Mohon tunggu...
Muhammad Rizky Fajar Utomo
Muhammad Rizky Fajar Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Personal Blogger

part-time dreamer, full-time achiever | demen cerita lewat tulisan | email: zawritethustra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

#COLLABOWRITE 1 Bareng Kristi: Awas Perangkap Kebahagiaan!

7 November 2022   12:02 Diperbarui: 7 November 2022   12:09 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Bahagya" (Sumber: Karya Pribadi)

Yang Juga Ada Dalam Kebahagiaan

Pada paragraf sebelumnya, kami sudah menyinggung tentang 'perangkap kebahagiaan'; di mana seseorang terperangkap pada pencapaian apa yang danggap sebagai 'kebahagiaan' tapi versi orang lain atau orang banyak, bukan versi kita sendiri.

Sebagai bagian dari masyarakat, kita tentu gak bisa lepas sepenuhnya dari 'kebahagiaan' yang sedemikian rupa, karena toh sedikit-banyaknya konsepsi kita mengenai kebahagiaan juga kita dapat dari pengalaman kita di masyarakat. Tapi, yang mau kami berdua bahas di sini adalah bahwa kita semua bisa untuk menolak atau menghindar dari 'kebahagiaan' tersebut sekaligus membentuk kebahagiaan versi kita sendiri.

Banyak variasi definisi, konsepsi, hingga esensi kebahagiaan pada setiap masyarakat dan bagi setiap orang, akan tetapi terlepas dari semua persoalan variasi tersebut yang harus kita terima bersama adalah ternyata kebahagiaan juga menyimpan semacam 'perangkap' psiko-sosiologis yang cukup tersembunyi sehingga banyak dari kita tanpa mengalami sedikit pun pertanda bahwa kita telah terperangkap.

Perangkap psiko-sosiologis ini berasal dari bagaimana suatu masyarakat pemahaman dan kesepakatan bersama (konsensus) masyarakat mengenai sebuah kebahagiaan sekaligus bagaimana menghadapinya dan/atau menjalaninya. 

Meski disadari sebagai sebuah konsensus, pada kenyataannya gak jarang kok di kemudian hari hal ini dapat menjadi semacam 'paksaan', baik secara langsung atau gak langsung, agar anggotanya juga mengikuti pandangan-pandangan mengenai suatu kebahagiaan dan dalam menghadapi suatu perasaan dan tindakan yang berkaitan dengan kebahagiaan tersebut. 

Perangkap ini pun di kemudian menjadi sebuah mitos yang dipercaya oleh banyak masyarakat bahkan menyebar dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Tentu saja fenomena ini bukannya tanpa konsekuensi, karena mitos-mitos ini gak hanya menuntun masyarakat pada 'gaya hidup' tertentu namun juga pada beberapa kasus dapat menimbulkan gangguan psikis terhadap orang-orang yang mengalaminya.

Empat Mitos Besar yang Merupakan Jebakan Kebahagiaan

Gak semudah pada kisah-kisah yang kita baca, video-video motivasi dan film-film yang kita tonton, menjadi "bahagia selamanya" dalam kehidupan merupakan hal yang tidak masuk akal. Pun, untuk bisa mencapai kebahagiaan sejati sangatlah sulit, dan semua orang juga pasti merasakan hal ini. Ya, kan? Kami berdua sih iya soalnya hahahahaha

Ketiadaan ukuran mutlak dan universal mengenai konsep kebahagiaan inilah yang kemudian menghadapi kita semua pada mitos-mitos kebahagiaaan yang sebenarnya juga merupakan buah dari konsensus masyarakat mengenai kebahagiaan; sebuah konsensus yang cenderung utopis karena menuntut manusia menjadikan hidup ini untuk selalu baik-baik saja dan dirinya untuk selalu menampilkan hal baik serta yang membahagiakan secara terus-menerus.

Russ Haris, dalam bukunya The Happiness Trap (Stop Struggling, Start Living) mengatakan bahwa pada umumnya ada empat mitos besar mengenai kebahagiaan yang berlaku pada setiap masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun