“Semut aja punya rumah! hehehe…” itu kata2 mertua Gue kepada istri Gue, dan sudah pasti pesan itu juga tertuju ke Gue. Hahaha… Bener juga sih, Kita sudah sering lihat landed house semut ada dimana-mana, bahkan semut lebih duluan bangun apartemen di Papua sana. Hahaha…
Suatu hari gue bercerita ke temen kantor tentang susahnya mencari rumah yang sesuai kantong, pas ngobrol-ngobrol gitu ada orang PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat) yang sedang bagi selebaran. Kata temen gue "Nah lu beli ini aja! Rumah di surga!" Gue lantas tertawa... Hahaha... Ya ada benernya juga sih, tapi tentu bukan rumah di surge maksud gue… hehe
Ada satu hal sederhana sebenernya kenapa Kita harus punya rumah, kalo bisa sekarang walau mulai dari yang kecil. Hal itu pertama karena jumlah tanah di Indonesia ini nggak pernah bertambah (konstan), malah nyusut toh? Kedua harga bahan bangunan dan tukang bangunan juga naik, apalagi diperkotaan. Harga tanah yang terbatas (istilah anak ekonominya inelastis), mau gak mau dari hari ke hari harga tanah naik terus bro. Gitu juga dengan harga bahan dan tukang bangunan. Parameternya sederhana kalo mau liat harga tanah dan bangunan disuatu daerah naik atau nggak. Lihat aja NJOP Nilai Jual Objek Pajak bumi dan bangunan. Contoh aja di Jakarta. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur No 175 Tahun 2013 memastikan sudah menerapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bumi dan bangunan untuk tahun pajak 2014 atau mulai berlaku sejak Januari hingga Agustus 2014 tahun ini. Berapa NJOP Jakarta? Kenaikan NJOP seluruh wilayah Jakarta besarannya setiap wilayah bervariasi, rata-rata untuk NJOP tanah naiknya 20%-140%.
Berikut daftar NJOP sejumlah daerah di Jakarta:
1. Jalan Sudirman (Jaksel), naik jadi Rp 66,904 juta/m2 dari Rp 31,875 juta/m2
2. Jalan MT. Haryono (Jaktim), naik jadi Rp 20,755 juta/m2 dari Rp 14,095 juta/m2
3. Jalan MH. Thamrin (Jakpus), naik jadi Rp 68,545 juta/m2 dari Rp 33,379 juta/m2
4. Jalan Hayam Wuruk (Jakbar), naik jadi Rp 30,345 juta/m2 dari Rp 17,245 juta/m2
5. Jalan Mangga Dua Raya (Jakut), naik jadi Rp 33,445 juta/m2 dari Rp 16,155 juta/m2
6. Jalan Manggis Dalam II (Jaksel), naik jadi Rp 1,032 juta/m2 dari Rp 702 ribu/m2
7. Jalan Raya Pondok Gede (Jaktim), naik jadi Rp 1,147 juta/m2 dari Rp 702 ribu/m2
8. Jalan Tanah Tinggi (Jakpus), naik jadi Rp 1,722 juta/m2 dari Rp 1,416 juta/m2
9. Jalan Kedaung Pulo (Jakbar), naik jadi Rp 702 ribu/m2 dari Rp 394 ribu/m2
10. Jalan Kamal Muara (Jakut), naik jadi Rp 464 ribu/m2 dari Rp 285 ribu/m2
Itu baru harga NJOP bos… belum lagi kalo lihat harga pasar (market price). Emang ada penjual yang mau menjual propertinya sama dengan atau apalagi dibawah harga NJOP? Jarang bingitzzz…. Hahaha… Kebanyakan penjual nentuin harga jualnya ya harga pasar(an) bos. Harga pasar itu adalah harga yang terbentuk dari permintaan dan penawaran istilah lainnya harga kesepakatan. Sekarang mah harga pasar properti bener-bener bisa gila-gilaan, jauh di atas harga NJOP. Tapi itu real man… Contoh harga pasar di Jakarta ya. Kita akan melihat bedanya harga NJOP dengan harga pasar. Jakarta yang punya luas wilayah 661,52 km², dari Data urbanindo di Jakpus dalam 12 bulan terakhir pergerakan harga/meter naik 26,99%. Sekarang harga tanah rata-rata itu 28 juta semester persegi (berarti berapa kali lipat dari harga NJOP tuh? Hahaha). Beli tanah 2x1 meter aja mahal di Jakpus. Hahahha… Geser lagi misalnya ke Jakarta Timur yang jumlah penduduknya lebih sedikit ketimbang jakpus. Harga rata-rata tanahnya lebih murah sih ketimbang jakpus, harga tanah rata-rata sekitar 4,4 juta per meter persegi, jauh lebih murah. Namanya juga rata-rata ada yang di atas ada yang di bawah lagi. Tergantung lokasi.
Kedua, disisi yang lain jumlah penduduk Kita makin hari makin penuh aja. Hahaha… Mau gak mau harga tanah kedorong naik karena naiknya permintaan sementara supply tanah segitu gitu aja kan. Coba klik http://sp2010.bps.go.id/ hasil sensus penduduk BPS. Contoh lagi Jakarta, di sensus penduduk 2010 jumlah penduduknya 9.512.299, di 2013 udah ada 10 juta an jiwa dengan growth sekitar 1,4% setahun. Belum lagi penduduk non KTP Jakarta, kalo beli rumah sih gak harus KTP setempat jadi semakin banyak persaingan… hahaha
Sudah tanah terbatas (under supply), jumlah penduduk naik terus (over supply) maka hukum ekonomi memprediksi harga tanah dan properti akan terus terdongkrak naik signifikan. Itu sedikit gambaran, kalo orang nambah terus tapi tanah kan nggak. Kecuali kalo sudah ada teknologi bangun rumah, kantor di atas laut, negara lain sih bisa, tapi Indonesia nggak tau kapan memulainya. Hehe… Sampai sekarang gue juga masih cari-cari rumah kok, belum punya rumah sendiri, rumah adalah mimpi properti pertama gue. Gue mau sharing-sharing aja ke temen-temen semua yang barangkali punya keinginan sama untuk beli rumah sendiri... Sharing-sharing ini barangkali tidak terlalu berguna bagi orang kaya dan keturunannya... yang bisa beli properti dimana-mana... aha...hahaha...
1. Pilih lokasi
Pertama, ketahui dengan pasti dimana Anda akan menetap lama dan membesarkan anak-anak Anda. Kalo Anda hidupnya nomaden, kayak Brama Kumbara yang suka mengembara, atau kaya Rhoma Irama yang suka berkelana, atau seperti bis AKAP alias antar daerah antar propinsi... hehe.. kayaknya lebih baik beli rumah di kampung halaman atau dimana skrg anak dan istri Anda tinggal.
Kedua, Desk Survey. meluncur di internet salah satu hal wajib yang perlu Anda lakukan. Hal ini penting setidaknya bakalan jadi gambaran awal buat Kita-kita yang mau beli rumah, gambaran tentang harga, fasilitas rumah, lokasi rumah, sertifikat yang dimiliki, dll. Sekarang sudah gampang buat desk survey, banyak situs yang bisa dijadikan rujukan
sebelum survey lapangan kalo bisa kita buat list, jangan hanya mengandalkan bookmarks di smartphone, nanti malah jadi gak efektif dan efisien atau jangan ngeprint satu2 jadi terasa tidak efisien. Kriteria yang gue list juga gak repot2 bgt gak harus rumah baru rumah bekas juga gak apa. Yang penting untuk di list adalah Alamat dan kelengkapan surat2, LB/LT, Fasilitas cukup Kamar, Toilet dan Parkir, harga, foto dan cp. Udah. Semua krikeria yanga da didaftar yang mau kita cari sih tergantung selera dan budget.
Ketiga, buat Anda yang mau mendirikan atau membeli rumah di perkotaan yang dekat dengan tempat dimana Anda bekerja maka ada baiknya memperhatikan harga pasar perumahan (bukan hanya memperhatikan harga NJOP seperti yang sudah dibilangin di atas). Yuk kita perhatikan, misal Anda kerja di Jakarta Pusat. Mau beli rumah di kawasan gambir, ada yang jual rumah Rp6,5 miliar dengan LB 250 m2 dan LT 300m2. Coba gue kira-kira ya, karena bangunan lama anggap aja dulu si pemilik waktu ngebangun di awal-awal butuh duit Rp2 juta/m2. Maka harga bangunan untuk 250m2 dinilai sekitar Rp500 juta dengan indikasi harga tanah sebesar Rp20 juta per m2. Udah 20 juta coy per m2. Hahaha... Nggak heran, bahkan ada yang mencapai ratusan juta per m2 di titik2 jakarta pusat yang lain.
2. Survei Lapangan
Ini penting bro. Jangan beli kucing dalam kaleng. Survey lapangan itu wajib, biar tahu detil lokasi. Foto boleh cakep ganteng-ganteng, tapi kan belum tentu asli, siapa tahu photosop… hehehe… sama kayak rumah, survei lapangan untuk tahu sedetil detilnya rumah, kayak kondisi listrik, air, jalan menuju rumah, fasilitas di sekitar, tetangga sekitar apakah kuburan atau apa. Oh iya yg ptg juga adalah, jgn2 yang dipoto dipasang di iklan adalah rumah orang. Hahaha… Nah ini perlu hati2. Sekarang jaman makin canggih, penipuan juga. Jangan mau transfer uang kalo gak ketemuan, apalagi kalo beli rumah, nggak kaya beli permen, urusannya administrative banget. Gak cukup pake kwitansi, harus notaris yang main.
3. Sesuaikan Budget
Nah ini yang paling penting sebenernya buat kita2 yang punya budget constraint alias uang terbatas. Kalo yang mau bayar cash keras sih gak perlu KPR ya. Nah ini yang mau beli rumah dengan KPR kayak gue. Gaji lu berapa? Nah sekarang gampang, bisa disimulasi di sini sementara http://bit.ly/1ntFxQx bisa masukin berdasarkan pendapatan atau bisa lu masukin berdasarkan harga rumah. Masukin masa kredit, ada yang 15 tahun (180 bulan) ada juga yang 20 tahun (240 bulan). Misal pendapat gua Rp100 juta… hahahaha… kapan kesampean? Mimpi dulu dah… hahahaha…. Dengan bunga 9% di awal (biasanya di tahun2 berikutnya naek nih) max kredit buat rumah sekitar Rp3,9 miliaran. Nah gue cari deh rumah dg harga segitu. Santai bgt kalo punya duit segitu mah… hahaha.. bahkan gak perlu nyicil kali ya… hahaha….
Bisa juga simulasi dengan harga rumah. Misal mau beli rumah yang Rp1 miliar. Lu minimal DP 20% dulu dari harga rumahnya. Bank gak bisa nurunin full. Max kredit dari bank Rp800 juta. Dengan bunga 9% lu cicil per bulannya Rp8 jutaan, dan lu bisa beli harga rumah Rp1 miliar kalo pendapatan lu per bulan sekitar Rp21 jutaan. Karena kan baiasanya cicilan rumah itu antara 30-40% dari pendapatan. Hahaha… ampun kakak… Dan inget lu harus DP 200 juta dulu. Hihihi…
Sebenernya sih aturan DP ini di atur sama Bank Indonesia supaya gak terjadi bubble di property. Bank Indonesia kembali memperketat aturan kredit konsumsi melalui penerbitan Surat Edaran BI No. 15/40/DKMP. Cakupan aturan baru tsb lebih luas dari aturan sebelumnya, yakni SE No.14/10/DPNP dan SE No.14/33/DPbS. Beberapa perluasan yang diatur dlm ketentuan baru, SE No.15/40/DKMP antara lain adalah:
1) Penetapan aturan down payment (DP) 40% untuk rumah ke-2, DP 50% untuk rumah ke-3 dan seterusnya.
2) DP rumah tipe 22-70 20% untuk rumah ke-1, 30% untuk rumah ke-2 dan 40% untuk rumah ke-3 dan seterusnya.
3) DP untuk ruko 0% untuk Ruko/Rukan ke-1, namun mensyaratkan DP 30% untuk Ruko/Rukan ke-2 dan 40% untuk Ruko/Rukan ke-3 dan seterusnya.
4) Penerapkan prinsip one obligor untuk KPR serta melarang bank untuk memberikan kredit untuk membiayai down payment.
5) Syarat pencairan KPR adalah selesainya pembangunan objek properti yang didanai dan siap untuk diserahterimakan ke konsumen
Oh iya sekarang BPJS bisa kasih pinjaman DP buat beli rumah PUMP (Pinjaman Uang Muka Perumahan) sama renovasi rumah juga ada. Syaratnya menjadi anggota BPJS dulu dan ada syarat-syarat yang lainnya juga.
4. Perhatikan surat-surat
a. Sertifikat
Di cek rumahnya masih bersertifikat apa? Apakah SHM, HGB atau apa. Kalo masih HGB ya harus ke SHM terlebih dahulu. Nah untuk surat-surat ane sih saran Kita gandeng Notaris. Karena beli rumah kan gak seperti beli permen. Hehe.. dia butuh legalitas yang kuat. Nggak apa apa keluar duit juga yang penting nanti rumah kita clean and clear secara status hukumnya. Notaris nanti ngecek apakah sertifikatnya ganda, apakah rumah tersebut bermasalah masih dalam sengketa, dll… Nah, kalo kita KPR katanya lebih enak lagi, notaris biasanya dari mereka, kalo tanah ada sengketa pihak bank yang turun tangan, Kita tinggal nunggu beresnya aja. Kalo Tunai keras alias cash, ya kalo ada masalah tanah dikemudian hari biasanya ngurus sendiri Kitanya. Tapi kekurangan KPR ada bunganya.. hehe.. tentu harganya jadi lebih mahal dibandingkan yang beli dengan cash.... Ya semua ada plus minusnya...
Terus juga jangan lupa cek yang lain seperti di bawah ini, termasuk juga cek tagihan RT atau RW dll...
b. IMB (cek, harus ada)
c. PBB (harus ada, cek tagihan)
d. Listrik (cek tagihan)
e. Air Pam (cek tagihan)
5. Siap-siap duit
Siap-siap duit buat bayar pajak. Meski kita bisa mengakali DP rumah, tapi kalo pajak Kita gak bisa akali. Lebih tepatnya saya gak tau cara mengakalinya. Hahaha... Nah bisa klik disini untuk simulasinya http://bit.ly/1pK5rxV Karena banyak sekali biaya yang harus juga kita keluarkan kayak pajak penjual (Pph final) dan pembeli/BPHTB (apalagi kalo penjual gak mau nanggung pajaknya, ya pembeli yang nanggung atau lebih baik gak usah jadi transaksi...hahaha), PPN, PNBP, BBN, dll.. Nah ada juga developer yang biasanya nawarin harga jual dengan plus-plus pajaknya. Asyik sih, jadi Kita tinggal masuk rumah aja...
6. Makelar ibaratnya Buah Simalakama
Nah ini, makelar ibarat buah simalakama. Makelar dibeberapa cerita bisa membantu Kita mencarikan rumah dengan spesifikasi harga dan LB/LT sesuai dengan keinginan dan tentu sesuai dengan dompet Kita. Tapi disisi yang lain Doi malah menambah harga jual rumah tersebut tak jarang malah dapet untung dari si penjual juga dari si pembeli. Hehe… Tapi yang pasti, Anda harus bertransaksi ke si pemilik. DP juga kasih ke si pemilik rumah yang mau dijual.
Terakhir, Rumah Ibaratnya Jodoh. Kalo diri sendiri sudah 3 bulan lebih cari-cari rumah yang sesuai kantong. Tapi belum nemu juga, ada yang sudah hampir jadi, setelah penjual menawarkan lalu gak jadi, selang beberapa minggu lalu ditawarkan lagi ke Saya eh ternyata selang beberapa hari Doi malah deal ke orang lain. Ya udah mau gimana, Kita gak bisa marah juga. Tulisan ini sekedar sharing-sharing pengalaman aja, barangkali diantara sahabat ada yang punya pengalaman dan tips trik yang bisa dibagi?
Mudah-mudahan Saya bisa juga mewujudkan cerita ini menjadi sebuah buku tentu dengan isi yang lebih banyak dan harus menarik… hehehehe… Ngimpi dulu ah... []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H