribu peserta, kurang lebih 82,45% dari peserta belum bisa diterima di PTN. Tentu PTN juga tidak mungkin menerima semua peserta karena kuota yang terbatas, PTN barangkali hanya menerima para peserta yang benar-benar kerja keras disertai mendapat faktor X.
Sebagai kakak tentu awalnya merasa sedih juga, apa yang diinginkan oleh adiknya belum terpenuhi. Tetapi keluarga telah sepakat, bahwa inilah episode kehidupan, semua harus dijalani. Terkadang tidak semua yang kita inginkan itu pasti kita dapatkan. Disini peran keluarga tentu sangat diperlukan untuk terus membesarkan hati adik-adik kita, saudara-saudara kita, karib kerabat kita, yang “kebetulan” tahun ini belum lolos PTN.
PTN memang masih menjadi magnet yang sangat menarik bagi anak-anak muda SMA dan sederajatnya ketika habis lulus sekolah. Sama waktu zamanku, yang ada diotak waktu itu, pokoknya harus PTN. Banyak alasan waktu itu kenapa harus PTN, lingkungan pendidikan yang diyakini lebih baik, jaringan alumni yang kuat dan mengakar, biaya relatif murah dibandingkan dengan swasta yang juga terakreditasi sangat baik/baik, juga karena dunia kerja terkesan lebih memanjakan alumni-alumni PTN.
Semua alasan-alasan itu semua tidak semuanya salah, tapi ingat tidak semuanya benar juga. Hal ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya selama menjadi alumni PTN di DIY hingga saat ini ketika sudah bekerja. Jika boleh urun rembug sebagai masukan bagi adik-adik saya, sahabat-sahabat saya, yang “kebetulan” belum diterima PTN, tetap optimis menghadapi salah satu episode kehidupan ini. Ada beberapa hal yang mungkin bisa menjadi pelajaran kita bersama.
“Ronin” alias ulang tahun depan
Sebelum memutuskan mengulang di tahun depan ikut SBMPTN, ada baiknya bagi yang memang orientasinya PTN, ingat sekarang PTN sudah sejak lama membuka jalur ujian mandiri. Ikut aja semuanya, gak ada salahnya. Kalau di dunia investasi sangat terkenal adigium ini, “dont put your eggs in one basket.” Jangan taruh uangmu di satu keranjang investasi, kurang lebih artinya begitu. Jangan menaruh uang kita hanya untuk tabungan, taruh juga di deposito, di lembaran saham dan lain-lain. Ya kurang lebih kita juga begitu, daftar aja semua jalur masuk perguruan tinggi yang sesuai minat. Daftar juga sekolah-sekolah ikatan dinas.
Seandainya sudah berusaha keras mengikuti semua jalur seleksi PTN atau institusi ikatan dinas, lalu belum beruntung juga diterima, mengulang di tahun depan juga menjadi opsi. Boleh sambil kuliah dikampus lain, atau benar-benar fokus off untuk menyiapkan SBMPTN 2016. Waktu zamanku kuliah, teman-teman juga ada yang mengulang, mereka kebanyakan disebutnya “Ronin”, meminjam istilah salah satu bimbingan belajar. Ronin dikenal sebagai salah satu istilah dari negeri Sakura yang berarti seorang samurai yang tidak bertuan dan dengan keadaan demikian dia berada disituasi yang tidak menyenangkan. Istilah yang boleh jadi bisa menggambarkan kondisi seorang siswa tanpa sekolah formal karena belum diterima di universitas.
Tentu mengulang SBMPTN di tahun depan juga penuh risiko, risiko berbeda satu tahun dengan teman lain ketika masuk universitas di PTN. Tapi ini menurutku tidak menjadi soal, banyak kawan-kawanku ketika dulu lebih tua karena mengulang, dapat menyesuaikan dengan baik, bahkan beberapa diantaranya jauh lebih matang cara berfikirnya, emosinya dan lebih pintar. Sekarang tinggal keluarga kita siap atau tidak menerima anak-anaknya yang belum lulus SBMPTN di tahun ini mengulang SBMPTN di tahun depan dengan off selama satu tahun?
Memang opsinya bisa juga sambil kuliah dikampus lain sembari menunggu SBMPTN di tahun depan. Sekarang tinggal dihitung saja biayanya, waktu dan pertimbangan-pertimbangan lain. Ingat adik-adik kita mungkin cara berpikirnya tidak seperti kebanyakan orang tua atau kakak-kakaknya yang terlahir lebih dahulu dan banyak pengalaman, cara komunikasi yang baik dapat membuat adik-adik kita merasa nyaman dengan setiap keputusan yang akan diambil dan dijalani. Support keluarga begitu penting.
Kuliah di Kampus Mana Saja
PTN memang masih menjadi favorit. Tapi kuliah dikampus mana saja, termasuk swasta tidak menjadi persoalan. Banyak kawan-kawan, bahkan atasan di kantor juga asalnya sarjana dari kampus swasta. Kalau orientasi kita sarjana untuk bekerja maka saya amati ada beberapa hal yang harus dilakukan ketika kita nantinya sebagai alumni kampus swasta.
Pertama, cari kampus swasta yang sudah terakreditasi. Akreditasi menjadi salah satu parameter penting ketika memilih kampus, termasuk PTN menurutku. Akreditasi A, B atau apa. Ini menjadi penting untuk melihat kualitas lingkungan baik linkungan fisik dan pembelajaran yang akan kita jalani selama bertahun-tahun.
Kedua, berorganisasi dan tingkatkan kemampuan soft skills. Kuliah mau di negeri, mau diswasta, berorganisasi menjadi wajib menurutku. Di organisasi internal kampus atau eksternal kampus, adalah sarana pembelajaran untuk membangun jejaring kekeluargaan termasuk bisa jadi dan sering terjadi sebagai jalur awal saling merekomendasikan diri di dunia kerja, dunia beasiswa dan dunia kehidupan. Jangan lupa belajar juga berbagai bahasa lain, Bahasa Inggris, Arab atau lainnya. Orang yang pintar berbahasa, terlihat pintar semua. Hehehe… Soft skill lain bisa menulis, atau keterampilan-keterampilan yang lain. Kadang bukan kuliah formal kita yang akan mengangkat diri kita, tapi seringkali malah soft skills yang dimiliki oleh kita yang akan melambungkan nama kita untuk bersaing dengan yang lain. Trust me!
Ketiga, “extraordinary energy”. Saya kurang paham bagaimana dunia kerja membedakan kampus negeri dan swasta ketika recruitment. Mungkin ada, mungkin juga tidak. Yang saya pahami sejauh ini, belum tentu alumni PTN juga berkualitas, boleh jadi sudah merasa di PTN jadi menurun kualitasnya karena banyak hal kuliahnya asal-asalan, dan saya perhatikan bahkan banyak alumni PTS yang juga kualitasnya tidak kalah baiknya. Hanya saja, yang perlu saya sampaikan, kuliah di PTS perlu ekstra tenaga untuk mempercantik biodata diri kita, ekstra tenaga untuk dikenal juga berkualitas, boleh jadi lewat organisasi, boleh jadi lewat IPK, boleh jadi lewat kompetisi-kompetisi nasional yang “lawannya” dari PTN.
Terakhir, bagi yang diterima di PTN, selamat ya. Bagi yang belum diterima, jangan patah semangat, terus semangat, inilah episode kehidupan yang kita harus lalui. Ayah Bunda, tetap semangati anak-anak kita, tetap semangati adik-adik kita, tetap semangati kerabat karib kita, boleh jadi hari ini dia tidak diterima di PTN, siapa tahu esok hari diterima, boleh jadi hari ini bukan alumni PTN, tapi siapa tahu mereka lebih sukses dunia dan akhirat dibandingkan para alumni PTN. Siapa tahu.... Wallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H