Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Sepakbola Miskin Prestasi

4 Desember 2014   17:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:04 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_380591" align="aligncenter" width="700" caption="Kapan Pengurus PSSI yang Minim Prestasi Namun Sensasi Gantung Sepatu? "][/caption]

Kemenangan besar 5-1 atas Laos di AFF Suzuki Cup 2014 tak mampu mengantarkan Indonesia lolos ke babak semifinal. Kegagalan ini kembali mengubur impian Timnas untuk merengkuh gelar juara untuk pertama kalinya sejak pergelaran sepakbola antar negara ASEAN bergulir tahun 1996 silam (dahulu bernama Tiger Cup). Tentu kegagalan ini kembali memperkuat anggapan bahwa Timnas Kita belum mampu berbuat banyak meski hanya bermain pada level Asia Tenggara. Lantas apa yang membuat sepakbola Kita gagal berprestasi?

Menjadi hal yang aneh bin ajaib sebuah negara dengan penduduk yang besar kesulitan untuk mencari 24 pemain sepakbola. Uruguay yang memiliki penduduk hanya sekitar 3,3 juta jiwa malah mampu masuk ranking 10 dunia FIFA dan pernah 2 kali juara dunia. Bahkan Brazil dengan penduduk yang besar pula hampir sama dengan Indonesia prestasinya bahkan jauh lebih mentereng hingga dijuluki negeri sepakbola. Atau lihat Amerika Serikat dan China yang penduduknya jauh lebih banyak, prestasi sepakbolanya masih jauh diatas Kita, apalagi kalo dibandingkan dengan prestasi olahraga lainnya, mereka langganan juara olimpiade.

[caption id="attachment_380500" align="aligncenter" width="500" caption="Myanmar going to U-20 World Cup in 2015 (Foto Myanmar Times, http://www.mmtimes.com)"]

14176598451178522587
14176598451178522587
[/caption]

Artinya bukan masalah jumlah penduduk besar atau sedikit yang menjadi soal, tapi arah dan visi sepakbola nasional itu sendiri. Contoh Myanmar. Myanmar di kancah sepakbola baru-baru ini saja diperhitungkan, sebelumnya bahkan mereka sering menjadi bulan-bulanan termasuk oleh Indonesia. Tapi apa yang Myanmar jawab dalam tahun-tahun belakangan ini? Myanmar menjawab dengan lolos ke Piala Dunia 2015 U-20 di New Zealand. Tak perlu berpikir banyak kenapa mereka bisa lolos, semua karena arah dan visi sepakbola mereka jelas dan dijalankan secara profesional oleh elite federasi mereka, federasi sepakbola Myanmar (MFF).

[caption id="attachment_380497" align="aligncenter" width="600" caption="Myanmar Football Academy (Goal Project FIFA dan MFF) diakses dari www.themff.org"]

14176594811694303786
14176594811694303786
[/caption]

Contoh adalah kerjasama Goal Project MFF dengan FIFA. Sudah ada 4 program goal project yang dilaporkan secara terbuka di http://www.themff.org/ website federasi sepakbola mereka diantaranya Myanmar Footbal Academy di Mandalay. Mandalay akan jadi pusat akademi sepakbola usia dini 10-16 tahun yang mereka cari dari pelosok-pelosok desa di Myanmar. Secara terbuka pula mereka memberikan informasi terkait dengan Ayeyawady Football Academy (Pathein). Proyek yang menghabiskan dana sekitar USD750 ribu ini berasal dari dana bantuan AFC dan Ayeyawady Foundation. Sementara Kita?

[caption id="attachment_380498" align="aligncenter" width="600" caption="Pemain-pemain muda Myanmar berusia 10-16 tahun sedang berlatih di Myanmar Football Academy. Disini juga lah dihasilkan Timnas U-12, U-14 dan U-16 (www.themff.org)"]

14176595831147363691
14176595831147363691
[/caption]

Masalah sepakbola Indonesia juga bukan masalah tidak adanya sponsor. Bahkan tanpa bantuan FIFA pun, sponsor-sponsor antri mulai dari perusahaan rokok sampai minuman berenergi, mulai dari perusahaan tambang hingga perbankan. Hak siar pun berebut, karena media televisi mengetahui antusiasme publik sepakbola. Makannya jangan heran ada jadwal kompetisi domestik yang berlangsung di weekend dan weekdays, barangkali ini adalah liga pertama di dunia yang tayang setiap hari. Namun mengapa sepakbola Kita masih miskin prestasi? Kenapa pula masih banyak pemain yang tidak dibayarkan gajinya? Kita sering ribut jika ada TKI yang tidak dibayarkan gajinya, tapi dinegeri sendiri ada pemain lokal dan asing bahkan yang juga pernah bermasalah dengan gaji yang memang menjadi haknya, sebut saja Sergei Litinov, Alm. Diego Mendieta, Moukwelle Sylvain, Masahiro Fusawa, Banaken Basoken dan lainnya. Miris!

[caption id="attachment_380504" align="aligncenter" width="601" caption="Apa kabar goal project FIFA PSSI? 20/8/2013, setahun lalu, FIFA mengunjungi area yang rencananya akan dijadikan National Youth Training Centre (NYTC) (Persidafon News, www.PSSI.or.id)"]

14176600911159851277
14176600911159851277
[/caption]

Gagalnya Regenerasi Keteladanan

Sepakbola Kita gagal melakukan regenerasi keteladanan. Catat regenerasi keteladanan! Orang-orang yang berprestasi mengantarkan Timnas juara ini dan itu yang disertai dengan memunculkan banyak pemain muda berbakat seperti Evan Dimas, Hansamu, Yabes Rony, Paulo Sitanggang malah akhirnya harus lebih dahulu harus mencopot tongkat kepelatihan. Sementara yang tidak pernah berprestasi sekalipun terus diberikan kesempatan.

Pemain pun harusnya sama. Harus melakukan regenerasi keteladanan khususnya di Timnas. Menolak panggilan Timnas karena ingin memberikan kesempatan bermain kepada pemain-pemain muda bukanlah dosa besar. Ada ruang yang harus dibagi kepada para pemain muda, seperti halnya yang dilakukan Francesco Totti di Italia atau Stevan Gerard di Timnas Inggris.

Gagalnya regenerasi keteladanan juga sangat tercermin dari tingkah polah para elit sepakbola nasional Kita. Harusnya siapapun yang tidak sanggup mengurus klub dan mengurus sepakbola nasional segera mundur. Indonesia ini terlalu aneh banyak elite yang rangkap jabatan publik, politisi itu jabatan publik, kepala daerah itu jabatan publik, anggota DPR/D juga urusannya dengan publik, sementara sepakbola juga berurusan dengan publik. Lucu juga kalau melihat fakta di PSSI banyak yang juga rangkap jabatan, Wakil Ketua PSSI jadi ketua BTN, Sekjend PSSI merangkap CEO PT Liga yang mengurus kompetisi sepakbola nasional, ketua Komdis merangkap ketua DPP partai. Mungkin banyak yang masih mentolerir rangkap jabatan karena tidak ada aturan hukum dan organisasi yang diberlakukan, tapi apa iya Kita masih mentolerir orang-orang lama yang gagal mengangkat prestasi sepakbola Indonesia?

Sebenernya Indonesia itu bisa kok. Buktinya melalui tim tim bertalenta muda, Kita pernah juara Youth Invitational Cup Hong Kong Football Asociaction 2012-2013, Juara AFF Cup U-19 2013, Sekolah Sepakbola Indonesia (SSB) dari Papua Emsyk Uni Papua pernah juara di Singapura, SSB Purwakarta masuk 8 besar U-12 Danone Cup di Brazil malah sempat mengalahkan Afrika Selatan 3-0, Belgia 2-0, dan menahan Meksiko 1-1 serta menang adu penalti melawan Prancis. Namun, jika sepakbola Indonesia masih seperti saat ini, maka jangan berharap ada prestasi yang lahir kembali dari rahim sepakbola nasional. Bahkan untuk sekedar berharap adanya kenaikan peringkat FIFA pun jangan!

[caption id="attachment_380510" align="aligncenter" width="592" caption="Ranking FIFA negara-negara ASEAN per November 2014 (Filipino Football). Fifa akan merilis kembali pada 18 Desember 2014 mendatang. "]

1417663247719154628
1417663247719154628
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun