Mohon tunggu...
Muhammad Rizky Fajar Utomo
Muhammad Rizky Fajar Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Personal Blogger

part-time dreamer, full-time achiever | demen cerita lewat tulisan | email: zawritethustra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

#kubukabukuku Timang-timang Guru: Kisah Usaha Guru Melawan Hegemoni Negara

12 Juni 2022   09:19 Diperbarui: 12 Juni 2022   09:31 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam novel, kita akan menjumpai bagaimana konsensus ideologi ini bekerja pada tokoh-tokoh novel ini melalui rasa takut akan konsekuensi jika tidak menyesuaikan diri, terbiasa mengikuti tujuan-tujuan dengan cara tertentu, dan kesadaran atau persetujuan terhadap unsur tertentu, sebagaimana Gramsci menjelaskannya. Hegemoni yang dilakukan oleh kelas superordinat (atau yang lebih berkuasa) ini bukannya tanpa maksud dan tujuan.

Hegemoni, sebagaimana sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, yang merupakan konsensus atau persetujuan dari kelas subordinat (atau kelas yang dikuasai) dapat terjadi bukan karena kelas subordinat menganggap struktur sosial yang ada itu sebagai keinginannya, tetapi lebih karena kurangnya basis konseptual yang memungkinkan mereka memahami realitas lebih efektif. Sekalipun ada pihak yang memiliki basis konseptual seperti Fatih, hegemoni tetap dapat dilakukan selama tidak memiliki posisi tawar (bargaining power).

Penyebab kurangnya basis konseptual ini sendiri pun menurut Gramsci antara lain pendidikan dan mekanisme kelembagaan. Pendidikan yang ada tidak membangkitkan kemampuan kaum buruh untuk berfikir kritis dan sistematis. Di lain pihak, mekanisme kelembagaan (sekolah, gereja, partai-partai politik, media massa, dan sebagainya), menjadi kaki tangan kelompok yang berkuasa untuk menentukan ideologi yang mendominasi. Jadi, semua permasalahan yang dialami oleh guru dalam novel ini juga bertalikelindan; satu sumber akan memengaruhi yang lain.

Hal ini bisa kita lihat dari bagaimana kemudian hegemoni ini tidak hanya ada pada pemerintah terhadap banyak guru; Dinas Pendidikan terhadap para guru, melainkan juga banyak guru; antara lain Bu Dora, Pak Rama, dan Pak Ahmad terhadap murid-murid di kelasnya. Bukannya menciptakan sebuah kualitas akademik yang mampu memerdekakan setiap orang yang terlibat di dalamnya (menghidupkan kesadaran sebagai subjek aktif), pendidikan dan lembaganya justru menjadi alat untuk menjadikan siapa-siapa saja yang berada di dalam struktrur subordinat sebagai subjek pasif.

Menyadari hal ini, Fatih membuat sebuah organisasi Kaukus Guru Muda dan melakukan aksi massa untuk melawan usaha hegemonik ini. Aksi ini dilakukan dengan demonstrasi yang akhirnya membuat Organisasi Resmi Guru bergabung dengan Kaukus Guru Muda serta keberhasilan Fatih sebagai perwakilan Kaukus Guru Muda berdialog dengan pemerintah dan membuat pemerintah mengabulkan tuntutan-tuntutan yang diajukan meski tidak semua.

Kesadaran Fatih untuk melawan hegemoni baru ini sejalan dengan 'formula' (?) Gramsci bahwa hegemoni baru dapat diraih melalui solidaritas untuk mengubah kesadaran, pola pikir, pemahaman dan konsepsi, serta mengubah norma perilaku moral mengenai isu-isu hegemonik di atas.

Gramsci sendiri menyebut gerakan ini sebagai revolusi intelektual dan moral, di mana kaum intelektual lah yang mengemban tugas untuk melaksanakannya. Kaum intelektual sendiri didefinisikan oleh Gramsci sebagai organisator dalam lapisan masyarakat, jadi intelektual tidak sebatas pada pemikir semata melainkan juga bisa seorang pelukis, seorang pegawai negeri, pemimpin politik, dan lain sebagainya tidak terkecuali guru.

Gramsci meyakini bahwa setiap kelas menciptakan satu atau lebih strata kaum intektual yang sadar akan peranannya, yang bukan hanya dalam bidang ekonomi tetapi juga dalam lapangan politik dan sosial. Dengan demikian, kelas pekerja (atau pihak subordinat yang lainnya juga) harus menciptakan kaum intelektualnya sendiri jika ingin menjadi kelas hegemonik.

Kemenangan Kaukus Guru Muda dalam usahanya melawan hegemoni negara menjadi pertanda bahwa jika kelas subordinat berkumpul dengan tujuan yang sama serta solidaritas yang kuat, mereka akan mampu melawan hegemoni yang ada; bahkan bukannya tidak mungkin mereka akan dapat menciptakan hegemoni baru.

Kisah Fatih dan Kaukus Guru Muda pun tidak berakhir pada kemenangan ini, karena masih ada banyak hal lain untuk dimenangkan. Apakah akan kembali dimenangkan oleh Fatih dan Kaukus Guru Muda? Tidak ada yang tahu, mari kita lihat saja kisah selanjutnya dalam novel yang akan diterbitkan oleh Irzandy di kemudian hari.

Perjuangan dalam hidup ini panjang, jadi teruslah berusaha dan tetap bersabarlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun