Di samping itu ada beberapa fenomena yang viral juga seperti fenomena Joget Pargoy, Boka-boka Dance, Pencil Bun yang diadaptasi dari serial Money Heist, dan yang lain sebagainya. Kesemua fenomena tersebut dapat dikatakan merupakan budaya pop.
Budaya sendiri erat kaitannya dengan cipta dan perilaku serta nilai-nilai yang dikandungnya. Maka sebutan budaya pop mengindikasikan pada ranah wujud budaya yang dapat dinikmati dan dipersepsi secara massal. Budaya pop secara historis mulai dikenal setelah perkembangan Eropa lalu meluas ke Amerika.Â
Budaya ini berkembang disebabkan maraknya media televisi dan menjamurnya industri dalam banyak rupa. Diperkirakan, berkembangnya budaya pop di Indonesia sekitar/sejak tahun 80an, dan terus berkembang ke tahun 90an -2000an.
Budaya pop merupakan totalitas ide, perspektif, perilaku, meme, citra dan fenomena lainnya, yang dipilih oleh konsensus informal di dalam arus utama suatu budaya, dan oleh karena itu budaya pop amat sangat dinamis dan bersentuhan langsung dengan keseharian kita serta pengalaman kita.Â
Salah satu karakter pop adalah mudah sekali bergeser oleh waktu. Ia sangat tergantung pada bagaimana citra yang membentuknya. Bila citra itu kuat dalam benak massa (masyarakat konsumer) maka budaya itu akan bertahan lama. Dari sini dapat dikatakan bahwa budaya pop memiliki sifat yang kurang lebih sama seperti budaya daerah yaitu dibentuk dari rakyat dan untuk rakyat.
Fenomena-fenomena yang mendapatkan predikat viral, yang kerap kita temui dalam kehidupan sehari-hari baik melalui linimasa media sosial, recommendation page, maupun portal berita online merupakan salah satu bentuk representasi bagaimana suatu budaya pop sedang berlangsung menjadi sebuah referensi; bersama-sama secara sadar maupun tidak sadar menyukai hal tersebut, membagikan hal tersebut sehingga menjadi rujukan bagi setiap pengguna yang ingin membuat konten di media sosial.Â
Hal ini menjadikan bahwa antara satu fenomena yang viral dengan yang lainnya terdapat pertarungan dalam menempati predikat viral tersebut -- berkaitan dengan seberapa lamanya suatu fenomena menjadi referensi bagi para pengguna media sosial dalam membuat konten.
Viral: Arena Pertarungan Ideologi Budaya Pop di Media Sosial
Sebagai arena pertarungan ideologi, viral bersifat metafisik, yaitu tidak terdapat wujud materialnya dan terdapat di belakang bentuk fenomena viral tersebut. Banyak di antara fenomena viral yang terjadi, fenomena tersebut dikeluarkan oleh akun-akun 'besar' yang tak jarang telah bisa mendapatkan uang dari iklan yang mereka siarkan di akun mereka.Â
Hal ini membuktikan bahwa banyak pembuat konten (content creator), baik dari sebuah industri besar maupun dari individual, yang berlomba-lomba untuk menjadi viral, untuk menjadi referensi dalam membuat konten bagi para pengguna lain.
Dalam rangka menjadi referensi inilah yang kemudian akan membawa kita kepada  pengertian ideologi Gramscian. Dalam analisa Gramscian, ideologi dipahami sebagai sebuah ide, makna, dan praktik sebagai peta makna yang menopang kekuasaan kelompok sosial tertentu.Â