Mohon tunggu...
Alfatur Rizky
Alfatur Rizky Mohon Tunggu... Lainnya - Suka bercerita dalam tulisan

Journalis part in AJNN.NET | Founder RISOOLL | Coffee Maker and Connoisseur | Writer story Julian and Rania, Make You a Ring, Wedding Day, The Cronicles of Phoenix, Italian, Dimata Andreas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Orang Aceh

27 September 2023   02:36 Diperbarui: 27 September 2023   02:54 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Provinsi Aceh. Foto : iStock/werbeantrieb

Note : Tulisan ini merupakan hasil diskusi ringan yang sedikit sensitif bersama Usman Al Ghifari dan Ayahnya. Usman tak bersedia fotonya diambil, tapi bersedia nama dan hasil diskusinya ditulis dalam tulisan ini. Maknai, dan pahami maksud dari tulisan ini agar tak salah pengertian.

"Ka Lahee- di Aceh, Rayeuk di Aceh, ka manoe ngen Ie di Aceh, ka meutapak di Aceh, meu Bahasa Aceh hanjeut, alah hay Kapluk," begitulah kata Usman, masyarakat Kota Langsa, Provinsi Aceh.

Usman Al Ghifari namanya, tetangga saya yang merupakan asli orang Aceh. Dia merupakan keturunan dari salah satu Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) -Ayahnya tak bersedia disebut namanya-ketika masa konflik di Aceh masih bergejolak. Kini dia sedang menempuh Sarjana III di France sebagai seorang Ahli Hukum, dan berencana akan terbang ke Belanda untuk belajar lagi sampai akhir hayatnya.

Mungkin rasa-ku jika masih ada S-IV atau seterusnya, si gila buku ini pasti akan mengambil Sarjana lanjutan dari S-III. 

Bagiku, Usman itu orang yang baik hati, walaupun kadang omongannya cukup bikin kesal ketika sedang berdiskusi dengannya. Setahuku, ia masih lajang, tapi tidak tahu jika dia sudah kembali ke France, karena salah satu temanku mengatakan dia cukup populer diantara wanita-wanita yang suka gaun disana.

Kalau di Belanda, setahuku dia cukup anti-sosial. Pertama, dia tidak terlalu bisa bahasa Belanda, Kedua, dia tidak suka dengan legalisasi Ganja disana. Entah mengapa demikian, dia tidak merinci sama sekali.

Pertemuanku dengan Usman sangat singkat dan secara tidak sengaja di Warung Kopi Aceh di pagi hari. Yang sudah pasti kami berdua melepas rasa kangen dan rindu saling berpelukan hingga menetaskan air mata. Mengenal Usman buatku juga mengenal makna arti menjadi Orang Aceh yang benar-benar Aceh banget. Walaupun saya tidak terlalu ke Acehan sekali, tapi berkat dia saya bisa berbahasa Aceh dengan tidak terlalu sempurna.

Usman sangat hafal dengan Had'jih Mad'ja -Dibaca Hadih Maja- atau perkataan dan pribahasa dalam kehidupan orang Aceh. Ilmunya tidak pernah dia bagikan ke orang-orang yang tidak bisa meneruskan ilmu itu, bagi orang yang ingin belajar Hadih Maja harus bertemu dengannya langsung di France -Perancis-, dan harus punya usaha kuat untuk mencari keberadaannya di negeri pesepak Bola Mbappe.

Bahkan, Usman tak pernah memberitahu sedikit pun tentang Hadih Maja kepada saya, karena saat itu iapun masih berguru dengan Ibundanya yang ternyata keturunan dari 'Tjoet'. Harusnya Usman mendapat gelar Teuku jika ayahnya itu adalah keturunan Bangsawan Aceh yaitu Teuku. Tapi, Ibundanya -Almarhum- memilih menikah dengan seorang Pria yang dicintai sejak masih SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Lahirnya Usman sebagai anak satu-satunya dikeluarga mereka menjadi sebuah tanggung jawab bagi Usman untuk melanjutkan janjinya kepada Ayahnya dan Ibundanya sebagai orang Aceh yang paham sebagai Orang Aceh.

Selama ini saya berada di Banda Aceh hampir 3 tahun lamanya sebagai Jurnalis Pemula dan sudah bertugas lagi di Kota Langsa. Pertemuan singkat ini adalah pembahasan lama saya dengan Usman sekitar 5 tahun lalu di Kota Lhokseumawe saat saya masih berkuliah di Politeknik Negeri Lhokseumawe. Saat itu, Usman akan berangkat ke Amerika Serikat untuk menyelesaikan S-II nya. Sedangkan saya masih D-IV. 

Tak usah dibahas terlalu panjang, kali ini yang akan ku bahas adalah tentang ucapan Usman di kutipan pertama ketika warga membaca.

Ka Lahee- di Aceh, Rayeuk di Aceh, ka manoe ngen Ie di Aceh, ka meutapak di Aceh, meu Bahasa Aceh hanjeut, alah hay Kapluk,

Artinya :

Udah lahir di Aceh, besar di Aceh, kau mandi dengan air di Aceh, kau berjalan di Aceh, Bahasa Aceh tidak bisa, alah hai Kapluk (Kiasan atau ejekan),

Begitulah kira-kira. Lantas apa urusannya bagi orang Aceh yang tidak bisa bahasa Aceh. Menurut Usman, orang Aceh itu punya Filosofi yang kuat, terlepas dari Ideologi Aceh harus menjadi sebuah negara ataupun sejahtera secara adil. Maksudnya, orang Aceh itu harus paham ideologi sebagai warga Aceh yang bijaksana seperti Teuku Umar.

Singkat tapi padat, pendek kata Usman, orang Aceh yang tidak bisa bahasa Aceh itu biasanya kerap disebut sebagai orang yang Acuh dengan Adat Istiadat orang Aceh.

"Nyoe penting ta catat, Adat tanyoe ka mulai kindoe, jadi perle ta perekat lom, salah satunya ngen berbicara dan meubahasa ngen bahasa geutanyoe, bahasa Aceh," kata Usman sambil ngudut cerutunya.

Saya menangkap maksud Usman, maksudnya generasi selanjutnya harus mengerti dan paham bagaimana perjuangan orang Aceh tempo Doelo untuk memperjuangkan Aceh dimata Indonesia. Maka, penerus adat istiadat di Aceh harus terus ada sampai cicit-cicit nantinya.

Karena keresahan Usman saat ini, terutama di Kota Langsa banyak anak-anak Aceh yang hanya menghabiskan waktunya di warung Kopi sekedar bermain gadget, judi online, dan duduk tidak penting hingga ber jam-jam. Ini menjadi perihal serius. Baginya, perjuangan Ayahnya ketika masa konflik, dan lintas generasi saat dirinya belum lahir, melahirkan sebuah titipan khusus bagi orang Aceh selanjutnya, dan ini penuh makna yang sangat dalam.

Saya tidak bisa menjelaskannya dengan tulisan ataupun kata-kata, sejenak saya termenung diam dan larut dari ucapannya itu. 

Sambung Usman lagi, Aceh itu masih dianggap rendah oleh banyak pihak di Ibukota. Menurutnya, selama ini Aceh dikenal dengan Tsunami saja. "Acie katanyeng ngen awak Jawa, pasti mese ken Konflik berarti Tsunami, Sep icah kei," ucap Usman sambil mematikan cerutunya itu.

Padahal Aceh bukan hanya tentang GAM , konflik dan Tsunami saja, banyak hal yang perlu dikulik, dan saat ini menjadi tugas bersama. Sama halnya dengan masyarakat dari berbagai daerah yang terus berusaha memperkenalkan daerahnya dimata Dunia.

"Aceh itu banyak hal, bukan Tsunami, GAM, Masjid Raya Baiturrahman, Museum dan lain-lain, itu semua ada di Banda Aceh, Aceh itu luas, jadi ken Banda Aceh manteng. Aceh itu Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, Sabang, Pulo Aceh, Subulussalam, Singkil, Gayo dan masih banyak lagi, saboh teuk bek ketinggalan Aceh Tamiang. Jadi luaskan, jadi jangan hanya sekedar Tsunami dan MRB, GAM, nyan sejarah geutanyoe, tapi Aceh itu luas, itu yang perlu di catat," katanya.

Jadi, orang Aceh ataupun bukan orang Aceh yang tinggal di Aceh atau besar di Aceh itu harus bisa berbahasa Aceh, Usman tegaskan itu penting. Hana Bantah lee guree...

Percakapan kami berakhir di salah satu warung kopi di Kota Langsa. Percakapan ini melibatkan Ayah Usman yang juga seorang masyarakat Kota Langsa, Provinsi Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun