Sebagai kaum yang mendapatkan rigiditas maskulinitas-feminitas dan perlakuan represif dalam lingkungannya, kaum homoseksual merasa terdukung dengan pemikiran yang digaungkan oleh orang-orang New Left. Kedua fenomena ini menjadi stimulan bagi kaum tertindas, khususnya homoseksual baik gay maupun lesbian, untuk menyuarakan idealisme-idealisme mereka yang selama ini terpendam, tidak hanya menyadarkan mereka untuk melangkah melainkan juga membuka mata bangsa Amerika secara umum bahwa ternyata ada janji-janji kemerdekaan.
Kolaborasi Feminisme
Keterkaitan sosial dan emosional dalam landasan ideologi dan idealisme mengenai ketertindasan serta subordinasi, yang di satu sisi diperjuangkan oleh kaum feminis dan di sisi lainnya diperjuangkan juga oleh kaum lesbian, telah melahirkan sebuah golongan baru yang merepresentasikan keduanya sekaligus; kaum lesbian yang berjuang dalam kerangka perjuangan feminis muncul dengan "wajah" baru yang lebih solid sebagai kaum feminis lesbian, yang mana jelmaan antara keduanya sekaligus ini memfokuskan diri pada isu-isu seputar perempuan dan kehidupannya.
Kolaborasi gerakan ini dapat terjadi berkat sebuah kelompok aktivis perempuan The Lavender Menace yang dalam sebuah presentasi di kongres perempuan New York pada 1 -- 3 Mei 1970 mendeklarasikan "the woman-identified woman" serta mengatakan bahwa lesbianisme lebih merupakan sebuah bentuk pilihan politik ketimbang orientasi seksual semata. Hal ini ditegaskan oleh Charlotte Bunch, yang mana baginya secara esensial hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah bersifat politis karena menekankan pada kekuatan serta dominasi, dan selama perempuan memilih perempuan dalam kehidupannya itu berarti kaum lesbian sedang membangun sebuah sistem politik dalam kelesbianannya.
Kendati aktif dalam menyuarakan idealisme melalui berbagai aksi demonstrasi, ternyata semuanya ini tidak berjalan tanpa rintangan. Gerakan feminis lesbian pada saat itu mendapat tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal hadir dari adanya perpecahan berujung gerakan separatisme di kemudian hari, dan tantangan eksternal hadir dalam bentuk ketika gerakan feminis lesbian ini ternyata 'mengisi' tempat sebagai lawan bagi 'kelompok sayap kanan' di Amerika yang merupakan orang-orang konsevatif dengan beragam latar belakang.
Separatisme Dalam Gerakan Feminis NOW (The National Organization of Women)
Kolaborasi gerakan yang terjadi pada tahun 1970-an di kemudian hari menimbulkan friksi yang semakin mengkristal. Kaum feminis lesbian yang bergabung dalam NOW menyadari bahwa woman-identified woman yang menjadi landasan gerakan mereka hanya merupakan wacana bagi para aktivis. Hal ini diungkapkan oleh feminis lesbian Ruth Mahaney sebagai sesuatu yang aneh; "I don't understand you, woman. You do your political work with women, but you go home to a man...." Apa yang dikatakan Ruth Mahaney menunjukan bahwa kaum feminis heteroseksual melakukan tindak kemunafikan yang tidak bisa ditoleransi karena pada kesehariannya mereka masih bergantung pada laki-laki. Kemunafikan yang dilakukan ini bertentangan dengan idealisme yang sedang mereka perjuangkan, di mana perempuan harus keluar dari superioritas laki-laki.
Friksi yang terjadi antar anggota NOW pun tidak semata diakibatkan oleh kaum feminis lesbian, melainkan juga kaum feminis heteroseksual. Betty Friedan, salah seorang aktivis di NOW, mencemaskan gerakan feminisme yang sedang diperjuangkannya akan disamakan dengan gerakan lesbianism oleh musuh perjuangannya. Hal ini mengingat bahwa peranan yang dilakukan oleh kaum feminis lesbian secara signifikan sangat berpengaruh dalam organisasi karena mereka-mereka lah yang paling bekerja keras dan beberapa merupakan anggota terbaik. Friksi yang mengkristal di antara kedua pihak inilah yang kemudian mengakibatkan para aktivis mundur satu per satu dari kolaborasi gerakan yang telah mereka lakukan selama ini.
Separatisme ini merupakan salah satu strategi politik kaum feminis lesbian di mana kaum feminis lesbian mengundurkan diri untuk sementara waktu dari aktivisme pokok tetapi tetap mengeksplorasi identitas lesbian sekaligus mengembangkan isu-isu yang dapat menarik perhatian-perhatian para aktivis lainnya atas perjuangan mereka. Aktivis feminis lesbian yang memisahkan diri kemudian membentuk sebuah perkumpulan bernama The Furies yang menjadi wadah bagi para teoretisi feminis lesbian untuk berkiprah dan memperjuangkan harkat serta martabatnya.
Proyek perjuangan mereka pun beragam; salah satunya, melalui analisa yang dilakukan, para teoretisi yang tergabung dalam The Furies ini mendapati bahwa heteroseksisme merupakan batu loncatan bagi dominasi, bagi supremasi, laki-laki terhadap perempuan. Â Tak hanya itu, mereka pun memiliki proyek yang disebut sebagai 'budaya tanding lesbian' terhadap budaya feminis heteroseksual; di mana dalam budaya tanding ini, kaum feminis lesbian semakin mengukuhkan kebanggaan dalam diri mereka baik sebagai lesbian maupun perempuan. Kebanggaan itu mereka tunjukan melalui berbagai proyek perjuangan yang direncanakan dengan baik seperti menerbitkan jurnal-jurnal, membuka toko-toko buku yang menyediakan bacaan-bacaan seputar lesbianisme, menyelenggarakan festival serta mendirikan perusahaan rekaman. Melalui proyek ini, mereka ingin membuktikan bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan; bahwa perempuan lebih superior daripada laki-laki.
Mencapai Masa Transisi, Menuju Kontestasi