Madzhab hukum positivisme memiliki pengaruh yang kuat dalam sistem hukum Indonesia. Hal ini terlihat dalam:
- Hirarki Perundang-undangan: Hukum Indonesia menganut sistem hukum hierarkis, di mana hukum tertinggi adalah Undang-Undang Dasar 1945. Di bawahnya terdapat berbagai peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah. Sistem ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia didasarkan pada norma tertulis yang dibuat oleh lembaga negara.Â
- Penerapan Hukum Positif: Dalam kasus Munir, proses hukum yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penerapan hukum ini menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia berfokus pada hukum tertulis dan mengabaikan aspek moralitas atau nilai-nilai lain.Â
- Kedaulatan Negara: Madzhab positivisme menekankan kedaulatan negara dalam membuat dan menerapkan hukum. Hal ini terlihat dalam kasus Munir, di mana pemerintah Indonesia memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan mengadili kasus pembunuhan tersebut.Â
Â
Kritik terhadap Madzhab Positivisme dalam Kasus Munir
Meskipun madzhab positivisme memiliki pengaruh yang kuat dalam hukum Indonesia, penerapannya dalam kasus Munir menimbulkan sejumlah kritik, yaitu:
- Ketidakmampuan Menuntaskan Kasus: Penerapan hukum positivisme yang berfokus pada hukum tertulis dan mengabaikan aspek moralitas, dinilai tidak efektif dalam menuntaskan kasus Munir. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan pemerintah mengungkap dalang pembunuhan Munir dan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada pelaku utama.Â
- Keadilan bagi Korban: Madzhab positivisme yang memisahkan hukum dan moral, dinilai tidak cukup untuk menjamin keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Dalam kasus Munir, penerapan hukum positivisme dinilai tidak mampu memberikan keadilan bagi Munir dan keluarganya.Â
- Keterlibatan Aparat Negara: Kasus Munir menunjukkan bahwa hukum positivisme yang berfokus pada hukum tertulis, tidak mampu menjangkau pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat negara. Hal ini menunjukkan bahwa hukum positivisme tidak cukup untuk menjamin keadilan dan perlindungan bagi masyarakat.Â
Â